NTT Terkini 

Demokrat DPRD NTT Sebut Porsi Belanja Modal Pemprov Masih Kecil 

Penurunan terbesar justru terjadi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merosot Rp 149 miliar, sehingga hanya mencapai Rp 1,774 triliun.

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
PANDANGAN FRAKSI DEMOKRAT - Juru Bicara Fraksi Demokrat DPRD NTT, Odylia Selati Kabba saat menyampaikan pandangan Fraksi ketika paripurna bersama Pemerintah Provinsi NTT, Kamis, (11/9/2025). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Fraksi Demokrat DPRD NTT menyebut proporsi belanja modal dalam APBD tahun 2025 masih kecil. 

Menurut Juru Bicara Fraksi Demokrat, Odylia Selati Kabba, APBD bukan sekadar deretan angka, melainkan cermin politik anggaran yang menentukan wajah pembangunan, kesejahteraan rakyat, serta kualitas pelayanan publik di daerah kepulauan yang masih dibayangi kemiskinan ini.

“Proporsi belanja modal masih terlalu kecil, padahal infrastruktur jalan, irigasi, air bersih, dan listrik desa adalah kebutuhan mendesak masyarakat kepulauan,” kata Odylia Kabba, Kamis (11/9/2025) di kantor DPRD NTT

Dia mengatakan, pendapatan daerah pasca perubahan APBD turun signifikan, dari Rp 5,219 triliun menjadi Rp 5,088 triliun. 

Penurunan terbesar justru terjadi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merosot Rp 149 miliar, sehingga hanya mencapai Rp 1,774 triliun.

Baca juga: Gubernur NTT Melki Kaji Kembali Tunjangan DPRD NTT, Transportasi dan Perumahan Rp 41 Miliar


Hal itu merupakan alarm serius. Sebab, ketergantungan fiskal NTT pada transfer pusat masih dominan, sementara potensi lokal di sektor pariwisata, pertanian, perikanan, hingga jasa belum tergarap optimal.

Demokrat, kata dia, menawarkan jalan keluar yakni evaluasi kinerja OPD penghasil PAD, digitalisasi pajak dan retribusi, serta audit independen terhadap BUMD sebelum tambahan modal diberikan. 

"Target PAD harus realistis dan berbasis kajian riil, bukan angka politis semata," katanya. 

Odylia Kabba menyebut, belanja daerah naik Rp 130,98 miliar menjadi Rp 5,187 triliun. Namun, struktur belanja dinilai tidak ideal. Belanja operasi mencapai Rp 4,071 triliun. Meski besar, tetapi rawan tersedot untuk birokrasi, perjalanan dinas, dan honorarium. 

"Sementara belanja modal, yang mestinya menopang pembangunan infrastruktur dasar, hanya Rp 401,3 miliar," tambah Odylia Kabba. 

Selain itu, Pemerintah juga mengalami ketergantungan pada pembiayaan daerah yang defisit dari Rp 163,47 miliar menjadi surplus Rp 99,34 miliar, berkat tambahan penerimaan Rp 262,82 miliar. 

Baca juga: Respons Aspirasi Publik, DPRD NTT Serahkan ke Gubernur untuk Lakukan Evaluasi Tunjangan

"Agar ketergantungan pada pembiayaan non-pendapatan murni tidak menimbulkan risiko fiskal di masa depan," katanya. 

Untuk itu, pihaknya mendorong adanya realokasi belanja, mengarahkan tambahan pada pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan. Demokrat juga menyoroti surplus anggaran yang turun drastis dari Rp 163,47 miliar menjadi Rp 99,34 miliar. Itu sinyal lemahnya disiplin fiskal.

Odylia Kabba mengatakan, alokasi Rp 15 miliar untuk tiga sektor strategis seperti pertanian, perikanan, dan peternakan. Dana ini, hanya akan efektif jika diarahkan secara selektif, produktif, dan berorientasi jangka panjang.

Demokrat, ujar dia, meminta alokasi di sektor pertanian tidak sekadar pengadaan benih dan pupuk. Diperlukan infrastruktur pascapanen seperti gudang penyimpanan dan cold storage agar harga padi, jagung, dan hortikultura stabil.

Demikian juga di sektor perikanan. Pemerintah bisa fokus pada rumput laut, garam rakyat, dan sarana pasca tangkap, dengan jaminan akses pasar dan orientasi ekspor.

Hal yang sama juga berlaku untuk aspek peternakan. Pemerintah bisa melakukan pengembangan ternak sapi dan ayam kampung berbasis klaster usaha, dengan koperasi peternak sebagai pusat penguatan ekonomi rakyat.

“Program tidak boleh hanya seremonial atau bantuan sesaat, tetapi investasi jangka panjang untuk ketahanan pangan, ekonomi lokal, dan pengurangan kemiskinan,” bunyi rekomendasi Demokrat.

Odylia Kabba menegaskan, APBD harus berpihak pada rakyat. Politik anggaran harus hadir bukan hanya untuk menjaga neraca, melainkan untuk menurunkan angka kemiskinan, mengatasi stunting, memperkuat ekonomi lokal, dan memastikan layanan publik yang lebih merata.

“APBD bukan sekadar formalitas administrasi. Ia adalah kontrak sosial antara pemerintah dan rakyat. Karena itu, setiap rupiah harus dipastikan memberi manfaat nyata bagi masyarakat NTT,” ujarnya. (fan) 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved