Manggarai Barat Terkin

Warga Translok Manggarai Barat Mengadu ke BAP DPD RI Terkait 200 SHM Masih Dikuasai Pemda Mabar

Warga translok Manggarai Barat mengadu ke BAP DPD RI gara-gara 200 SHM milik 200 KK masih dikuasai Pemda Mabar

Editor: Adiana Ahmad
POS-KUPANG.COM / PETRUS CHRISANTUS GONSALES
RAPAT DENGAR PENDAPAT - Rapat Dengar Pendapat BAP DPD RI Bersama Pemerintah dan Warga Translok di Kantor Bupati Manggarai Barat, Jalan Frans Lega, Kelurahan Wae Kelambu, Kecamatan Komodo 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Petrus Chrisantus Gonsales 

POS-KUPANG.COM, LABUAN BAJO - Warga Masyarakat Transmigrasi ( Warga translok ) UPT. Nggorang, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, mengadu ke Badan Akuntabilitas Publik DPD RI ( BAP DPD RI ) terkait 200 SHM (Sertifikat Hak Milik) tanah yang belum dibagikan Pemda Mbar.

Menurut salah satu perwakilan Warga translok, Saverinus Suryanto, sertifikat tanah milik 200 kepala keluarga Warga Translok itu hingga saat ini masih dikuasai Pemda Mabar.

Saverinus Suryanto, Jumat (21/11/2025) mengatakan, luas lahan per KK 10.000 meter persegu atau 1 Ha per KK yang hingga saat ini masih dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, di Labuan Bajo, Flores-NTT. 

"Sejak penempatan 200 KK Warga transmigrasi UPT. Nggorang pada Tahun 1996, 1997 hingga sekarang, 200 KK Warga Translok belum menerima Sertifikat Hak Milik (SHM) untuk lahan usaha II (Lahan sawah). Padahal 200 SHM tersebut masih disimpan oleh Pemda Manggarai Barat," tegas Saverinus. 

Baca juga: Pemakaian Listrik di Manggarai Barat Capai 4,93 Persen, Lebih Tinggi Dari Rata-Rata Provinsi NTT

Kata dia, 200 KK Warga Translok sudah berulangkali meminta kepada Pemda Manggarai Barat, agar 200 SHM untuk Lahan Usaha II itu agar segera dibagikan kepada masing masing 200 KK. 

Lebih lanjut Saverinus menuturkan akibat ulah Pemda Manggarai Barat tersebut, hingga saat ini 200 KK warga Translok tidak bisa menguasai lahan usaha II tersebut dengan total luas, 200 Ha untuk masing-masing 200 KK dan tidak mengetahui dimana lahan tersebut berada. 

"Karena itu, kami 200 KK warga Translok memohon kepada Pimpinan BAP DPD RI dan seluruh Anggota DPD RI agar segera menyerahkan SHM untuk tanah seluas 200 Ha kepada 200 KK warga Translok," ujarnya, sembari berharap. 

Saverinus berharap Pimpinan BAP DPD RI dan seluruh Anggota DPD RI untuk berkoordinasi dengan Kementerian Transmigrasi dan Kementerian terkait untuk tidak melayani proposal yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat untuk mereview Peta HPL hingga 200 Ha lahan yang menjadi hak 200 KK warga Translok diserahkan. 

Merespon pengaduan warga Translok, Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggelar Rapat Dengar Pendapat ( RDP ) bersama di kantor Bupati Manggarai Barat, Jalan Frans Lega, Kelurahan Wae Kelambu, Kecamatan Komodo, dalam upaya percepatan penyelesaian konflik agraria untuk wujudkan keadilan bagi masyarakat.

Dalam RDP, BAP DPD RI dihadiri Wakil Ketua BAP Dr. Ir. KH. Abdul Hakim, M.M., serta anggota dr. Maria Stevi Harman dan Matias Heluka, S.H., M.H, Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, Wakil Bupati Manggarai Barat, dr. Yulianus Weng. 

Turut hadir Anggota DPRD Manggarai Barat Kanisius Jehabut, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Theresia P. Asmon, termasuk perwakilan dari  Kementerian/Lembaga terkait (ATR/BPN) Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai  Barat, serta perwakilan langsung dari pihak pengadu.

Baca juga: Realisasi PAD Manggarai Barat Capai Rp 225,2 Miliar per 10 November 2025

Acara ini digelar dengan dukungan penuh dari Senator asal Nusa Tenggara  Timur, dr. Maria Stevi Harman yang bertindak sebagai tuan rumah.

Wakil Ketua BAP DPD RI, Dr. Ir. KH. Abdul Hakim, M.M dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa masalah pertanahan telah menjadi episentrum konflik sosial dan  ketidakadilan. 

"Kami menuntut komitmen nyata dari semua pihak, khususnya  dari Pemerintah Daerah dan BPN. BAP DPD RI ingin memastikan jadwal dan peta jalan yang jelas untuk penerbitan 200 SHM tersebut. Dari warga, Kami harap kesabaran dan partisipasi aktif. Tujuan kita satu, sertifikat harus  segera berada di tangan para pemiliknya yang sah, sesuai dengan aturan konstitusi.” ujarnya.

Komitmen dan tindak lanjut dalam forum tersebut, BAP DPD RI mendorong semua pihak untuk memberikan perhatian khusus dan komitmen nyata.

BAP DPD RI akan terus melakukan pengawasan dan memfasilitasi komunikasi antar pihak. Seluruh instansi terkait juga diminta untuk menyampaikan laporan perkembangan berkala kepada Sekretariat BAP DPD RI sebagai bentuk akuntabilitas publik.

"RDPU hari ini bukan titik akhir, semoga RDPU ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyelesaian konflik agraria yang disampaikan oleh para pengadu  sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang memenuhi rasa keadilan bagi  masyarakat.” kata Abdul Hakim.

Badan Akuntabilitas Publik DPD RI adalah alat kelengkapan DPD RI yang bertugas  menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait korupsi dan maladministrasi yang berkaitan dengan kepentingan daerah, sebagaimana  diamanatkan dalam Peraturan DPD RI Nomor 2 Tahun 2024.

RDP tersebut sebagai bentuk kelanjutan dari persoalan tuntutan warga di daerah Translok, Kecamatan Komodo yang mempersoalkan lahan yang mereka tempati.

Senator muda asal NTT, dr. Maria Caecilia Stevi Harman mengatakan persolan warga harus diselesaikan untuk mendapatkan keadilan.

"Nah itu adalah bagian penting yang perlu diselesaikan dulu karena pengadangan yang terjadi itu berarti kan konflik masyarakat," Kata dokter Stevi. 

Menurutnya, pemberian hak kepada masyarakat translok itu harus dipastikan agat tidak terjadi konflik yang berkepanjangan. Antara warga, pemerintah, dan DPD tetap menginginkan semua hal baik terjadi.

Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi mengatakan sesuai data dan dokumen valid yang dimiliki pemerintah, lokasi Translok itu, sebelumnya pada tahun 1990 diberikan oleh lima tua adat untuk lahan irigasi. 

Dalam perjalanan waktu, di tahun 1993, pemerintah provinsi NTT mengubaj lahan irigasi menjadi lokasi transmigrasi. 

Kemudian sampai saat ini dinamika berlanjut ketika para warga transmigrasi mempersoalkan tanah mereka, dimana tertinggal 65 sertifikat HPL yanh belum dituntaskan. 

“Pemerintah tidak memiliki niat buruk. Tugas kita adalah menyelesaikan persoalan yang diwariskan sejak lama. Ada dua hal yang harus dituntaskan: penerbitan sertifikat bagi 65 warga yang belum terbit, serta penegasan status HPL yang belum terselesaikan,” ujar Edi Endi.

Edi Endi menegaskan komitmennya untuk terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, agar proses penyelesaian dapat mencapai hasil konkret sesuai jadwal yang telah disampaikan pemerintah pusat. (moa) 

Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved