Opini
Opini: Menata Ulang Tata Kelola Anggaran Daerah, Refleksi dari OBS 2023 dan Temuan BPK NTT
Skor transparansi sebesar 70 dari 100 menandakan bahwa akses masyarakat terhadap dokumen anggaran sangat terbatas.
Musrenbang harus direformasi menjadi forum partisipatif yang inklusif. Diperlukan mekanisme penilaian dan umpan balik terhadap usulan warga, serta keterlibatan CSO, akademisi, dan media dalam penajaman prioritas anggaran.
3. Memperkuat peran dan kapasitas pengawasan DPRD.
Anggota DPRD harus diberi pelatihan rutin mengenai keuangan daerah dan tata kelola anggaran.
Selain itu, dibutuhkan sistem pendukung seperti tim ahli dan komite pengawasan independent untuk mendampingi fungsi pengawasan.
4. Menindaklanjuti temuan audit dengan kebijakan korektif.
Pemda harus menindaklanjuti setiap rekomendasi BPK dengan rencana aksi yang jelas dan terukur.
Evaluasi atas tindak lanjut audit harus dipublikasikan secara terbuka sebagai bentuk akuntabilitas publik.
5. Memanfaatkan teknologi informasi sebagai enabler governance.
Digitalisasi pengelolaan keuangan publik harus diarahkan untuk memperkuat transparansi dan efisiensi, bukan sekadar pelaporan administratif.
Pemanfaatan dashboard anggaran dapat membantu publik memantau secara langsung proses belanja dan capaian kinerja daerah.
Penutup
Transparansi, partisipasi, dan pengawasan adalah tiga elemen utama dalam sistem keuangan daerah yang sehat, dan menjadi variabel utama OBS oleh terhadap 125 negara setiap dua tahun sekali.
Ketika ketiganya lemah, maka yang lahir bukan pembangunan yang merata, tetapi ketimpangan, inefisiensi, dan pemborosan sumber daya.
Lebih mengkwatirkan lagi, asimetri informasi, adverse selection, moral hazard dan prilaku korup juga akan menjadi sebuah celah yang tidak terdeteksi dan dikendalikan.
Temuan BPK Perwkilan Provinsi NTT (2023) dan skor buruk Indonesia dalam OBS 2023 bukan sekadar catatan statistik, melainkan alarm keras bahwa tata kelola anggaran kita perlu ditata ulang.
Momentum ini harus digunakan untuk melakukan koreksi arah dari tata kelola yang tertutup dan elitis, menuju sistem yang inklusif, terbuka, dan bertanggung jawab kepada publik.
Karena sejatinya, APBD adalah dana publik. Setiap rupiah keuangan Negara-daerah harus memberikan kontribusi pembangunan masyarakat di daerah serta dapat dipertanggungjawabkan secara jelas.
Hal tersebut mencerminkan etika pemerintahan dalam melayani rakyat guna mewujudkan good government governance. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.