Sumba Timur Terkini
Aliansi Garda Aman Minta Keadilan di DPRD Sumba Timur atas Dugaan Perampasan Tanah Adat
Pasalnya, ada indikasi perampasan tanah adat yang kini telah bersertifikat hak milik, namun bukan atas nama masyarakat Kalawua.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Budiman
POS-KUPANG.COM, WAINGAPU – Aliansi Garda Aman, yang terdiri dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Waingapu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumba Timur, dan masyarakat adat Kabihu Kalawua menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Sumba Timur pada Selasa (28/10/2025).
Ketua GMKI Cabang Waingapu, Umbu Kudu Jangga Kadu menyampaikan bahwa, dalam RDP tersebut mereka meminta kejelasan atas dugaan perampasan tanah adat milik suku Kalawua di Desa Praimadita, Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur.
Atas nama masyarakat Kalawua, mereka menuntut keadilan di hadapan anggota DPRD.
Pasalnya, ada indikasi perampasan tanah adat yang kini telah bersertifikat hak milik, namun bukan atas nama masyarakat Kalawua.
“Dalam RDP ini akhirnya banyak hal yang terbuka untuk diketahui publik. Bahwa ada persoalan di suku Kalawua. Aliansi dan GMKI berkomitmen untuk mendukung proses hukum yang berkeadilan untuk masyarakat Kalawua, agar tanah yang saat ini tempat mereka hidup diberikan kejelasan kira-kira pada siapakah tanah ini harus diberikan,” ujar Umbu Kudu usai RDP.
Baca juga: Bantuan PLN Peduli Dukung Siswa Sumba Timur Raih Kemandirian Lewat Keterampilan Vokasi
Aliansi kata dia, berharap DPRD untuk turun langsung ke lokasi guna mempelajari terhadap dugaan perampasan tanah tersebut.
Sementara itu, Ketua AMAN Sumba Timur, Umbu Pajaru Lombu menjelaskan bahwa, pihaknya meminta DPRD untuk memediasi dan membuka ruang klarifikasi terkait kepemilikan tanah yang diduga diambil sepihak oleh marga Nipa.
“Tetapi kalau marga Nipa juga tidak mau ya sudah kami tetap akan mengikuti. Prinsipnya adalah kami akan mencari keadilan demi kebenaran, bukan kami mencari keadilan demi pembenaran. Poinnya adalah kami akan mengawal terus sampai di mana pun dalam proses hukum,” katanya.
Ia mengatakan, tanah tersebut merupakan tanah masyarakat adat. Namun, tanah tersebut diklaim sepihak dan telah diterbitkan sertifikat tanpa sepengetahuan masyarakat adat Kalawua.
“Lebih tepat sebenarnya ada miskomunikasi di situ. Tidak ada transparansi, itu yang menjadi persoalan utama,” ucapnya.
Ia melanjutkan, masyarakat adat memiliki bukti yaitu melalui sejarah, wilayah adat, hukum adat dan kelembagaan adat sebagaimana yang dipenuhi dalam Permendagri Nomor 52 Tahun 2014.
Selain itu, menurutnya, klaim penasihat hukum yang menyampaikan bahwa mereka sudah memenuhi semua unsur dalam pengajuan sertifikat mulai dari musyawarah bersama dan pertemuan di desa yang dihadiri seluruh masyarakat tidak benar.
“Sebenarnya tidak ada seperti itu. Terbukti marga Kalawua tidak ketahui terkait pengukuran Prona yang ada pada saat itu tahun 2014,” sebutnya. (dim)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.