NTT Terkini

Akademisi Unwira:Mangkraknya Fasilitas Publik di NTT Cermin Hilangnya Moralitas Pengelolaan Anggaran

Akademisi Unwira, Drs. Mikael Thomas Susu, M.Si sebut mangkraknya Fasilitas Publik di NTT cermin hilangnya moralitas pengelolaan anggaran.

Editor: Adiana Ahmad
POS-KUPANG.COM/HO DOKUMEN PRIBADI
FASILITAS PUBLK MANGKRAK - Drs. Mikael Thomas Susu, M.Si, Akademisi FISIP Universitas Katolik Widya Mandira Kupang. Akademisi Unwira:Mangkraknya Fasilitas Publik di NTT Cermin Hilangnya Moralitas Pengelolaan Anggaran. 

“Pertanyaan dasarnya selalu kembali: apa kemanfaatannya bagi pertumbuhan daya saing daerah dan percepatan kesejahteraan masyarakat? Jika tidak terjawab, maka penataan aset itu sia-sia,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa prinsip good governance tidak hanya bicara soal akuntabilitas dan transparansi, tetapi juga efektivitas, efisiensi, keadilan, dan tanggung jawab untuk kemaslahatan masyarakat.

Namun, prinsip-prinsip itu sejauh ini hanya terdengar indah di pidato-pidato pejabat.

“Akuntabilitas dan transparansi hanya enak didengar, tetapi tidak berimplikasi pada kewajiban moral untuk kemajuan daerah. Laporan-laporan resmi hanya bersifat formalitas,” tegasnya.

Baca juga: Tanggapan Akademisi Unwira Sidang Perdana Prada Lucky Namo

Dampak Nyata: Pemborosan Anggaran dan Hilangnya Kepercayaan Publik

Tomi mengamini bahwa fenomena gedung mangkrak yang tersebar di seluruh NTT—mulai dari kantor pemerintah, sekolah, puskesmas, rumah sakit, embung, pasar hingga terminal telah menimbulkan kerugian besar bagi daerah.

 “Uang negara bernilai miliaran terbuang. Dan publik semakin mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memastikan fasilitas itu benar-benar menjawab kebutuhan daerah,” katanya.

Menurutnya, kondisi ini tidak lepas dari hilangnya moral dan integritas dalam good governance. 

Tanpa kedua hal tersebut, ia menilai pemborosan dan kegagalan yang sama akan terus berulang.

Arah Perbaikan: Manfaatkan Bendungan dan Perkuat Ketahanan Pangan

Dalam pandangannya, NTT sebenarnya mendapat banyak peluang dalam 10 tahun terakhir, seperti hadirnya beberapa bendungan besar serta kawasan wisata super premium Labuan Bajo. 

Namun hal itu tidak akan berdampak signifikan tanpa manajemen yang tepat.

“Fokuslah memaksimalkan manfaat bendungan yang sudah ada. Perkuat irigasi primer, sekunder, tersier. Bangun ketahanan pangan dari tingkat masyarakat,” ujarnya.

Ia menilai, sektor pariwisata memang potensial, tetapi pertanian, peternakan, serta kelautan dan perikanan tetap menjadi penyumbang utama PDRB di provinsi ini.

“Kita jangan hanya bangga berfoto di bendungan Temef, Rotiklot, atau Napunggete. Manfaat ekonomi dan sosialnya yang harus kita kejar,” tegasnya.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved