NTT Terkini 

Tingginya Kekerasan Perempuan dan Anak di NTT, Dalam Lima Bulan Ada 558 Kasus

Program ini diharapkan mampu meningkatkan kemandirian ekonomi perempuan dan menurunkan risiko kekerasan dalam rumah tangga.

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/TARI RAHMANIAR ISMAIL
KEKERASAN SEKSUAL - Suasana kegiatan Sosialisasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada Kamis (24/7/2025). 

Laporan reporter POS-KUPANG. COM, Tari Rahmaniar

POS-KUPANG.COM, KUPANG – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih tergolong tinggi dan menjadi perhatian serius berbagai pihak. 

Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) milik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI mencatat total 558 kasus terjadi di NTT dalam kurun waktu Januari hingga Mei 2025.

Rinciannya, terdapat 230 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa, dengan bentuk kekerasan terbanyak adalah kekerasan psikis sebanyak 134 korban, disusul kekerasan fisik (76 korban) dan kekerasan seksual (30 korban). 

Kelompok usia yang paling banyak menjadi korban adalah usia 25–44 tahun, yakni sebanyak 145 orang. 

Baca juga: DPRD NTT Minta Polri Perhatikan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Sementara itu, kasus kekerasan terhadap anak mencapai 261 kasus dengan jumlah korban sebanyak 297 anak, terdiri dari 103 anak laki-laki dan 194 anak perempuan.

Jenis kekerasan yang paling banyak dialami anak-anak adalah kekerasan seksual (145 korban),diikuti kekerasan psikis (115 korban). Kelompok usia yang paling rentan adalah anak-anak usia 13–17 tahun (138 anak)dan usia 6–12 tahun (103 anak).

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3P2KB) Provinsi NTT Ruth D. Laiskodat menyampaikan bahwa pemicu utama kekerasan adalah persoalan ekonomi. 

Dalam rangka menekan angka kekerasan, pemerintah daerah mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan melalui program “One Village One Product (OVO)” yang diinisiasi oleh Gubernur Melki Laka Lena dan Wakil Gubernur Joni Asadoma.

"Sebanyak 113 produk pangan olahan dari kelompok perempuan saat ini sedang dalam proses perizinan Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT), dan 65 produk di antaranya telah mendapatkan izin," ujarnya pada kegiatan Sosialisasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada Kamis (24/7/2025). 

Program ini diharapkan mampu meningkatkan kemandirian ekonomi perempuan dan menurunkan risiko kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam kegiatan sosialisasi UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), para peserta diajak memahami pentingnya sinergi lintas sektor dalam penanganan kasus kekerasan.
 
Sosialisasi yang menghadirkan dua narasumber ahli ini yaitu AKP Fridinari D. Kameo dan LBH APIK NTT Ansy Damaria Rihi menegaskan bahwa pemahaman masyarakat terhadap UU TPKS serta keberanian korban untuk melapor merupakan kunci utama dalam menekan kekerasan.

"Korban kekerasan seringkali tidak melapor karena rasa takut, malu, atau tekanan. Padahal dengan melapor, mereka menjadi pahlawan bagi korban lain. Semakin banyak yang berani melapor, semakin besar kemungkinan pelaku dihukum dan kasus serupa dicegah," ujar Kepala Bidang Perlindungan Perempuan DP3P2KB NTT.

Data UPTD PPA Provinsi NTT menunjukkan peningkatan laporan kekerasan. Jika pada tahun 2023 rata-rata kasus yang masuk adalah 26 per bulan, maka tahun 2024 naik menjadi 33 kasus, dan hingga pertengahan tahun 2025 telah mencapai 48 kasus per bulan. 

Berbagai kasus kekerasan yang dilaporkan sangat kompleks dan memprihatinkan. Salah satu kasus mencuat adalah kekerasan seksual oleh seorang guru terhadap 26 murid kelas 6 SD di daerah Sabu Raijua. Kasus lain yang mengundang keprihatinan adalah pelaku berusia 21 tahun yang mencabuli tiga anak, salah satunya berusia 3 tahun.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved