Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Senin 3 November 2025, "Tinggalkan Mental Do Ut Des"

Masalahnya adalah apa motivasi di balik kebaikan itu? Mengapa seseorang melakukan kebaikan? Pertanyaan itu sulit dijawab karena hal itu menyangkut

Editor: Eflin Rote
Dok. POS-KUPANG.COM
RENUNGAN - RP. John Lewar SVD menyampaikan Renungan Harian Katolik 

Renungan Harian Katolik Suara Pagi
Bersama Pastor John Lewar, SVD
Biara Soverdi St. Yosef Freinademetz
STM Nenuk Atambua Timor – NTT
Senin, 3 November 2025
Martinus de Porres
Bacaan: Rm. 11:29-36; Mzm. 69:30-31,33-34,36-37; Luk. 14:12-14
Warna Liturgi: Hijau

TINGGALKAN MENTAL “DO UT DES”!

Pola pikir Yesus memang lain sama sekali dengan pola pikir kita, manusia yang rapuh tetapi sombong ini. Berbuat baik adalah suatu pekerjaan yang bisa dilakukan oleh siapa saja termasuk seorang penjahat.

Masalahnya adalah apa motivasi di balik kebaikan itu? Mengapa seseorang melakukan kebaikan? Pertanyaan itu sulit dijawab karena hal itu menyangkut isi hati seseorang.

Namun, mungkin bisa kita tebak kalau kita mengetahui kepada siapa perbuatan baik itu ditujukan: Misalnya, memberi suatu hadiah: Bukankah kita biasa memberikan hadiah yang terbaik, berkualitas prima dan cukup mahal harganya kepada atasan atau orang yang kita hormati, sekurang-kurangnya kepada rekan kerja kita?

Apakah hadiah yang sama juga kita berikan kepada misalnya, pembantu atau anak-anak cleaning service? Biasanya kita memberikan hadiah yang kurang begitu berkualitas kepada orang-orang bawahan kita.

Mungkin itu yang disebut “wajar” menurut ukuran kita. Dengan kata lain kita memberi sesuatu atau berbuat baik
kepada orang lain biasanya dengan pamrih agar suatu hari orang itu membalas kebaikan kita juga. Inilah yang disebut mental “do ut des” (saya memberi agar kamu juga memberi). Inilah mental yang selalu mengharapkan pembalasan.

Setiap kali berbuat kebaikan selalu ada pamrih pribadi yang lebih menguntungkan bagi dirinya.Jadi sebenarnya
perbuatan kasih seperti itu kurang tulus dan selalu punya pamrih tertentu! Atau sudah dengan perhitungan bisnis: untung-rugi!

Dalam perikop Injil hari ini, Tuhan Yesus ingin membuka mata dan sekaligus menantang kita agar kita tinggalkan mental “do ut des” itu.

Yesus tahu kebiasaan kita bahwa kalau kita mengadakan pesta atau syukuran yang biasa kita undang adalah atasan atau rekan bisnis atau rekan kantor yang selevel dengan kita. Jarang sekali atau hampir tidak pernah kita adakan suatu pesta khusus untuk orang-orang miskin atau terlantar.

Maka kali ini Yesus ingin menantang kita. Dia mau membalikkan pola pikir kita dengan mengajukan suatu ajakan yang menantang: “Apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta.

Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar” (Luk.14: 13,14).

Yesus menuntut kita untuk membangun relasi berbobot yang didasarkan pada kasih. Kasih itu benar-benar tulus, bila kita sungguh peduli dan tidak bermental “do ut des.”

Kasih itu merupakan keterbukaan hati yang bebas untuk menyapa siapa pun, tanpa pamrih pribadi dan tanpa perhitungkan latar belakangnya serta tidak mengukur “untung atau rugi”.

Orang yang hidup dalam kasih sejati adalah orang yang rendah hati dan rela atau berani “turun status” agar dapat menyapa dan membangun relasi yang dekat dengan mereka yang kurang beruntung atau tersingkirkan.

Yesus sendiri telah memberikan teladan nyata dalam hidup-Nya. Sanggupkah kita mengikuti teladan-Nya? Rasul Paulus dalam Bacaan Pertama menegaskan: “Allah tidak menyesali Kasih karunia dan panggilan-Nya” (Rm.11: 29).

Kemurahan hati adalah keutamaan yang tidak bergantung pada apa pun; ini adalah sebuah pilihan sikap yang datang dari hati yang terdalam.

Bukan karena terdorong oleh orang lain yang bermurah hati kemudian saya tidak mau kalah bermurah hati pula. Murah hati adalah pilihan pribadi karena terdorong oleh kasih yang tulus. Itulah semangat kemurahan hati Allah yang tidak pernah disesali sebab kemurahan hati-Nya itu tanpa syarat apa pun dan juga tanpa pamrih! Apa pun balasan yang diterima dari manusia, tetapi kemurahan hati Allah tidak berubah sama sekali; dan Allah pun tidak pernah menyesal atas sikap KasihNya itu.

Pernyataan Paulus itu mengungkapkan kemurahan hati Allah yang sangat mendalam karena cinta kasih-Nya yang tiada batas kepada manusia, sekali pun manusia sangat mengecewakan Allah! Jika kita sungguh menyadari kelemahan kita, apakah kita punya keberanian untuk merombak sikap mental kita selama ini yang penuh dengan pamrih tertentu? Sanggupkah kita mengakhiri praktek semangat “do ut des” itu? (https://penakatolik.com/3-november-2025)

Doa: Tuhan Yesus yang penuh kasih, kami bersyukur atas sabda-Mu hari ini yang menegur dan menuntun kami untuk meninggalkan sikap hati yang penuh perhitungan dan pamrih. Engkau mengingatkan kami bahwa kasih
sejati tidak mencari imbalan, tetapi memberi dengan tulus, sebagaimana Engkau telah lebih dahulu mengasihi kami tanpa syarat. Ubahkanlah hati agar semakin menyerupai hati-Mu. Ajarlah kami untuk berbuat baik
bukan demi penghargaan atau balasan, melainkan karena cinta yang lahir dari iman. Jadikan kami pribadi yang rendah hati, murah hati, dan peka terhadap mereka yang miskin, tersingkir, dan terlupakan. Semoga melalui
setiap tindakan kasih kami, nama-Mu semakin dimuliakan, kini dan sepanjang segala masa...Amin.

Sahabatku yang terkasih. Selamat Hari Senin. Salam doa dan berkatku untukmu dan keluarga di mana saja berada: Bapa dan Putera dan Roh Kudus...Amin. (Pastor John Lewar SVD)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved