Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Kamis 14 Agustus 2025, "Tuhanku Penuh Pengampunan"

Berbagai cara sudah diupayakan untuk pengobatannya, namun penyakitnya tak kunjung sembuh. Maka atas persetujuan dirinya dan keluarga

Editor: Eflin Rote
YOUTUBE SUARA PAGI RENUNGAN HARIAN KATOLIK
RP. John Lewar SVD 

Renungan Harian Katolik Suara Pagi
Bersama Pastor John Lewar SVD
Biara Soverdi St. Yosef Freinademetz
STM Nenuk Atambua Timor – NTT
Kamis, 14 Agustus 2025
Peringatan Wajib St. Maksimilianus Maria Kolbe
Yos. 3:7-10a;11:13-17; Mzm. 114:1-2,3-4,5-6; Mat. 18:21-19:1
Warna Liturgi Merah

"Tuhanku Penuh Pengampunan"

Sebuah kisah nyata. Ada seorang bapak paruh baya, menderita penyakit leukimia atau kanker darah dalam masa yang cukup lama. Bapak ini divonis oleh dokter bahwa hidupnya hanya akan bertahan hingga dua bulan ke depan saja.

Berbagai cara sudah diupayakan untuk pengobatannya, namun penyakitnya tak kunjung sembuh. Maka atas persetujuan dirinya dan keluarga, bapak ini memutuskan untuk cangkok sum sum tulang belakang.

Hari yang ditentukan itu pun tiba. Sebelum menjalani operasi, diadakan pemeriksaan terakhir. Ada sesuatu yang aneh dijumpai oleh tim dokter. Mereka tidak menemukan tanda-tanda sakit yang diderita oleh pasien.

Setelah pengecekan darah dan lain sebagainya, kondisi bapak ini ditemukan baik. Ia berangsur pulih dan membaik hanya semalam saja dalam hitungan jam. Karena bingung dan tidak percaya, dokter yang
menanganinya ini bertanya kepadanya, “Apa yang terjadi tadi malam? Apa yang bapak telah lakukan? Adakah yang bapak minum sehingga bapak bisa berangsur pulih hanya dalam semalam saja?”

Bapak itu menjawab, “Saya tidak meminum apapun dokter. Yang saya lakukan semalam hanyalah mengampuni seseorang yang bersalah kepadaku. Saya menyadari sakit yang paling parah saya derita sebenarnya bukanlah sakit fisik melainkan rasa dendam puluhan tahun yang telah saya pendam. Itulah penyakit terberat saya.

Semalam saya juga memohon ampun pada Tuhan atas rasa dendam yang selama ini saya simpan”. Dokter itu kemudian pergi dan dalam diam ia memuji kebesaran Tuhan(RD. Hendrik Palimbo, Toraja).

Dalam injil Matius 18:21-19:1 hari ini, Yesus mengajar kita untuk mengampuni. Petrus bertanya kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat.18:21-22).

Kita tahu angka tujuh dalam pikiran orang Yahudi adalah angka yang sempurna. Allah memberkati hari ketujuh dan menjadikannya hari Sabat (Kej.2:2-3). Dengan menyebut angka tujuh kali dalam mengampuni, Petrus hendak menunjukkan kepada Yesus betapa dia sudah murah hati kepada sesama.

Tetapi sungguh mengagetkan jawaban Yesus. Ia berkata bahwa mengampuni itu bukan hanya tujuh kali tetapi tujuh puluh kali tujuh kali. Yesus hendak menegaskan kepada Petrus bahwa mengampuni itu bukan sejauh kita mampu, tetapi mengampuni itu adalah panggilan hidup sebagai murid Yesus.

Tuhan itu penuh pengampunan. Dalam peristiwa penyaliban, di hadapan para prajurit yang memukul, mencambuk, menghina dan menghujat dia. Yesus bersabda, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk.23:34). Yesus menunjukkan betapa besar kasih-Nya kepada mereka, tetapi mereka belum dapat menyadarinya.

Cinta dibalas dengan pengkhianatan. Namun demikian, kasih Yesus tetap kepada umat-Nya. Cinta Yesus ini yang mau kita teladani setiap hari. Kita dipanggil untuk mengampuni dengan penuh sikap rendah hati. Mengapa demikian? Sebab mengampuni itu tidak mudah. Mengampuni seseorang karena melakukan kekeliruan kecil barangkali masih bisa dengan mudah dilakukan.

Tetapi apabila seseorang telah melakukan pelanggaran besar kepada kita, maka kita akan jauh lebih sulit untuk melakukannya.

Tidak ada yang sempurna. Tidak ada keluarga yang selalu sempurna; tidak ada komunitas yang selalu sempurna. Baik suami-istri, anak, pimpinan komunitas dan beserta anggota; pimpinan perusahaan, karyawan dan lain sebagainya juga tidak selalu sempurna. Kita semua membawa serta dalam diri potensi untuk berbuat baik dan potensi berbuat jahat.

Pengampunan mengajarkan kepada kita pada tindakan kasih yang menyembuhkan baik secara jasmani, mental dan spiritual.

Rasa dendam justru membuat kita memelihara penyakit psikis akibat kemarahan yang terus kita bawa tanpa kita sadari akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.

Mengampuni sesama yang bersalah kepada kita adalah suatu tindakan menyembuhkan diri sendiri bahkah
melahirkan kehidupan baru yang membawa rasa gembira dan sukacita.

Tuhan yang telah mengampuni segala dosa dan kesalahan kita mengajak kita untuk menjadi agen penyalur kasih-Nya melalui cara-cara kita setiap hari menebarkan kasih melalui pengampunan. Allah itu Kasih,
Allah itu suka mengampuni. 

Doa: Ya Allah Bapa yang maha Pengasih dan penyayang, semoga dengan kekuatan ilahi-Mu, aku mampu saling mengampuni dan hidup rukun sebagai saudara baik dalam keluarga, komunitas, Gereja dan masyarakat.
Amin.

Sahabatku yang terkasih. Selamat Hari Kamis Pekan Biasa XIX. Salam doa dan berkatku untukmu dan keluarga di mana saja berada: Bapa dan Putera dan Roh Kudus...Amin. (Pastor John Lewar SVD)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved