Manggarai Terkini
Bawaslu Manggarai Peringati Hari Sumpah Pemuda ke-97
Sementara di sisi lain, ancaman pasal-pasal karet dan pembungkaman akun kritis membuat banyak anak muda takut bersuara.
Penulis: Robert Ropo | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Robert Ropo
POS-KUPANG.COM, RUTENG -- Bawaslu Kabupaten Manggarai, peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97 dengan melakukan upacara bersama di halaman Kantor Bawaslu Kabupaten Manggarai, Selasa (28/10/2025).
Upacara itu dipimpin langsung oleh Ketua Bawaslu Manggarai Fortunatus Hamsah Manah. Turut hadir para anggota Bawaslu dan juga Pegawai Sekertariat Bawaslu Kabupaten Manggarai, Tokoh Pemuda, Perwakilan Organisasi Mahasiswa dan undangan lainya.
Momen Hari Sumpah Pemuda ini tidak menjadi lebih dari sekadar seremoni, tetapi menjadi ruang refleksi kebangsaan yang mendalam tentang arah demokrasi Indonesia dan posisi generasi muda di dalamnya.
Ketua Bawaslu Kabupaten Manggarai, Fortunatus Hamsah Manah, dalam amanatnya menyampaikan orasi yang menggugah nalar dan nurani. Ia menegaskan bahwa demokrasi Indonesia tengah menghadapi ancaman regresi, sebagaimana disebutkan dalam kajian Thomas Power (2022) 'Demokrasi Indonesia: Dari Stagnasi ke Regresi”, serta laporan LP3ES (2022) “Demokrasi Tanpa Demos” yang menyoroti lemahnya pelibatan masyarakat dalam praktik demokrasi.
"Mirisnya, kemunduran ini terjadi justru di tengah bonus demografi ketika anak muda menjadi mayoritas. Sebagai generasi penerus, anak muda adalah pihak paling dirugikan dari demokrasi yang kehilangan rohnya,"ujarnya.
Baca juga: Bawaslu Manggarai Gelar Rakor Penguatan Kelembagaan, Simak Pesan Aria Bima
Dalam nada kritis, Fortunatus menyinggung bahwa lembaga-lembaga yang lahir dari demokrasi kini justru sering melakukan praktik yang tidak demokratis. Di parlemen, katanya, proses pembuatan undang-undang kerap mengesampingkan partisipasi publik.
Bahkan, dalam forum resmi, ada anggota DPR yang dengan gamblang menyebut bahwa keputusan pengesahan UU berada di tangan ketua umum partai, bukan di tangan rakyat yang mereka wakili.
"Lalu, apa arti ‘wakil rakyat’ jika suara rakyat tidak lagi menjadi sumber keputusan?," Ujarnya.
Ia juga menyoroti tindakan represif pemerintah terhadap demonstrasi dan kritik publik, yang menimbulkan ketakutan baru di tengah masyarakat.
Sementara itu, di lembaga penegak hukum, maraknya kasus korupsi dan kolusi dengan pengusaha dan penguasa membuat hukum kehilangan wibawa di mata rakyat.
Anak Muda dan Krisis Kepercayaan Demokrasi
Dalam konteks itu, Fortunatus memaparkan hasil survei CSIS (2022) yang menunjukkan penurunan dukungan anak muda terhadap demokrasi, dari 68,5 persen pada 2018 menjadi 63,8 % pada 2022. Lebih mengkhawatirkan lagi, hanya 1,1 % anak muda yang berminat bergabung dengan partai politik — satu-satunya kanal formal untuk melahirkan pemimpin negeri.
"Anak muda banyak, tapi perannya kecil. Mereka seperti buih di samudera: tampak banyak, namun tak punya arah arus yang menentukan,"katanya.
Ia menilai bahwa kebuntuan partisipasi politik anak muda bersumber dari belum adanya kebijakan afirmasi dalam Undang-Undang Partai Politik maupun Pemilu yang memberi ruang bagi generasi muda.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.