Opini
Opini: Hela Keta, Model Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Relasi Budaya Timor
Pertanyaannya, apakah mungkin kita membangun model kepemimpinan pendidikan yang lebih manusiawi dan kontekstual?
Kedua, Distributed Leadership (Spillane, 2006): Kepemimpinan dibagi, tidak dimonopoli oleh satu orang saja.
Ketiga, Transformational Leadership (Bass & Avolio, 1994): Pemimpin memotivasi dan membentuk karakter komunitas, bukan sekadar mengelola teknis.
Namun, perbedaannya adalah Hela Keta bersumber dari akar budaya lokal Timor.
Ia lahir dari praktik sosial turun-temurun yang sudah terbukti menjaga harmoni komunitas selama ratusan tahun.
Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Hela Keta di Sekolah
Jika nilai-nilai Hela Keta diintegrasikan ke dalam kepemimpinan pendidikan, maka kepala sekolah tidak lagi menjadi semata-mata manajer birokrasi, tetapi pemimpin relasi sosial di sekolah. Berikut beberapa implikasi praktisnya.
1. Relasi Timbal Balik dan Solidaritas
Dalam Hela Keta, tidak ada pihak yang lebih tinggi atau lebih rendah. Hela dan Keta saling membutuhkan.
Hal ini menjadi inspirasi bagi kepala sekolah untuk membangun relasi sejajar dengan guru, staf, siswa, dan orang tua.
Kepemimpinan yang partisipatif dan berbasis solidaritas akan menciptakan suasana sekolah yang harmonis dan kolaboratif.
2. Gotong Royong sebagai Budaya Kerja
Seperti Hela dan Keta yang saling membantu saat pesta atau duka, kepala sekolah perlu mendorong budaya gotong royong di sekolah.
Program-program seperti kerja bakti, kelas inspirasi, atau pertemuan komite sekolah bisa menjadi ruang untuk memperkuat kebersamaan dan rasa memiliki terhadap sekolah.
3. Dialog dan Musyawarah dalam Pengambilan Keputusan
Dalam adat Timor, keputusan penting selalu diambil melalui musyawarah. Semua pihak diberi ruang bicara, tidak ada yang ditinggalkan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.