NTT Terkini 

Ketika Sirine Berbunyi di Kampung Tou Ndao: Warga Belajar Bertindak Cepat Hadapi Cuaca Ekstrem

Beberapa ibu hamil dipapah keluar rumah, sementara korban luka ringan ditangani di tenda medis darurat yang telah disiapkan.

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO - DOKUMENTASI SIAP SIAGA NTT
RENCANA KONTIJENSI - Pemerintah Kabupaten Rote-Ndao bersama Program SIAP SIAGA NTT menggelar gladi lapangan Rencana Kontinjensi Cuaca Ekstrem, sebuah simulasi untuk menguji sejauh mana kesiapan masyarakat ketika ancaman cuaca buruk benar-benar datang. 

Namun, kampung yang dipisahkan dari kota tua Ba’a oleh sebuah sungai ini hampir selalu diterpa banjir.
“Hampir tiap tahun ada saja rumah warga yang rusak karena banjir. Saat Siklon Seroja, banyak rumah roboh tertimpa pohon kelapa. Hampir seluruh warga mengungsi ke Gereja Betania karena dianggap paling aman dan mudah dijangkau,” tutur Agustinus.

Ia menilai, uji coba seperti ini memberikan pemahaman nyata tentang pentingnya kesiapsiagaan untuk mengurangi risiko korban jiwa.

“Kalau kegiatan seperti ini dilakukan secara rutin, warga pasti akan semakin siap. Kami sangat mengapresiasi BPBD dan SIAP SIAGA NTT yang telah menyiapkan dan melaksanakan kegiatan ini,” katanya.
Meskipun belum semua warga terlibat, ia berharap peserta yang ikut dapat menularkan pengetahuan dan pengalaman kepada warga lainnya.

Bagi warga Namodale, gladi lapangan ini bukan sekadar latihan satu hari. Mereka belajar mengenali risiko, merencanakan jalur evakuasi, dan memahami pentingnya sistem peringatan dini.

“Lebih baik berlatih hari ini daripada panik nanti saat badai datang,” ujar Mama Maria Karwayu (42) selepas simulasi.

Maria mengingat, latihan sebelumnya hanya melibatkan aparat RT, RW, dan Posyandu. Kali ini, keterlibatan warga jauh lebih luas.

“Kalau kejadian sungguh-sungguh, kotong sudah tahu jalan keluarnya, sonde panik lagi. Sudah tahu cara simpan berkas penting dan ke mana harus berkumpul,” katanya.
Ia masih teringat bagaimana saat Siklon Seroja, ia panik dan mengungsi bersama cucunya yang masih bayi karena salah menerima informasi. “Sekarang beta lebih tenang. Walau latihan ini bikin ketawa-ketawa, tapi kami belajar hal penting,” ujarnya.

Ferni Aplugi, seorang penenun yang juga ikut simulasi, menuturkan bahwa keselamatan keluarga jauh lebih penting daripada harta benda.

“Kalau bencana, yang pertama diselamatkan itu anak-anak, bukan barang. Waktu Seroja, saya bawa mama dan anak kecil, yang besar lari sendiri,” katanya.

Bagi Ferni, latihan ini memberi keyakinan dan rasa siap. “Seandainya bencana datang lagi, kami sudah tahu jalurnya. Bukan hanya bantu diri sendiri, tapi bisa bantu orang lain juga.”

Siang itu, setelah warga berkumpul di titik kumpul, evakuasi pun dilakukan. Petugas dari BPBD, BASARNAS, Polsek Lobalain, dan prajurit Kodim 1627 Rote Ndao bekerja sesuai peran masing-masing.

Jalur evakuasi telah disiapkan: dari Pekuburan Letelangga, melewati pertigaan Letelangga, Gereja Katolik Paroki Santo Kristoforus, lalu menuju Lapangan Ba’a dan berakhir di Gereja GMIT Betania Ba’a — tempat yang telah ditetapkan sebagai lokasi evakuasi utama.

Sekitar tujuh puluh warga berhasil dievakuasi dengan tertib. Lokasi ini memang telah menjadi tempat perlindungan bagi warga Namodale dari berbagai agama sejak bencana Siklon Tropis Seroja pada 4–5 April 2021.

Warga yang terluka mendapat perawatan medis, sementara lainnya menata diri untuk beristirahat di gedung gereja.

Pendeta Jois R. Tulle, Ketua Majelis Jemaat Betania Ba’a, menilai simulasi ini penting bagi kesiapsiagaan warga jemaat.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved