Opini
Opini: Generasi Paruh Waktu, Apakah Fleksibilitas Membentuk atau Merusak Human Capital NTT?
Aksi protes GMKI Kupang bersama Forum Guru R3 NTT, misalnya, secara terbuka menolak skema paruh waktu.
Pekerja penuh waktu saja kerap tak mendapat ‘training & development’ memadai, apalagi pekerja paruh waktu.
Bila pelatihan dikecualikan maka pekerja hanya dianggap “penyumbang jam kerja” - bukan aset pembangunan.
Risiko berikutnya adalah munculnya kelas pekerja temporer. Mereka bekerja hanya untuk bertahan hidup, bukan untuk membangun masa depan.
Status kontrak yang digantung membuat mereka tak berani merencanakan hidup jangka panjang - membeli rumah, menabung pendidikan anak, atau bahkan sekadar berani meminjam di koperasi.
Edy Sutrisno (2011) mengingatkan: “Pengembangan SDM bukan hanya keharusan, tetapi kebutuhan strategis agar organisasi tetap bertahan menghadapi perubahan.”
Jika NTT justru membiarkan paruh waktu tanpa pengembangan, berarti kita sedang menyiapkan organisasi publik yang rapuh menghadapi perubahan.
Lebih jauh, risiko sosial pun mengintai. Migrasi anak muda NTT ke luar daerah bisa makin meningkat.
Mereka melihat pekerjaan paruh waktu di sektor publik tidak cukup menjanjikan, lalu memilih menjadi pekerja migran dengan segala risikonya.
Jika itu yang terjadi, kebijakan PPPK paruh waktu justru mempercepat drainase SDM dari NTT.
Menjawab Klaim Pro-Paruh Waktu
Pihak yang mendukung skema ini sering membawa tiga argumen utama:
Pertama, paruh waktu memberi peluang kerja lebih luas.
Benar, jumlah orang yang direkrut bisa bertambah. Tetapi apakah jumlah itu sepadan dengan kualitas hidup mereka?
Jika gaji dan jaminan sosial tidak mencukupi, maka peluang kerja yang diperluas hanya akan melahirkan lebih banyak orang miskin yang “bekerja resmi.”
Jumlah pekerja naik, tapi angka kerentanan juga ikut melonjak. Kedua, ini strategi sementara sambil menunggu fiskal membaik.
Masalahnya, sejarah menunjukkan “sementara” dalam kebijakan publik Indonesia sering berubah jadi permanen.
John Mozes Hendrik Wadu Neru
human capital
Opini Pos Kupang
gaji guru kontrak
Nusa Tenggara Timur
Pendeta GMIT
Sabu Raijua
Opini: Ageing Population, Keberhasilan atau Tantangan dalam Proses Pembangunan? |
![]() |
---|
Opini - Kasih, Martabat dan Paliatif: Perubahan Baru di Dunia Kesehatan NTT |
![]() |
---|
Opini: Saat Beras Jadi Ketergantungan, Pangan Lokal Bisa Jadi Solusi |
![]() |
---|
Opini: Bahaya Bibliosida |
![]() |
---|
Opini: NTT Darurat Literasi, Dari Seremoni ke Evidensi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.