Opini

Opini: Di Manakah Frans Seda yang Dulu Beken?

Frans Seda sangat layak jadi bandara penyangga utama di NTT dan pulau Flores terutama di kota-kota di Flores bagian Timur.

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI FIDELIS NONG NOGOR
Fidelis Nong Nogor 

Oleh : Fidelis Nong Nogor 
Pelaku Wisata, tinggal di Kota Kupang - Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Maskapai Penerbangan Sriwijaya Air dan NAM Air (Sriwijaya Group) sedang gencar-gencarnya melakukan eskpansi pelayanan ke sejumlah kota di Indonesia Timur. 

Selain menyasar rute ke kota- kota di Sulawesi, Ambon dan Papua, sejumlah rute yang mulai dibidik juga yakni ke Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kurang lebih sebulan belakangan Sriwijaya Air membuka dua rute baru menyinggahi Pulau Terindah di Dunia yaitu Sumba. Rutenya dari Denpasar – Tambolaka dan Denpasar – Waingapu. 

Kedua kota di Pulau Sumba ini terkoneksi setiap hari oleh Maskapai NAM Air Boeing 737-500 dan Sriwijaya Air tipe Boeing 737-800.

Tidak hanya itu, Pulau Sumba kini terlayani secara paripurna dari Denpasar, Surabaya dan Makassar. 

Baca juga: Kehadiran Sriwijaya Air Tekan Harga Tiket Denpasar-Waingapu

Bisa dibayangkan dalam sehari tiga kota besar di Bali, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan ini bisa terkoneksi langsung dari Pulau Sumba.

Pada hari  Senin 6 Oktober 2025, Maskapai penerbangan Sriwijaya Air meresmikan rute baru dari bandara Ngurah Rai Bali ke Bandara Umbu Mehang Kunda, kota Waingapu kabupaten Sumba Timur, Provinsi NTT.

Inagurasi rute Sriwijaya Air ini memastikan konektivitas dari Waingapu Sumba Timur tidak hanya ke kota Denpasar Bali tapi juga penerbangan lanjutan ke Kota Surabaya, Jawa Timur  dan Makassar, Sulawesi Selatan.

Pertanyaannya, kapan maskapai Sriwijaya Air dan NAM Air menghubungkan juga kota pariwisata Denpasar Bali, kota dagang Surabaya dan Makassar ke Bandara Fransiskus Xaverius Seda ( Frans Seda) di Maumere, Ibukota Kabupaten Sikka, Flores bagian Timur? 

Apa perlu bandara inipun dilayani maskapai Sriwijaya Air dan mengkoneksi tiga kota besar ini pula?

Prospek Bandara Frans Seda

Bandara Frans Seda (dulu, Waioti, red) keren dan populer seiring nama besar perintisnya mendiang Frans Seda.

Frans Seda yang adalah tokoh nasional, Menteri Perhubungan tiga era presiden. Pertanyaan lanjutannya tentu seberapa meyakinkan dan potensialkah pasar Bandara Frans Seda Maumere hari-hari ini. 

Apakah bisa mensupplay keterisian seat (kursi) pesawat dari sisi kepentingan/urusan ekonomi, pariwisata dan investasi ketika maskapai  Sriwijaya Air berani membuka akses dari Denpasar, Surabaya atau Makassar ke Frans Seda? 

Adakah peluang rute yang dibuka nanti survive dan atau berkelanjutan? Mari kita bedah!

Pertama, Bandara Frans Seda Maumere dulunya adalah bandara terbesar dan pintu utama ke Flores meski kini telah terhimpit oleh bandara Komodo Labuan Bajo karena jurus ‘titip pukul’ pemerintah pusat menjadikan Labuan Bajo sebagai kota super prioritas, super premium dengan segala lampiran anggaran yang super memadai pula.

Kedua, Frans Seda, dulunya menjadi satu-satunya di Flores bahkan di NTT selain El Tari Kupang yang bisa didarati pesawat berbadan lebar bahkan jenis Boeing 737-900 Lion Air oleh karena bandara ini telah didukung dengan fasilitas, sarana prasarana yang memadai. 

Landasan pacu bandara ini panjang 2.350 meter, lebar 45 meter, apron bisa memuat 5 armada boeing dan propeller. 

Terminal penumpang yang memadai dan bahkan bisa didarati pada malam hari termasuk dalam kondisi emergensi.

Dari sisi kelayakan, Frans Seda sangat layak jadi bandara penyangga utama di NTT dan pulau Flores terutama di kota-kota di Flores bagian Timur.

Ketiga, dari sisi keterisian kursi (load factor) untuk rute ke Denpasar, Surabaya dan Makassar misalnya, sangat mungkin karena posisi Maumere yang sangat strategis.

Bandara Frans Seda bisa mengakomodasi kepentingan tidak hanya masyarakat kabupaten Sikka tetapi juga Kabupaten Flores Timur, Lembata, Ende, Nagekeo, bahkan Ngada yang ingin langsung terbang ke Bali dan kedua kota tersebut.

Keempat, bahwa rute dari dan ke bandara Frans Seda juga bandara sekitar seperti Ende, Larantuka, Lembata dan Soa Ngada hanya bisa dilayani dengan pesawat propeller, sehingga para penumpang harus menyinggahi Bandara El Tari Kupang sebelum ke Denpasar, Surabaya dan atau Makassar.

Kelima, kalau dibuka penerbangan dari dan ke Maumere menggunakan Boeing 737 Sriwijaya Air maka praktis banyak warga dari empat kabupaten tetangga akan memilih terbang lewat Maumere.

Sebab lebih dekat (jalan darat) dan harga tiketnya pasti lebih murah ketimbang harus ke Kota Kupang dengan Wings Air yang rata-rata harga tiket per sektor di atas Rp 1,2 juta/one way.

Keenam, potensi pariwisata dari Flores bagian Timur yang mendunia seperti taman laut Teluk Maumere yang digandrungi para divers dunia, pesona danau Kelimutu Ende, kampung Adat Bena dan alam bawah laut Riung yang menakjubkan. 

Belum lagi aneka kekayaan budaya, sejarah dan destinasi wisata lain menjadi pemicu tingginya minat wisatawan berdatangan dari Bali sebagai pintu pariwisata dunia ke Pulau Flores.

Demikian halnya pesona kota Larantuka sebagai 'Serambi Vatikan', Lembata dengan ritual penangkapan paus yang kesohor itu menjadikan Bandara Frans Seda Maumere  jadi pintu masuk-keluar yang sangat memikat, murah meriah dan menguntungkan dari kepentingan wisatawan dan juga promosi aksesibilitas daerah.

Daya dukung kepariwisataan ini menjadi alasan mengapa para pelaku wisata, tour operator dan komunitas pegiat wisata yang tergabung dalam ASITA, HPI, para pelaku Ekraf, Pengelola Kampung Adat, pengusaha rumah makan, restoran, pegiat sanggar seni dan lain-lain di Flores bagian Timur sering ‘meneriaki butanya mata dan hati’ pemerintah daerah.

'Buta' membaca cetak biru pariwista Flores bagian Timur dan minimnya akses penerbangan ke Bandara Frans Seda Maumere dan Haji  Hassan Aroeboesman Ende dari Pulau Bali yang adalah pintu masuk pariwisata dunia.

Peran Pemda Pentingkah?

Dari berbagai pengalaman dan komunikasi dengan para pihak terutama operator penerbangan, banyak faktor yang turut menentukan layanan penerbangan dari dan ke suatu kota.

Aspek pertama adalah, analisis bisnis dari operator penerbangan terkait kesiapan armada, kondisi eksisting bandara yang mau dituju, prospek pasar, analisis trafik penumpang dari berbagai sumber dan atau armada yang saat ini melayani bandara itu, termasuk siapa kompetitor yang perlu saling mendukung dan atau ‘saling menghancurkan’.

Manakala analisis bisnis ini masuk, maka operator penerbangan akan mengkaji secara cermat sebelum melakukan action plan yakni mendatangi pejabat yang punya otoritas di bandara tujuan bukan untuk menyampaikan niat membuka rute baru tetapi menyajikan data soal prospek dan ajakan untuk kolaborasi dengan satu tujuan mulia “melayani masyarakat”.

Faktor yang ketiga dan turut penting dalam realisasi niat ini adalah political will (kemauan baik) dari pemerintah daerah untuk membangun komunikasi dan kemitraan dengan operator setelah membaca bahwa ada peluang dan kesulitan yang sering dialami tidak saja oleh masyarakat sebagai user tapi juga berbagai urusan pemerintahan dan pembangunan yang sering terhalang karena keterbatasan armada dan atau juga kurangnya frekuensi penerbangan.

Persaingan harga antara maskapai menjadi penting dan wajib dianalisis oleh pejabat pemerintah yang berwenang karena apapun kepentinganya, kemampuan masyarakat dalam mengaskes harga tiket pesawat jangan sampai terbebani karena terlampu tinggi. 

Beda hal dengan pejabat pemerintah yang perjalanan dinasnya selalu menggunakan APBD yang konon tak memperdulikan soal besaran harga tiket pesawat. Berapapun pasti dibeli karena bukan gunakan dana dari kantong pribadinya.

Kalau ini yang terjadi maka penerbangan dari Denpasar, Surabaya, Makassar dan Kupang ke Bandara Frans Seda sebagai pintu masuk utama ke Flores bagian Timur sangat dibutuhkan dan sekaranglah waktunya.

Pemerintah daerah dengan kewenangannya harus mampu membangun komunikasi, negosiasi, kolaborasi dengan para operator penerbangan untuk segera merealisasikan pembukaan rute dari tiga kota yani Denpasar- Surabaya  -Makassar ke Bandara Frans Seda Maumere. 

Soal skema kerjasama akan dengan sendirinya dibicarakan manakala ada niat untuk bertemu dan berdiskusi alias Kulababong dalam bahasa lokal Kabupaten Sikka.

Maaf, pemerintah daerah Kabupaten Sikka oleh banyak pihak juga selama ini dinilai lamban dalam mengambil sikap, menjemput bola dan merealisasaikan janji- janji untuk membuka akses ekonomi, pariwisata, investasi dan berbagai program pembangunan di Maumere, Kabupaten Sikka, sebagai jantungnya Flores, termasuk terbatasnya maskapai yang melayani kota itu.

Pemda Sikka juga jangan terlampu lama merasa “malu hati” dan atau minder dengan kemajuan Labuan Bajo yang kini sudah go internasional. 

Maumere Kabupaten Sikka dan Flores bagian Timur tentu tidak bisa mengejarnya tapi minimal mulai menata diri bahwa Flores itu tidak hanya Labuan Bajo, bukan?

Terakhir, Rute Denpasar- Maumere, Surabaya- Maumere, Makassar – Maumere itu dinantikan banyak masyarakat,  pun lagi dibidik banyak Maskapai bro.

Pemda Sikka ayolah bergegas, ini peluang yang sangat potensial dan harus direbut kembali Bung, karena bicara pariwisata Flores, Maumere gurunya. 

Dan, Bandara Frans Seda Maumere yang sejak lama dibangun oleh tokoh nasional Frans Seda, saya kira terlampau sulit untuk dilupakan dari dulu hingga kini dan selama-lamanya. Amin.

Satu yang pasti dan ini 'bocoran informasi' yang harus jadi gayung bersambut. 

Kabar yang beredar bahwa ada empat armada yang ingin membuka rute penerbangan dari Denpasar, Surabaya dan atau Makassar ke Maumere. 

Keempat armada tersebut  yakni Sriwijaya Air, NAM Air, Fly Jaya dan Wings Air. 

Siapa yang cepat dia yang dapat, pun pemerintah kabupaten Sikka diharapkan tidak “terlampau lama bobo’ melihat masyarakatnya selalu jadi korban mahalnya harga tiket serta jauhnya akses ketika ingin ke Denpasar, Surabaya dan Makassar

Ah Frans Seda, di manakah kamu yang dulu beken itu? (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved