Wawancara Eksklusif
Bupati Sumba Tengah Paulus SK Limu: Pemimpin di Daerah Termiskin Butuh Panggilan Khusus
Saya mau berbahagia, maka berbagai upaya, usaha dan bagaimana cara melayani untuk Sumba Tengah, kabupaten miskin dan berbahagia.
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM - Bupati Sumba Tengah,Paulus Sekayu Karugu Limu mengatakan, menjadi pemimpin di daerah termiskin butuh panggilan khusus karena tantangan yang dihadapi juga luar biasa.
Seperti apa pangilan khusus yang dimaksud, berikut cuplikan wawancara eksklusif Bupati Sumba Tengah bersama Pos kupang dalam Podcast yang dipandu jurnalis Pos Kupang, Ryan Nong pada Sabtu (8/11/2025).
Bagaimana perasaan Anda pertama kali mampir di studio Pos Kupang?
Kami sangat bergembira dan bahagia. Ini apresiasi yang tinggi diberikan kesempatan di podcast Pos Kupang, ini luar biasa.
Sejak saya menjadi bupati periode pertama tidak pernah ke sini. Puji Tuhan syukur alhamdulillah saya bisa diundang dan bisa bertemu saat ini. Bagi saya ini anugerah berkat, tidak ada yang kebetulan.
Kita tahu Sumba Tengah menjadi salah satu kabupaten termiskin di Indonesia. Di NTT menjadi tiga kabupaten yang juga masuk kategori miskin.
Seperti apa gebrakan yang dilakukan di periode kedua ini untuk mengeluarkan Sumba Tengah dari predikat miskin?
Awal tahun 2018 sampai 2023, Sumba Tengah jumlah penduduknya kurang lebih sekitar 90.000 dan angka kemiskinan di 35 persen sehingga kalau Sumba Tengah adalah kabupaten termiskin, tidak hanya di NTT juga termasuk termiskin di Indonesia dan juga merupakan daerah 3T.
Tantangan luar biasa. Menjadi pemimpin di daerah termiskin daerah 3T butuh panggilan khusus.
Panggilan khusus yang dimaksudkan, harus rela berkorban waktu, tenaga, pikiran, dan semua kehidupan kita dan kita harus datang untuk melayani.
Melayani itu tidak asal melayani, tapi dengan penuh kasih. Karena itulah saya melaksanakan tugas sebagai kepala daerah kurang lebih 5 tahun 2018-2023.
Dari 35 persen angka kemiskinan, saya bisa turunkan menjadi 30 persen sehingga rata-rata 1 tahun 1 persen.
Apa alasan Anda kembali ke Sumba Tengah meninggalkan jabatan inspektur di Provinsi NTT padahal tahu itu daerah termiskin?
John Maxwell, satu pendeta besar di Amerika mengatakan demikian, orang yang sungguh - sungguh berbahagia di dunia ini adalah orang yang berusaha mencari dan menemukan cara melayani.
Saya mau berbahagia, maka berbagai upaya, usaha dan bagaimana cara melayani untuk Sumba Tengah, kabupaten miskin dan berbahagia.
Jadi itu menjadi kebahagiaan tersendiri. Itu menjadi motivasi tersendiri saya menjadi pemimpin di Sumba Tengah.
Sebetulnya saya sudah titik terakhir jadi inspektur, jabatan yang keren juga menantang, tetapi sisa waktu hidup saya, saya harus kembali ke Sumba Tengah, bagaimana berusaha mencari, menemukan cara melayani. Cara melayani itu saya sungguh berbahagia.
Umur berapa ketika memilih kembali ke Sumba?
Saya usia yang ke-50. Menemukan usia emas. Kemudian kita harus pulang kampung untuk melayani masyarakat, untuk melayani kategori masih miskin.
Saya masih miskin, saya tertantang sendiri dan saya mau jadikan hidup ini untuk melayani.
Oleh karena itu program unggulan saya di Sumba Tengah yang pertama antara lain membangun rumah mandiri.
Itu yang periode lama, membangun rumah mandiri teristimewa bagi mereka janda, duda, yatim piatu menjadi prioritas. Bagi saya yang tadi 35 persen itulah saya prioritaskan mereka bangun rumah.
Yang kedua saya siapkan beasiswa untuk orang miskin, lalu ketahanan pangan selama 4 tahun. Lima tahun saya sudah bangun rumah kurang lebih 4.000 unit direalisasikan.
Beasiswa kurang lebih 5 tahun saya sudah realisasikan untuk 3.000 anak. Lalu ketahanan pangan pada zaman itu sempat Bapak Presiden yang ketujuh, Bapak Jokowi ke Sumba Tengah untuk mendukung program ketahan pangan.
Itu yang membantu kami dalam rangka percepatan penurunan angka kemiskinan.
Kenapa sampai Pak Presiden itu memilih Sumba Tengah? Korelasinya seperti apa? Apakah memang ada kedekatan sebelumnya dengan Pak Bupati?
Memang menarik. Sumba Tengah tidak ada apa-apanya. Kabupaten termiskin, kabupaten 3T. Tetapi kepemimpinan Jokowi luar biasa.
Punya hati dan cinta untuk orang miskin dan pada saat itu Bapak Gubernur yaitu Bapak Viktor Laskodat juga punya perhatian yang sama untuk orang miskin.
Minta maaf karena memang kabupaten termiskin Bapak Gubernur Pak Viktor saat itu betul-betul merasa terpanggil untuk melayani semua.
Dengan kedekatan hati baik Bapak Presiden maupun Bapak Gubernur dengan Bupati Sumba Tengah kita satu hati.
Maka kita tidak melihat Sumba Tengahnya tapi melihat sumber daya manusianya yang sangat miskin maka beliau datang di Sumba Tengah.
Dari tiga tokoh itu dengan satu hati membangun Sumba Tengah. Ada support dari pusat sampai daerah.
Tidak melihat Kabupaten Sumba Tengahnya tapi melihat orang yang paling miskin. Tiga hati itu yang terpaut. Kami melihat masyarakat Sumba Tengah dan merasa terpanggil.
Saat ini berapa jumlah orang miskin di Sumba Tengah? Tadi sudah ada penurunan angka kemiskinan sebesar 5 persen di periode pertama?
Desil 1, desil 2, desil 3 itu 8.000. Jumlah jiwanya 24.000. Yang terbanyak itu adalah desil satu kurang lebih 4.000. Jadi masih sangat banyak orang miskin.
Maka target kami untuk 5 tahun ke depan, 2026 sampai 2030 komitmen kami sebagai pemimpin di Sumba Tengah, kami mau menurunkan angka kemiskinan tiap tahunnya 2 persen.
Jadi periode pertama itu sudah terjadi tiap tahun 1 persen. 5 tahun ada penurunan angkanya. 5 persen dan periode kedua kami ingin turunkan setahun 2 persen sehingga 5 tahun menjadi 10 persen
10 Persen apa itu mungkin?
Memang menurunkan angka kemiskinan 1 persen sangat sulit dan semua dialami oleh kepala daerah. Tingkat nasional saja tidak berani.
Tapi kenapa saya harus punya komitmen 2 persen, karena periode pertama saya sudah turunkan tiap tahun 1 persen. Kalau saya kembali menetapkan per tahun 1 persen ya sama saja tidak ada perubahan.
Ngapain saya jadi Bupati periode kedua kalau tidak ada komitmen? Atau dengan kata lain kalau saya mau turunkan 1 persen, tidak perlu saya kerja sama. Biasa-biasa saja 5 tahun selesai.
Bagi saya itu tantangan sekaligus harapan dan harus punya komitmen. Itu baru namanya pemimpin. Kalau hanya 1 persen biasa-biasa saja, lima tahun lalu corona saat itu bisa diturunkan, apa tidak bisa sekarang?
Apalagi Bapak Presiden kita punya komitmen ketahanan pangan. Bapak Gubernur kita sekarang kaitan dengan asta citanya sangat bisa. Baik pusat maupun provinsi sangat mendukung itu dan saya yakin 2 persen bisa dengan konsep desain yang sudah disiapkan.
Sebelum masuk ke desain yang sudah disiapkan, dengan kondisi saat ini yang pasca pelantikan ada efisiensi dari pusat apakah keyakinan itu masih ada ya untuk 10 persen di 5 tahun?
Pertanyaan yang menantang luar biasa. Tahun 2025 ini kami punya anggaran Rp 500 miliar untuk APBD. Tahun 2026 itu akan berkurang menjadi Rp 400 miliar.
Rp 400 miliar itu 70 persen adalah belanja pegawai, hanya tinggal 30 persen untuk belanja pembangunannya dan itu pun juga dikategorikan sudah ada dana kaitan untuk dana pendidikan 20 persen, dana kesehatan 10 persen, dana desa kurang lebih 22 persen.
Nah, itu mandatory maka kurang lebih yang saya bisa optimalkan itu hanya tinggal 50 persenya, tinggal kurang lebih sekitar Rp 50 miliar.
Apakah dengan anggaran yang terbatas bisa tetap menjadi 2 persen?
Tetap 2 persen! Luar biasa. Semakin kecil semakin tertantang. Itulah lahir seorang pemimpin jiwa petarung. Betulkah pemimpin menjadi pelayan?
Kalau normal anggarannya besar,siapapun juga bisa menjadi pemimpin. Tetapi dengan anggaran terbatas itu dibutuhkan pengorbanan. Dibutuhkan orang yan hidup dalam kasih. Kasih itu yang mengikat.
Kasih itu mempersatukan. Kasih itu yang menyempurnakan. Itu yang mendorong kuat. Tanpa itu tidak bisa kita menjadi pemimpin. Maka bagaimana bisa menurunkan angka kemiskian 2 persen itu kita punya pola, kita punya strategi.
Di periode kedua kepemimpinan Anda ada program Pekarangan Pro Oli Mila, maksudnya seperti apa?
Kami di Sumba Tengah sudah keren namanya PK POM. Pekarangan Pro Oli Mila. Itu sebetulnya untuk solidaritas kepada sesama orang miskin dalam bahasa Sumba Tengah.
Solidaritas kepada orang miskin. Bela rasa kepada orang miskin. Kalau pekarangannya memang kembali pada fokus pada kondisi di lingkungan rumahnya. Kenapa pekarangan?
Karena kami sudah bangun rumah mandiri di periode pertama jadi tinggal dilanjutkan.
Kami sudah bangun kurang lebih 4.000 rumah. Tetapi penurunan angka kemiskinan tidak signifikan hanya 1 persen tiap tahun.
Maka kami berpikir, kami analisa, kami refleksikan bahwa kalau hanya membangun rumah mandiri, angka kemiskinan Sumba Tengah tidak akan turun jauh. Kalau orangnya hanya punya rumah tapi tidak makan minum juga tidak akan turun dari kemiskinan. Maka lahirlah Pekarangan Pro Oli Mila.
Karena prinsipnya hitungan kami kemiskinan itu ada 14 indikator dan kaitan dengan desil 1, desil 2, desil 3, bahwa dari 14 indikator itu yang paling menonjol ada dua hal yaitu pendapatannya di bawah Rp 300 ribu itu desil 1, desil 2 di bawah Rp 500 ribu, desil 3 itu di bawah Rp 900 ribu dan yang kedua, mereka tidak punya lapangan pekerjaan.
Dua hal itu yang membuat kami berpikir, kami diskusikan kurang lebih hampir 8 bulan sampai 10 bulan, lahirlah Pekarangan Oli Mila. Hemat kami 14 indikator itu salah satunya adalah rumah harus berlantai semen.
Tujuh indikator kemiskinan itu ada di rumah. Maka kami yakin betul dari 14 indikator ada di rumah, kami ciptakan yang namanya pekarangan Pro Oli Mila.
Salah satu yang menekankan kami bahwa orang miskin itu tidak punya pekerjaan. Maka pekarangan ini pertama kami berikan ikan satu keluarga kurang lebih 4.000 ekor ikan lele. Lalu yang kedua kami berikan bebek.
Satu jantan, 10 betina yang siap bertelur. Yang ketiga, kami kasih kambing, satu jantan, dua betina. Lalu yang keempat kami kasih lahan, mengoptimalkan lahan kurang lebih sekitar 2 are.
Ini empat jenis pekerjaan. Karena prinsip dasarnya orang miskin tidak punya pekerjaan. Tidak punya lahan, tidak punya kebun. Jadi diharapkan dengan memberi stimulus itu akan ada pekerjaan untuk mereka.
Apa alasan di balik empat item yang diberikan ini?
Baik. Konsep mengenai Pekarangan Pro Oli Mila itu pertama, aspek rumah yaitu tujuh indikator tadi dan aspek rumah itu juga lebih banyak kepada pemberdayaan. Nilai rumah Rp 70 juta untuk ukuran 42, cukupkah itu?
Kalau empat orang cukup. Artinya dari sisi pembiayaan apakah cukup? Kalau dari Rp 70 juta sesungguhnya tipe 42 itu rumusan teknis di mana pun di Indonesia bahkan di surga juga harus nilainya Rp150 juta.
Rp150 juta itu tidak bisa. Itu sudah hitungan teknisnya, sudah pres itu, tipe 42 harusnya Rp100 juta. Kami siapkan 70 juta.
Pertanyaannya Rp80 juta dari mana? Karena kami memang membangun rumah kaitan dengan pemberdayaan maka kami berdayakan aspek budayanya yaitu gotong royongnya. Rp 80 juta dari gotong royong, Rp 70 juta dari pemerintah.
Konsep seperti apa gotong royong itu?
Gotong royong ini sesungguhnya tergantung dari pemimpinnya. Mengarahkan swadaya masyarakat, partisipasi masyarakat. Kalau kita pemimpin tidak menggarahkan gotong royong juga tidak mungkin.
Apalagi biayanya lebih besar daripada yang kita siapkan. Lalu yang berikut kaitan dengan rumah. Pemberdayaan rumah ini batu karang mereka punya sendiri, batu cetak mereka punya, kayu, bambu juga mereka punya.
Tukangnya juga dari mereka. Jadi dari konteks lokal setempat sehingga juga ada pemberdayaan-pemberdayaan ekonominya di situ.
Jadi pertumbuhan ekonomi juga sehingga selain tadi rumah yang nilainya 70 juta sesungguhnya itu pemberdayaan gotong royong masyarakat. Memang sangat tergantung seorang pemimpin untuk menggerakkan gotong royong itu.
Bagaimana Anda bisa menggerakkan masyarakat?
Memang untuk gotong royong yang saya coba terapkan kurang lebih sekitar 5 tahun dan sekarang saya sementara laksanakan, misalnya bangun pondasi, kalau istilah di Sumba Tengah, itu juga budaya.
Harus duduk bersama, cerita bersama, jadi ada kumpul- kumpul seperti itu. Saya bilang kalau sudah siap, bupatinya turun ke sana. Saya mau letakkan batu pertama.
Padahal fondasinya belum siap karena bilang bupati turun terpaksa apapun kondisi yang ada di situ masyarakatnya, kepala desa, tokoh masyarakat ramai-ramai. Jangan bikin malu kampung. Terpaksa gotong royong. Cari batu karang, pasir juga, lalu tukangnya pakai mereka yang punya keterampilan.
Kalau kita lihat biaya untuk tukang mungkin pondasinya harus keluarkan kurang lebih sekitar Rp5 - Rp10 juta. Tapi karena gotong royongnya itu nol. Ya.. paling siap makan minum. Begitu juga untuk hal-hal yang bisa dilakukan dengan gotong royong
Memang kalau Sumba Tengah agak unik. Budayanya sangat bagus, solidaritasnya sangat bagus, belarasanya, tinggal pemimpin menggerakkan sehingga Rp 150 juta bisa terpenuhi dengan gotong-royong di Sumba Tengah dan kami sudah sukses periode pertama sudah bangun 4.000 unit dan luar biasa.
Sehingga Rp 50 juta itu bukan masalah, tergantung niat kita, bela rasanya, nilai budaya, kita gerakkan. Mungkin yang lain mau tiru silakan datang belajar di Sumba Tengah dengan nilai bangunan Rp150 juta tapi dengan Rp70 juta bisa diselesaikan.
Keberhasilan program sangat bergantung pada komitmen dan kerja keras para penerima manfaat. Bagaimana sinergi dengan mereka selama ini Pak Bupati?
Sinergi dengan penerima manfaat di Sumba Tengah selama 5 tahun dan sekarang saya sangat dekat ke mereka.Termasuk 4.000 penerima rumah pertama itu, sebelum pekerjaan rumah, saya sudah temui mereka.
Saya tahu mereka punya makan minum, tahu pakaiannya. Saya dekat dengan mereka tidak hanya berdasarkan laporan. Rumah mereka rumah saya juga. Makanan mereka makanan saya juga.
Maka penerima manfaat itu anggap saya punya orang tua, saya punya keluarga, tidak ada jarak sama sekali maka saya bangun betul-betul bukan untuk dipuji, dihormati, tidak. Lahir dari ketulusan, dari niat. Saya rasa bahagia, bangga kalau mereka bahagia.
Saya rasa sangat sengsara kalau mereka tidak bahagia dan membangun rumah itu sarana untuk mencintai, bukan tujuan rumahnya, tetapi bukti cinta kepada saya, kepada mereka.
Efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah pusat apakah mempengaruhi program ini?
Tadi program Oli Mila kita sudah jelaskan mengenai aspek rumah. Aspek kedua yaitu aspek gizi.
Penyelesaian masalah gizi dan stunting salah satu juga yang menjadi prioritas bagi kami. Sehingga aspek kedua adalah aspek gizi, kepemenuhan gizi. Aspek ketiga kaitan dengan pertumbuhan ekonomi, pendapatan.
Kami boleh katakan hitungan kami empat jenis kegiatan ini yaitu ikan lele yang kurang lebih sekitar 4.000 ekor, lalu bebek kurang lebih sekitar 11 ekor, kambing 3 ekor dan hortinya kurang lebih sekitar 2 are.
Bagi kami hitungan bisnisnya masing-masing minimal per bulan itu 1,2 juta. Ketiga, aspek kaitan dengan pendapatan ekonomi. Keempat dari aspek pendidikan. Pendidikan bagi mereka yang betul orang miskin ini kami siapkan beasiswa mulai dari semester 2 sampai selesai dan kami sementara programkan, sekarang ini.
Beasiswa itu per tahun berapa anak?
Tahun 2025 ini ada 300 orang anak tapi tahun depan itu berkisar 500 sampai 1000 orang dan kami prioritaskan mereka yang orang miskin.
Aspek pendidikan di pekarangan POM ini tidak hanya beasiswa, sepatunya, baju seragamnya, topi sama bukunya, tasnya kami siapkan disupport pemerintah daerah bagi mereka yang betul-betul sangat miskin di desil satu.
Kedua, pendidikan juga bagi ibu-ibu karena kita piara bebek, piara ikan, kami ikutkan paket C bagaimana membuat saus, bagaimana membuat kaitan dengan ikan pengasapan bagaimana membuat telur asin dari bebek.
Ini tidak hanya kepada anaknya tetapi kepada juga orangnya kami didik sehingga keluar ijazahnya dari paket C.
Salah satu faktor kemiskinan juga dari tidak pernah mendapatkan pendidikan atau putus sekolah, kami didik lewat itu.
Kalau misalnya barang itu tidak bertambah atau malahan berkurang karena ada satu dua hal bagaimana?
Ini menarik. Pengalaman kami waktu Bapak Jokowi datang ada bawa itik ke Sumba Tengah kurang lebih 20.000 ekor.
Mungkin itik yang naik pesawat hanya di Sumba Tengah karena perhatian Bapak Jokowi sangat tinggi untuk Sumba Tengah. Tapi apa yang terjadi? 20.000 ekor itu 1 bulan selesai. Tidak ada yang dikembangbiakkan.
Dan ini sekarang program kami pekarangan Pro Oli Mila yang langsung saya awasi. Kalau dapat 11 ekor bebek , malam dia potong dua ekor, saya akan ambil kembali 4 ekor.
Kalau di pusat kaitan dengan Undang-Undang perampasan hak, kami ada peraturan mengenai perampasan hak. Jadi sudah diatur. (uzu)
Simak terus artikel POS-KUPANG.COM di Google News
Paulus Sekayu Karugu Limu
Paulus SK Limu
Bupati Sumba Tengah
wawancara eksklusif
Eksklusif
Meaningful
POS-KUPANG.COM
Kabupaten Sumba Tengah
| Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana Sering Ditelepon Presiden Prabowo |
|
|---|
| Terima Tantangan Prabowo, Kepala BGN Ungkap Cerita di Balik Lahirnya Program MBG |
|
|---|
| IoB Dili Timor Leste Balas Kunjungan ke UT Kupang Bangun Kolaborasi Majukan Pendidikan di Dua Negara |
|
|---|
| Bonatua Silalahi Terima Ancaman Saat Mencari Salinan Ijazah Jokowi: Katanya Mau Motong Leher Saya |
|
|---|
| Ade Irfan Pulingan Ungkap Ada Oknum di Balik SK Menkum PPP |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/PODCAST-Bupati-Sumba-Tengah-Paulinus-Limu.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.