POS-KUPANG.COM - Berdasarkan informasi dari website TOSS TBC terbitan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, negara kita menempati posisi kedua kasus TBC terbanyak di dunia dengan jumlah kasus sebanyak 969.000 pada tahun 2021.
Peningkatan jumlah kasus penyakit ini membuat kita harus menyadari penyebab TBC dan cara mencegahnya.
Untuk Provinsi NTT sejauh ini masih bergelut dengan penyakit TBC atau Tuberkulosis. Hingga September 2024, sebanyak 18 ribu warga di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menderita TBC . Jumlah itu diketahui dari hasil skrining Dinas Kesehatan (Dinkes) NTT.
Baca juga: LIPSUS: TTS Kekurangan Alat Diagnosa TBC, Lonjakan Kasus Semakin Mengkhawatirkan
Sementara menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dr. R. A. Karolina Tahun menjelaskan jumlah kasus Tuberkulosis (TBC) meningkat dari Januari sampai Juli 2025.
Salah satu kendala penanganan TBC di TTS yaitu alat diagnosa cepat TBC hanya enam. Hal ini menyulitkan untuk menjangkau semua wilayah.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, kasus TBC pada tahun 2021 sebanyak 321 kasus. Naik menjadi 574 pada tahun 2022, terus meningkat menjadi 633 tahun 2023.
Dikutip dari prudential.co.id , TBC adalah penyakit yang memengaruhi sistem pernapasan, terutama paru-paru dan disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis atau bakteri TBC. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang penyebarannya melalui udara.
Tuberkulosis menyebar dengan mudah di area yang terdapat banyak orang berkumpul dalam kerumunan atau masyarakatnya tinggal dalam kondisi padat. Orang dengan HIV/AIDS dan orang lain dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular tuberkulosis.
Melihat kondisi ini, dapat kita sebut bahwa TBC adalah penyakit yang mengancam kesehatan bila tidak ditangani lebih lanjut.
Baca juga: LIPSUS: Ibunda Prada Lucky Namo, Saya Hanya Ingin Keadilan
Penyakit ini tentu saja dapat menyebabkan penurunan produktivitas pekerja dan juga bisa mempengaruhi perekonomian warga . Untuk itu, perang melawan TBC harus segera menjadi gerakan bersama.
Pemerintah sebagai otoritas kebijakan kesehatan harus mempunyai strategis khusus yaitu kuratif dan preventif. Tindakan kuratif adalah pemerintah harus secepatnya menemukan semua warga yang sudah tertular TBC sehingga tidak menularkan lagi ke orang lain. Tindakan ini bisa dilakukan dor to dor oleh petugas kesehatan.
Selain harus ada pendampingan melekat pada pasien karena pasien yang sedang menjalani perawatan tidak boleh putus minum obat.
Karena bila terjadi resistensi pada obat, maka proses pengobatan pun akan semakin sulit dan bisa membuat pasien putus asa dan pasrah sehingga tugas menyembuhkan orang dengan TBC ini akan semakin sulit.
Baca juga: Sarah Mboeik Minta Warga Awasi Kemungkinan Bargaining Kasus Prada Lucki Namo
Tindakan selanjutnya adalah preventif yaitu tindakan atau upaya untuk mencegah terjadinya sesuatu, terutama masalah atau kondisi yang tidak diinginkan.
Otoritas kesehatan harus memiliki strategi yang mumpuni untuk mengkampanyekan tentang bahaya TBC.
Bahkan, TBC bukan saja bisa membuat seseorang kehilangan pendapatan tetapi juga bisa kehilangan nyawa. Sasaran pun harus jelas pada mereka yang berisiko tinggi dengan penyakit ini. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS