Opini

Opini: Purbaya Antara Promotheus dan Sisyphus

Purbaya muncul sebagai tokoh antagon di kalangan birokrasi yang korup dan menjadi tokoh protagon bagi rakyat yang yang sedang pengap-harap

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI MARSEL ROBOT
Dr. Marsel Robot 

Padahal, genangan air mata rakyat  tidak cukup ditampung dalam angka-angka yang hidup dan berkeliaran di atas buku statistik setebal itu. 

Dugaan saya, Purbaya jatuh dalam godaan kompromi. Ia hanya gulma kecil di pohon purba nepotisme. Mungkin langkahnya hanya akan dikenang seperti percikan kilat sebelum hujan. 

Ia hanya tanda bahwa ada mendung dan bakal hujan. Walau percikan kilat itu hanya cahaya yang mengisyaratkan bahwa memang negara ini sedang dirampok oleh koruptor. 

Tapi, setidaknya, di sela kebobrokan sistem dan korupsi yang merajalela masih ada seberkas cahaya  yang tumbuh dalam kegelapan dan kegelisahan.  

Siapa tahu, percikan kilat itu akan tiba dalam pikiran publik, biar sekadar bertanya, kapan kebohongan ini berlalu? Dan mungkin di kalangan koruptor akan menjawab, jangan biarkan kemesrahan ini cepat belalu.

Purbaya kini berdiri di antara dua sosok yang paradoks. Prometheus dan Sisyphus (mitologi Yunani). 

Di satu sisi, ia tampak seperti Prometheus yang berwatak mesias, nekat mencuri api dari kayangan (api pengetahuan, cahaya kesadaran), ia membagikan kepada rakyatnya yang lama terkurung dalam kegelapan korupsi. 

Sebagai Prometheus, mungkin Purbaya pun tahu bahwa setiap upaya mencuri cahaya dari para dewa kekuasaan pasti berujung pada pengkhianatan yang menyakitkan. 

Ia tahu, bongkahan batu tuduhan, batu pengkhianatan, batu tekanan akan ditimpukan kepadanya. 

Pada sisi lain, ia menjadi Sisyphus, manusia congkak yang dihukum dewa Zeus untuk mengguling batu ke puncak bukit, hanya untuk melihatnya terguling lagi ke lembah hingga ia lelah dalam kesia-siaan itu? 

Apakah perjuangan Purbaya, hanyalah pengulangan tanpa akhir dalam sistem yang telah memaafkan kejahatan dan menerima korupsi sebagai bagian dari kelaziman? 

Apakah ia hanya menggelindingkan batu moralitas ke atas bukit kekuasaan yang licin oleh minyak nepotisme?

Hari-hari ini, Purbaya tampak seperti nabi sekuler. Ia tidak  membawa kitab suci. 

Tetapi karena ia masih percaya pada kejujuran di tengah zaman yang menjadikannya bahan tertawaan. 

Ia mengguncang brankas-brankas keuangan negara, membuka dokumen siluman yang selama ini dianggap tabu, dan dalam gaya yang ringan, ia menerjang kemapanan yang palsu. Nama-nama besar pun tersentak. 

Sumber: Pos Kupang
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved