Opini

Opini: Keluarga sebagai Tempat Utama Humanisasi

Anak-anak mulai memberlakukan tubuh mereka sebagai kanvas atau objek nafsu dan bukan sebagai Bait Roh Kudus.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-FOTO BUATAN AI
ILUSTRASI 

Teori-teori ini melihat pemenuhan-diri sebagai tujuan akhir dari formasi subjek. 

Apalagi kemudian berkembang pemikiran yang melihat tradisi dan keluarga sebagai tempat terpeliharanya struktur sosial dan cara pandang yang tidak adil terhadap sesama. 

Marx dan Engels misalnya, melihat keluarga sebagai sarana utama kapitalisme dalam memelihara struktur sosial yang tidak adil. 

Para Marxist melihat tujuan akhir pendidikan adalah konsientisasi dalam dunia yang sepenuhnya dibentuk oleh dominasi superstruktur atas basis. 

Tujuan pendidikan adalah bagaimana seorang memahami tempatnya dalam sejarah dunia, yang akan mendorongnya untuk melawan kapitalisme. 

Banyak feminis radikal yang ‘mengimani’ gagasan pemenuhan-diri sebagai tujuan tertinggi eksistensi manusia, percaya bahwa pernikahan adalah konstruksi patriarkis yang menindas, dan memiliki anak merupakan beban dan halangan dalam menggapai tujuan tersebut. 

Selain pandangan-pandangan tersebut, dari sudut pandang filsafat pun, banyak ahli yang menganggap keluarga bukanlah unit terpenting dalam masyarakat. 

Beberapa teori berkutat hanya pada soal hubungan antara negara-bangsa dan individu. 

Pemikir seperti John Rawls dan para pengikutnya, melihat bahwa dalam soal pendidikan, terutama pendidikan formal, otoritas negara tidak boleh lebih rendah dari otoritas orang tua. 

Walau tidak menyangkal tanggung jawab orang tua dalam pendidikan, para Rawlsian melihat bahwa hak-hak orang tua sangat dibatasi oleh negara. 

Bila terjadi konflik antara negara dan orang tua mengenai hak pendidikan dan tujuan pendidikan, maupun kepentingan terbaik bagi anak-anak, maka suara negaralah yang utama.

Dalam konteks fundamentalisme pasar dan kemajuan teknologi, gagasan Rawlsian tentang peminggiran orang tua dalam pendidikan anak-anak menemukan manifestasi konkretnya. 

Di satu sisi, begitu banyak orang tua disibukkan dan dipisahkan oleh. Hal ini membuat mereka lebih banyak menghabiskan waktu di tempat kerja ketimbang di rumah. 

Dan di sisi lain, sebagai akibatnya, banyak anak menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang lain, baik secara aktual maupun secara artifisial melalui media sosial. 

Bahkan, sudah merupakan hal yang lumrah bagi banyak orang tua yang menjadikan gawai sebagai cara menjauhkan diri dari gangguan anak-anak saat sedang bekerja. 

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved