Opini

Opini: Krisis Batasan Domain Leviathan dan Tuhan

Karena itu, negara harus hadir sebagai Leviathan yang memiliki kekuasaan yang mutlak dan terpusat.

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-FOTO ILUSTRASI BUATAN AI
ILUSTRASI 

Negara, dari kata “status/statum” dalam bahasa Latin yang berarti keadaan, posisi atau kondisi. Dengan demikian, kata status berarti keadaan yang tegak dan tetap. 

Negara merupakan organisasi pokok dari sebuah kekuasaan politik sekaligus alat bagi masyarakat dalam memperoleh rasa aman dan mewujudkan kesejahteraan. 

Negara hadir untuk mengatur hubungan antar-manusia sekaligus menjamin tercapainya tujuan bersama. 

Dalam konteks Indonesia, negara memiliki tanggung jawab dasar sebagaimana tertera dalam UUD 1945, yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Beberapa pandangan yang umumnya melihat hubungan agama dan negara, diantaranya: pertama, paradigma integralistik ( Unified Paradigm). 

Secara umum konsep ini menyebut kesatuan yang seimbang dari berbagai entitias. 

Setiap entitas memiliki perbedaan yang bukan bertujuan untuk memisahkan dari entitas yang lain, melainkan saling melengkapi dan bersatu. 

Dalam pandangan integralistik, agama dan negara adalah satu. Negara selain sebagai lembaga politik juga sebagai lembaga agama

Paradigma ini memiliki kemiripan dengan konsep teokrasi. De jure, Indonesia tidak menganut konsep integralistik maupun teokrasi. 

Namun dalam banyak kasus orang menggunakan ayat atau ajaran eksklusif agama tertentu sebagai reverensi dalam berpolitik. 

Kedua, paradigma sekularistik (Secularistic Paradigm). Dalam pandangan ini, agama dan negara diberi pemisahan yang lebih kental. 

Negara dilihat sebagai komunitas dunia yang mengurus hubungan antar-manusia. 

Sebaliknya, agama mengurus hubungan antara manusia dengan Tuhan. Dengan demikian, dari kacamata sekularistik, praktik keterlibatan agama dalam aktivitas politik di sebuah negara merupakan sesuatu yang aneh dan abnormal.    

Ketiga, paradigma simbiotik (Symbiotic Paradigm). Paradigma ini  menitikberatkan relasi saling menguntungkan dari dua entitas yang berbeda. 

Dalam konteks negara dan agama, kehadiran keduanya saling memerlukan dan melengkapi. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved