Reba Diaspora dan Restrukturasi Keadaban Publik

Hasil yang menonjol tahun lalu adalah penggagalan penyelundupan 60 kg sabu dari Tiongkok yang disembunyikan

Editor: Dion DB Putra
Ist
Para penari tandak O Uwi pada acara pesta adat Reba Langa, di Kampung Namu, Desa Bela, Kecamatan Bajawa. Gambar diambil Rabu (15/1/2014) 

Harus diakui bahwa di tempat diaspora ini tidak ada kebun ritual, benda-benda ritual dan rumah ritual yang dapat mementaskan tradisi suci itu selengkap-lengkapnya. Mereka hanya melakukan Reba Uma (`Reba Kebun'), yaitu mengenang perjalanan genealogis dan spiritual -moral -etika, dari leluhurnya di tempat mereka hidup dan mencari nafkah, yaitu di kebun profesinya.

Penulis menegaskan istilah Reba Uma sebagai reba diaspora itu, dan tampaknya menjadi relevan, jika ia dirayakan dengan inspirasi dan motivasi restrukturasi keadaban publik yang Indonesia banget, seiring dengan tegak berkibarnya panji `bhineka tunggal ika' yang pancasilais. Dalam dan melalui perayaan Reba Reti Siwa kita memperkuat keindonesiaan kita dengan karakter untuk menjadi cahaya bagi sesama anak bangsa.
Pata Dela mengingatkan: wula da dara nagu leza, butu da beta pili tei (`cahaya bulan bukan cahaya matahari', manik-manik yang berserakan putus, harus dicari, dipilih dan dirangkaikan kembali sampai selesai'). Dalam konteks keindonesiaan, warga senusa sebangsa dan sebahasa adalah bulan, dan hanya Tuhan Yang Maha Esa adalah Matahari.

Mari kita berpartisipasi dalam terang Ilahi dari terang sejati itu (Yoh 1:9), untuk mengeliminasi fundementalisme pasar, fundamentalisme agama, dan fundamentalisme tubuh yang berpotensi memutuskan manik-manik kebangsaan yang terdiri dari 1.072 etnik dan berbagai nadi urat agama, yang tersebar dari Merauke sampai Sabang, Rote Termanu sampai Sangir Talaud.*

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved