NTT Terkini
Prevalensi Rokok di NTT Mengkhawatirkan, Rektor UCB Dorong Gerakan Ubah Perilaku
Menurut Prof. Frans Salesman, prevalensi merokok dan konsumsi alkohol di NTT berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Tari Rahmaniar Ismail
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Tingginya angka prevalensi merokok di NTT membuat Rektor Universitas Citra Bangsa (UCB), Prof. Frans Salesman mendorong lahirnya sebuah gerakan bersama untuk mengubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih sehat.
Menurut Prof. Frans Salesman, prevalensi merokok dan konsumsi alkohol di NTT berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
“Menurut data BPS 2024, prevalensi merokok di NTT mencapai 27,51 persen pada usia di atas 15 tahun. Artinya, dari 100 orang, sekitar 27 orang adalah perokok. Selain itu, prevalensi konsumsi alkohol di NTT sebesar 15,2 persen, menjadikan provinsi ini berada pada peringkat tertinggi nasional,” ujar Frans, Rabu (24/9) saat Workshop Penguatan Program Pengendalian Rokok untuk Kesehatan di Provinsi NTT.
Workshop tersebut digelar bersama Udayana Central dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Wilayah NTT dan digelar di kampus UCB.
“Kebiasaan ini membawa dampak buruk bagi kesehatan, sosial, maupun ekonomi masyarakat. Melalui forum ini, kita berharap lahir sebuah gerakan bersama untuk mengubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih sehat,” ungkapnya.
Ia menambahkan, budaya merokok dan konsumsi alkohol telah menjadi tantangan besar dalam pembangunan sumber daya manusia di NTT.
Baca juga: Universitas Citra Bangsa Gandeng GIZ, Buka Peluang Karier Mahasiswa dan Lulusan ke Jerman
Dr. Benget Saragih, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, mengingatkan persoalan merokok di Indonesia, termasuk di NTT, semakin mendesak untuk ditangani.
“Data menunjukkan bahwa 25 persen penduduk usia di atas 10 tahun di NTT merokok. Ironisnya, sebagian besar memulai pada usia 10–19 tahun, artinya anak-anak usia SD hingga SMA sudah banyak yang menjadi perokok,” ungkap Benget.
Ia menekankan, dampak rokok bukan hanya dirasakan oleh perokok aktif, tetapi juga oleh perokok pasif.
“Survei kesehatan Indonesia 2023 mencatat, 92,9 persen perokok di NTT masih merokok di dalam ruangan. Ini sangat berbahaya, karena anggota keluarga, termasuk anak-anak dan ibu hamil, ikut terpapar risiko penyakit kronis akibat asap rokok,” ujarnya.
Menurutnya, implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), larangan iklan dan promosi rokok, serta edukasi publik harus diperkuat di daerah.
“Pengendalian rokok harus menjadi prioritas bersama agar kualitas sumber daya manusia di NTT meningkat,” tegas Benget.
Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes) dr. M. Subuh, MPPM perlu peningkatan kebijakan daerah terkait pengendalian rokok di NTT.
“Dari 22 kabupaten/kota di NTT, baru 12 yang memiliki Perda Kawasan Tanpa Rokok. Masih ada 10 daerah yang belum memiliki regulasi sama sekali. Padahal, tanpa regulasi yang kuat, upaya pengendalian rokok sulit berjalan efektif,” ungkapnya.
Ia mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat pembentukan regulasi serta memperkuat pengawasan di lapangan.
Akademisi Sarankan Pemerintah Bangun Klinik Sekolah Atasi Rendahnya Kualitas Pendidikan |
![]() |
---|
Empat Balon Rektor Undana Bersaing Paparkan Visi dan Misi |
![]() |
---|
BERITA POPULER- Kepala SDI Lolok Mengundurkan Diri, Penemuan Mayat di TTU, Retret Pejabat di Unhan |
![]() |
---|
Peringati Hari Tani Nasional, Aliansi Masyarakat Menggugat Gelar Demonstrasi di Gedung Gubernur NTT |
![]() |
---|
Poltekkes Kemenkes Kupang Gandeng Stakeholder Perkuat Tata Kelola Unit Usaha |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.