Opini

Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri?

Anak menolak pakai jaket saat hujan? Silakan, biarkan dia kedinginan sebentar, agar lain kali ia tahu pentingnya menjaga diri. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI ELINDA RIZKASARI
Elinda Rizkasari 

Namun, benarkah dengan membiarkan anak “jatuh”, mereka otomatis akan bangkit lebih kuat? Atau justru kita sedang mempertaruhkan kesehatan mental generasi mendatang?

Kisah Nyata

Mari kita ambil contoh sederhana. Seorang remaja SMP di Semarang menolak bangun pagi meski sudah diingatkan berkali-kali. Alih-alih dimarahi atau dibangunkan berulang kali, orang tuanya membiarkan ia terlambat masuk sekolah. 

Akibatnya, ia mendapat hukuman piket tambahan. Sejak hari itu, ia belajar mengatur alarm sendiri dan tak pernah lagi bangun kesiangan.

Kasus ini menunjukkan bahwa konsekuensi nyata bisa lebih ampuh daripada seribu kata nasihat. Anak belajar bukan dari kata-kata, tetapi dari pengalaman. 

Dalam psikologi perkembangan, ini sejalan dengan teori experiential learning: pengalaman langsung memperkuat pembelajaran lebih daripada instruksi verbal.

Tetapi bayangkan jika yang terjadi adalah konsekuensi yang membahayakan. Anak menolak pakai helm saat naik sepeda motor lalu benar-benar jatuh dan cedera. 

Di sini, jelas orang tua tidak bisa hanya “membiarkan.” Ada garis batas tipis antara konsekuensi yang mendidik dan risiko yang merusak.

Apa Kata Psikolog?

Menurut penelitian dari American Psychological Association (2024), anak-anak yang dididik dengan keseimbangan antara disiplin dan empati cenderung lebih resilient. 

Mereka mampu menghadapi tantangan tanpa kehilangan rasa percaya diri. 
Sebaliknya, anak yang terlalu sering “dibiarkan” tanpa pendampingan emosional berisiko mengalami kecemasan sosial dan merasa kurang dicintai.

Di Indonesia, KPAI mencatat bahwa kasus anak yang mengalami tekanan akademik dan emosional meningkat setiap tahun. 

Tekanan dari sekolah saja sudah cukup berat; jika di rumah anak juga dibiarkan menanggung konsekuensi keras tanpa penyangga kasih sayang, risiko gangguan kesehatan mental makin besar.

Artinya, FAFO parenting tidak bisa diterapkan mentah-mentah. Ia butuh adaptasi sesuai konteks budaya, usia anak, dan kapasitas emosional orang tua.

Parenting Bukan Hitam-Putih

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved