NTT Terkini
Pemberdayaan Perempuan Kampung Bonen Lewat Modul Tenun Berbasis Kearifan Lokal
kegiatan ini lahir dari kepedulian terhadap tradisi menenun yang mulai ditinggalkan generasi muda di Kampung Bonen.
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Sebuah program pengabdian masyarakat bertajuk “Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Kampung Bonen melalui Modul Tenun Berbasis Kearifan Lokal” resmi digelar di Kampung Bonen, Desa Baumata, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang.
Kegiatan ini dipimpin oleh tim Universitas Katolik Widya Mandira ( Unwira ) Kupang bekerja sama dengan Yayasan Ume Halan dan kelompok tenun Pasuklo.
Ketua pengusul program, Meryani Lakapu, menjelaskan bahwa kegiatan ini lahir dari kepedulian terhadap tradisi menenun yang mulai ditinggalkan generasi muda di Kampung Bonen.
“Rata-rata penenun aktif saat ini sudah berusia di atas 50 tahun. Penenun termuda baru 30 tahun. Jika tidak ada regenerasi, keterampilan ini terancam punah,” ungkap Meryani, Sabtu (20/9/2025).
Ia menambahkan, program ini fokus pada penyusunan modul tenun berbasis kearifan lokal yang akan menjadi panduan bagi anak-anak sekolah dasar, remaja, dan anggota komunitas penenun. Modul tersebut memuat teknik dasar menenun, pengenalan alat, pewarnaan alami, serta makna motif khas Bonen.
Baca juga: Fakultas Hukum UGM Pengabdian Masyarakat Unggul di NTT Bersama FH Unwira
“Modul ini tidak hanya untuk belajar teknis menenun, tetapi juga untuk memperkenalkan nilai budaya yang terkandung di dalam setiap motif. Anak-anak perlu tahu bahwa menenun bukan sekadar keterampilan, tetapi bagian dari identitas mereka,” ujar Meryani.
Kampung Bonen sendiri dikenal sebagai desa dengan potensi budaya tinggi, namun aksesnya masih terbatas. Sebagian besar warga bekerja sebagai petani, sementara kegiatan menenun dilakukan secara tradisional oleh perempuan.
Program ini, lanjut Meryani, juga melibatkan mahasiswa Unwira. Mereka berperan dalam pengumpulan data, penyusunan modul, hingga pelatihan dan dokumentasi kegiatan. “Mahasiswa mendapat pengalaman belajar langsung di lapangan, sementara masyarakat mendapat manfaat dari kehadiran mereka,” katanya.
Selain menyusun modul, tim juga menyelenggarakan pelatihan menenun bagi siswa SD Inpres Bonen. Pelatihan ini pun melibatkan kelompok penenun di Kampung Bonen.
“Anak-anak sangat antusias. Mereka mulai mengenal alat tenun dan mencoba teknik dasar. Kami berharap ini jadi langkah awal regenerasi penenun di Bonen,” ujar Meryani.
Kegiatan ini, imbuhnya, secara langsung mendukung pencapaian kesetaraan gender dengan memberdayakan perempuan penenun sebagai subjek utama dalam pengembangan modul dan pelatihan keterampilan tenun berbasis budaya lokal. Perempuan tidak hanya sebagai penerima manfaat, tetapi juga dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program.
Modul ini menjadi sarana pembelajaran dan pelatihan yang memperkuat posisi perempuan sebagai pelaku budaya dan ekonomi desa. Selain itu, keterlibatan anak perempuan dan guru perempuan dalam kegiatan pelatihan juga mendorong inklusi dan kepemimpinan perempuan sejak usia dini.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tenun Pasuklo, Yuliana Sakau, menyampaikan rasa syukur atas kehadiran program ini. Menurutnya, selama ini para penenun bekerja sendiri tanpa panduan tertulis maupun pelatihan khusus.
“Kami menenun hanya berdasarkan pengalaman yang diwariskan lisan dari orang tua. Tidak ada buku atau modul yang bisa jadi pegangan. Dengan adanya modul ini, kami merasa sangat terbantu,” kata Yuliana.
Ia menuturkan, kelompoknya yang beranggotakan 16 penenun kini lebih percaya diri karena mendapatkan pendampingan. “Kami diajari cara memperbaiki presisi motif, menjaga konsistensi warna benang, sampai kerapian hasil tenunan. Hasilnya jauh lebih baik dari sebelumnya,” jelasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.