Unwira Kupang
Unwira Kupang Gelar Bedah Buku Karya Prof. Yoseph Yapi Taum
Ia menilai, kedua buku tersebut membantu membuka kembali kenangan bersama dan menjadi jembatan rekonsiliasi.
Penulis: Ray Rebon | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Raya Rebon
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang menggelar acara bedah buku yang menghadirkan dua karya terbaru Prof. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum dari PUSDEMA Universitas Sanata DharmaYogyakarta.
Kedua buku karya Prof. Yosepeh itu berjudul Jejak-Jejak Ingatan dan Meraih Cahaya.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Rektor Unwira, Pater Dr. Stefanus Lio, SVD yang berlangsung di Aula Hendrikus, Lantai IV Gedung Rektorat Unwira Penfui Kupang, Rabu (29/10/2025).
Acara tersebut menghadirkan sejumlah penanggap, antara lain Drs. Marianus Kleden, M.Si (Dosen Administrasi Publik Unwira), Augusto Da Costa (FKPTT), dan Hugo Maria Fernandes (Direktur Eksekutif CNCII.P). Kegiatan ini dimoderatori oleh Veronika Boleng, Dosen Administrasi Publik Unwira.
Dalam sambutannya, Rektor Unwira Kupang, Pater Dr. Stefanus Lio, SVD, menyampaikan apresiasinya atas karya Prof. Yoseph yang dianggap mempererat hubungan antara Indonesia dan Timor Leste melalui refleksi kebudayaan dan kemanusiaan.
Baca juga: Tanggapan Akademisi Unwira Sidang Perdana Prada Lucky Namo
"Dua buku ini bukan sekadar ide atau tulisan, melainkan cerminan perjalanan batin dan pencarian makna yang tak pernah berhenti. Setiap halaman mengajak kita menyusuri jejak pengalaman, pergulatan intelektual, dan cinta terhadap manusia serta kebudayaan," ungkap Rektor.
Ia menegaskan, Unwira sebagai lembaga pendidikan percaya bahwa kebudayaan tidak tumbuh di ruang hampa, melainkan hidup dalam kisah, pengalaman, dan perjumpaan manusia.
Pater Stef juga mengapresiasi kolaborasi antara FISIP Unwira, CNCII Timor Leste, dan PUSDEMA Universitas Sanata Dharma yang menurutnya memperlihatkan bahwa pengetahuan sejati lahir dari keterbukaan dan kemauan untuk saling belajar.
Kepada para mahasiswa, Rektor berharap buku-buku ini menjadi undangan untuk merenung, bermimpi, dan menumbuhkan kecintaan pada budaya serta kemanusiaan.
"Menulis bukan sekadar merangkai kata, melainkan menyusun makna dan keberanian menatap ingatan, serta kerendahan hati untuk terus mencari cahaya, betapa pun redupnya," ujarnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum, dalam pemaparannya menuturkan bahwa kedua bukunya lahir dari penelitian selama dua tahun di Timor Leste.
Sebelumnya, ia lebih dahulu melakukan studi mengenai memori kolektif di Kamboja selama sembilan bulan, meneliti tentang ingatan kolektif masyarakat atas kekejaman rezim Pol Pot Khmer Merah.
"Ini bukan menulis sejarah, tetapi menulis tentang memori kolektif. Sejarah mencatat fakta bahwa Timor Leste merdeka, tetapi luka batin dan ingatan tentang kejadian itu harus dibicarakan secara terbuka, jujur, dan berani," jelasnya.
Menurutnya, trauma dan luka batin bukan tamu yang datang dari luar, melainkan bagian yang sudah hidup di dalam masyarakat Timor Leste.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.