Opini
MBG: Kualitas Atau Kuantitas Pendidikan
MBG dirancang sebagai instrumen ganda: benahi krisis stunting sekaligus menggerakkan ekonomi lokal melalui pembelian bahan baku dari petani dan UMKM.
Ketika subsidi diberikan tanpa diferensiasi, yang terjadi bukanlah pemerataan kesejahteraan melainkan pemborosan fiskal.
Dana yang seharusnya dapat digunakan untuk memperkuat sistem pendidikan memperbaiki kurikulum, melatih guru, atau membangun infrastruktur sekolah justru habis untuk menyediakan makanan bagi mereka yang tidak memerlukannya.
Lebih jauh, MBG berpotensi menciptakan moral hazard. Ketika negara mengambil alih tanggung jawab orang tua dalam memenuhi gizi anak, apakah ini bukan bentuk lain dari negara paternalistik yang justru melemahkan kemandirian keluarga?
Sekolah Bukan Warung, Siswa Bukan Konsumen
Kritik paling fundamental terhadap MBG adalah tentang esensi pendidikan itu sendiri.
Sekolah adalah ruang produksi pengetahuan, tempat siswa belajar bernalar, berdebat, dan membangun kesadaran kritis.
Ketika fungsi utamanya digeser menjadi penyedia layanan pangan, terjadi reduksi atas misi pendidikan.
Persoalan stunting memang serius. Namun, menyelesaikannya dengan menyajikan makan siang gratis di sekolah adalah pendekatan yang terlalu sempit.
Stunting adalah produk dari kemiskinan struktural, akses sanitasi yang buruk, dan minimnya edukasi gizi di tingkat keluarga.
Mengatasinya membutuhkan intervensi komprehensif, bukan sekadar program katering massal.
Jika tujuan sejatinya adalah mencetak Generasi Emas 2045, maka investasi terbesar harusnya diarahkan pada kualitas pengajaran, bukan pada logistik dapur umum.
Generasi emas tidak lahir dari perut yang kenyang, melainkan dari kepala yang terlatih berpikir.
Gema Revolusi Prancis: Ketika Kelas Sosial Duduk Bersama
Sejarah mencatat bahwa revolusi besar sering kali lahir dari ruang-ruang kecil tempat kelas sosial yang berbeda bertemu.
Di kedai kopi Paris abad ke-18, borjuis dan proletar duduk berdampingan, berdiskusi, dan menemukan kesadaran kolektif tentang ketidakadilan “Ancien Régime”. Dari sanalah Revolusi Prancis dimulai.
MBG, secara tidak sengaja, menciptakan ruang serupa. Ketika anak-anak dari berbagai latar belakang ekonomi makan di meja yang sama, mereka juga mulai melihat kesenjangan di antara mereka.
Pertanyaan kritis mulai muncul: mengapa mereka harus makan makanan yang sama, sementara realitas hidup mereka sangat berbeda?
Maximus Ardian Djeo Dae
MBG
Makan Bergizi Gratis
Prabowo Subianto
Gibran Rakabuming Raka
Opini Pos Kupang
Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira
| Opini: By Product Ikan Berpotensi Menyelamatkan Gizi Masyarakat dan Dompet Peternak |
|
|---|
| Opini: TKA Mendorong Terwujudnya Asesmen yang Obyektif dan Adil |
|
|---|
| Tumhiho: Membangun Kemandirian dan Kehormatan Bangsa |
|
|---|
| Opini: IKK NTT Terendah Ketiga, Harapan atau Tantangan di Tengah Pemangkasan TKD? |
|
|---|
| Opini: Jalan Terjal Menuju Generasi Emas NTT |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Maximus-Ardian-Djeo-Dae.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.