Opini

MBG: Kualitas Atau Kuantitas Pendidikan

MBG dirancang sebagai instrumen ganda: benahi krisis stunting sekaligus menggerakkan ekonomi lokal melalui pembelian bahan baku dari petani dan UMKM.

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI MAXIMUS ARDIAN DJEO DAE
Maximus Ardian Djeo Dae 

Mengapa negara memperlakukan mereka setara di sekolah, tetapi membiarkan ketimpangan struktural terus menganga di luar tembok sekolah?

Inilah ironi terbesar MBG: program yang dirancang untuk menciptakan kesetaraan justru dapat memicu kesadaran tentang ketidaksetaraan. 

Dan kesadaran semacam itu, jika tidak dikelola dengan bijak, bisa menjadi benih kritik yang lebih besar terhadap sistem.

Pertanyaan yang Tersisa

Pada akhirnya, MBG memaksa kita mengajukan pertanyaan etis dan politis yang lebih besar. 

Apakah program ini benar-benar tentang gizi anak-anak, ataukah lebih pada citra politik? 

Apakah ia dirancang untuk mengatasi masalah struktural, ataukah sekadar menyamarkan kegagalan negara dalam mengelola kesenjangan ekonomi?

Hal yang paling krusial: jika MBG terus berjalan tanpa evaluasi kritis, mungkinkah ia justru menjadi ladang subur bagi korupsi tempat di mana "tikus berdasi" bermain di balik narasi altruisme?

Generasi emas tidak dibangun dengan piring makan siang gratis. Ia dibangun dengan sistem pendidikan yang kokoh, ekonomi yang inklusif, dan negara yang tahu membedakan antara subsidi yang tepat sasaran dan populisme yang mahal. 

MBG, jika tidak segera diperbaiki, berisiko menjadi monumen kegagalan kebijakan sebuah program besar dengan dampak yang kecil, namun beban fiskal yang berat. 

Pertanyaannya kini: apakah kita akan membiarkan hal itu terjadi? (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

 

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved