Belu Terkini
Per Oktober 2025, Gugatan Cerai di PA Atambua Capai 21 Kasus, Didominasi Faktor Ekonomi
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, lanjutnya, pada tahun 2024 Pengadilan Agama Atambua mencatat 25 perkara perceraian.
Penulis: Agustinus Tanggur | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Agustinus Tanggur
POS-KUPANG.COM, ATAMBUA - Kasus perceraian di wilayah Kabupaten Belu dan Malaka terus menunjukkan tren peningkatan.
Berdasarkan data dari Kantor Pengadilan Agama (PA) Atambua, sejak Januari hingga Oktober 2025 tercatat sebanyak 21 perkara baru yang diajukan oleh pasangan suami istri.
Dari jumlah tersebut, 15 perkara telah diputus, terdiri atas 12 kasus dikabulkan, dua melalui proses mediasi, dan satu perkara ditolak. Sementara enam kasus lainnya masih dalam tahap proses persidangan.
Ketua Pengadilan Agama Atambua, Hafidz Umami, S.H.I., saat ditemui Jumat (10/10/2025) menjelaskan, angka tersebut berpotensi bertambah hingga akhir tahun mengingat masih ada kemungkinan pengajuan perkara baru.
“Tidak menutup kemungkinan hingga Desember nanti jumlah perkara bisa bertambah,” ungkap Hafidz.
Baca juga: Dorong Peningkatan PAD, Pemkab Belu Sediakan Alat Mesin Pertanian untuk Disewakan Mulai 2026
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, lanjutnya, pada tahun 2024 Pengadilan Agama Atambua mencatat 25 perkara perceraian.
"Dari total tersebut, 19 perkara telah diputus, dua ditolak, dan empat berhasil dimediasi. Meski terjadi sedikit penurunan secara kuantitas, namun tren perceraian di Atambua dalam lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan," ungkapnya.
Menurut Hafidz, faktor penyebab utama perceraian di wilayah ini masih didominasi oleh masalah ekonomi dan adanya pihak ketiga, disusul oleh kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) satu atau dua kasus.
“Mayoritas kasus yang masuk berasal dari pihak istri yang menggugat, sekitar 60 hingga 70 persen. Umumnya karena tekanan ekonomi dan hadirnya pihak ketiga dalam hubungan rumah tangga,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hafidz menekankan pentingnya peran aktif semua pihak, baik pemerintah, tokoh agama, dan lembaga lain dalam melakukan sosialisasi serta penyuluhan keluarga di masyarakat.
“Penyuluhan dan pembinaan keluarga perlu terus digalakkan. Membangun rumah tangga bukan hal yang mudah, perlu kesabaran dan komitmen bersama. Tidak ada rumah tangga yang benar-benar sempurna,” ujarnya.
Ia berharap masyarakat yang telah memutuskan untuk berumah tangga dapat lebih menjaga komitmen dan komunikasi, sehingga keluarga bisa harmonis dan bahagia. (gus)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.