TTU Terkini
Dua Dosen Universitas Timor Lolos Hibah Program Hilirisasi Riset Kemendiktisaintek
Dua orang Dosen Universitas Timor (Unimor) diumumkan sebagai penerima Penerima Dana Program Hilirisasi Riset Prioritas
Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Edi Hayong
“Program hibah ini bukan hanya penghargaan terhadap riset kami, tetapi juga tantangan untuk membuktikan bahwa ilmu dapat menjadi solusi konkret bagi masalah gizi di TTU,” kata Emanuel.
Baca juga: Dosen Unimor Gelar PkM di SMP Satu Atap Negeri Maumolo
Sementara itu Dr. Aplonia Pala menjelaskan, data berbeda ditemukan di Desa Oesena. Kasus stunting di Desa Oesena mencapai 25 persen berdasarkan data Bulan Mei 2025. Data ini meningkat dari bulan sebelumnya.
Masalah paling mendasar dari meningkatnya kasus stunting ini yakni intervensi program pemerintah kerap tidak menyentuh akar kultural.
Pemali atau pantangan makanan membatasi perempuan dan anak-anak untuk mengonsumsi gizi penting seperti telur, ikan, dan ayam. Perempuan bahkan harus mematuhi dua lapis pantangan, dari marga asal dan dari marga suami.
Aplonia berupaya mereproduksi narasi ritual pembebasan pemali (Ta’sae Nuni) dan menempatkannya dalam tafsir baru agar relevan dengan penanganan stunting.
Ritual yang dihidupkan kembali ini tidak berhenti pada repetisi, melainkan penafsiran berlapis yang memungkinkan terjadinya fusi horizon antara tradisi adat dan kebutuhan kesehatan anak masa kini.
Transformasi tersebut diwujudkan melalui pembentukan Forum Atoin Amaf. Forum ini merupakan ruang deliberatif yang melibatkan tokoh adat dan masyarakat agar bersama-sama membebaskan pantangan makanan demi generasi baru yang lebih sehat.
Baca juga: Dosen dan Mahasiswa Unimor Beri Pelatihan ke Kelompok Minyak Atsiri Kayu Putih di Desa Humusu TTU
Warga ditempatkan sebagai subjek yang menentukan jalan keluar sendiri. Intervensi ini dijalankan dalam kolaborasi erat dengan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) TTU dan Pemerintah Desa Oesena. Mereka memastikan ritus adat mendapat ruang yang sah dalam desain kebijakan publik.
Intervensi berbasis budaya ini menunjukkan bahwa adat tidak lagi dipandang sebagai “penghalang”, melainkan sebagai kunci untuk membebaskan generasi baru dari belenggu gizi buruk.
Aplonia menuturkan, Forum Atoin Amaf memberi ruang dialog yang menghargai budaya, sehingga intervensi kesehatan bisa diterima dan dijalankan bersama.
Upaya ini juga sejalan dengan Astacita Presiden Prabowo yang menekankan pembangunan dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi, memperkuat pembangunan sumber daya manusia melalui peningkatan gizi dan kesehatan, serta melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk memperkuat produktivitas rakyat.
Dengan pendekatan yang membumi, riset Emanuel dan Aplonia menunjukkan bahwa agenda global maupun nasional dapat dijalankan tanpa harus meninggalkan akar budaya dan konteks lokal. (bbr)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.