Opini
Opini - Menyikapi Kesepakatan Terbaru Indonesia dan Amerika Serikat
Indonesia dan Amerika Serikat telah menyetujui kesepakatan tarif impor perdagangan.
Oleh: Micha Snoverson Ratu Rihi
Staf Pengajar di Politeknik Pertanian Negeri Kupang
POS-KUPANG.COM - Indonesia dan Amerika Serikat telah menyetujui kesepakatan tarif impor perdagangan di mana Presiden Prabowo Subianto di sela-sela kunjungannya ke luar negeri telah melakukan kesepakatan dengan Presiden Amerika Serikat, Doland Trump beberapa hari yang lalu.
Kesepakatan itu adalah Amerika Serikat akan mengenakan tarif impor 19 persen atas produk Indonesia (sebelumnya 32 persen ), sementara Indonesia akan membebaskan tarif impor (0 persen ) atas produk dari AS.
Apakah bentuk perjanjian dagang tersebut menguntungkan bagi kedua negara dalam jangka panjang atau hanya akan lebih menguntungkan satu negara saja?.
Berikut analisis implikasi dan siapa yang diuntungkan/dirugikan dari kesepakatan ini:
Implikasi bagi Indonesia.
Implikasi atau dampak dari perjanjian itu bagi Indonesia adalah:
1). Terjadinya potensi kerugian ekonomi. Dalam hal ini, produk-produk Indonesia menjadi kurang kompetitif di pasar AS karena terkena tarif 19 persen , yang membuat harganya menjadi lebih mahal dibanding produk dari negara lain. Dan ekspor Indonesia ke AS kemungkinan menurun karena turunnya permintaan atas produk yang menjadi lebih mahal bagi konsumen AS.
2). Defisit neraca perdagangan. Dalam kesepakatan itu, Indonesia tidak mengenakan tarif apa pun atas barang dari AS, maka impor dari AS bisa meningkat secara signifikan dan hal ini dapat menyebabkan defisit neraca perdagangan dengan AS, yaitu impor lebih besar dari ekspor. Indonesia juga akan kehilangan devisa dari tarif impor atas barang yang berasal dari Amerika Serikat.
3). Tekanan terhadap industri dalam negeri. Barang-barang AS (yang mungkin lebih murah atau berkualitas tinggi) akan membanjiri pasar Indonesia, yang bisa mengancam daya saing industri lokal jika tidak ada proteksi sama sekali.
4). Potensi keuntungan (jangka pendek) bagi konsumen. Konsumen Indonesia mungkin menikmati harga barang dari AS yang lebih murah (karena tidak dikenai tarif) tetapi ini tidak sebanding dengan kerugian jangka panjang terhadap industri dan keseimbangan perdagangan.
Implikasi bagi Amerika Serikat
Impilkasi bagi Amerika Serikat dari kesepakatan itu adalah: 1). Keuntungan perdagangan. AS bisa menjual lebih banyak barang ke Indonesia tanpa dikenai tarif, artinya ekspor AS ke Indonesia bisa meningkat dan produk Indonesia menjadi mahal di pasar AS, sehingga industri dalam negeri AS lebih terlindungi dari persaingan barang impor asal Indonesia.
2). Perlindungan industri lokal. Dengan tarif 19 persen , industri dalam negeri AS memiliki kelebihan harga kompetitif dibanding produk dari Indonesia.
3) Neraca perdagangan surplus. Karena ekspor AS meningkat dan impor dari Indonesia turun, AS bisa mengalami surplus perdagangan dengan Indonesia.
Siapa yang Diuntungkan dan Dirugikan?
Amerika Serikat akan menjadi negara yang diuntungkan dalam kesepakatan perdagangan tersebut karena mendapat akses bebas ke pasar Indonesia tanpa balasan yang setara.
Produk AS akan lebih kompetitif di Indonesia, sementara produk Indonesia dibatasi di AS. Sedangkan Indonesia akan menderita kerugian ekspor akibat tarif tinggi, dan tidak mendapatkan perlindungan atas produk lokal dari banjirnya impor AS.
Kesepakatan tersebut secara sepihak lebih menguntungkan Amerika Serikat dan merugikan Indonesia baik dari sisi ekspor, neraca perdagangan, maupun keberlangsungan industri lokal.
Dalam dunia perdagangan internasional, prinsip "resiprositas" (timbal balik) penting untuk menjaga keseimbangan dan keadilan.
Kesepakatan ini tampaknya tidak mencerminkan prinsip itu. Jika ini adalah kesepakatan awal (misalnya dalam konteks diplomasi atau permintaan akses pasar), Indonesia perlu segera menegosiasikan kembali agar terjadi tarif timbal balik atau akses istimewa tertentu ke pasar AS sebagai kompensasi.
Agar kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat tersebut ke depan dapat menguntungkan kedua negara (bersifat fair, seimbang, dan saling menguntungkan), berikut beberapa saran strategis yang bisa diambil oleh Indonesia dalam proses renegosiasi atau penyesuaian kebijakan:
1). Terapkan prinsip resiprositas (timbal balik). Indonesia sebaiknya menuntut perlakuan yang setara, yaitu: jika Amerika Serikat mengenakan tarif 19 % atas produk Indonesia, maka Indonesia juga berhak mengenakan tarif serupa atas produk dari AS.
Hal ini akan meningkatkan posisi tawar Indonesia, menjaga keseimbangan dalam neraca perdagangan, dan melindungi industri dalam negeri dari persaingan tidak sehat.
2). Negosiasikan penurunan tarif AS cecara bertahap. Indonesia bisa menawarkan pembebasan tarif untuk produk AS secara bertahap, hanya jika AS menurunkan tarifnya atas produk Indonesia secara bertahap juga.
Misalnya, tahun pertama 19 % , lalu turun menjadi 15 % , 10 % , hingga 0?lam kurun waktu 5 tahun. Tujuannya untuk memberi waktu bagi produsen Indonesia untuk beradaptasi dan meningkatkan daya saing dan mendorong pertumbuhan ekspor Indonesia secara berkelanjutan.
3). Tentukan daftar produk prioritas bebas tarif. Daripada pembebasan tarif atas semua barang dari AS, Indonesia bisa menetapkan daftar terbatas produk strategis dari AS (misalnya kedelai, pesawat terbang, alat kesehatan, teknologi pendidikan, atau bahan baku industri) yang bebas tarif.
Sebaliknya, produk konsumsi dan barang yang bisa diproduksi dalam negeri (misalnya produk pertanian, makanan, tekstil) tetap dikenai tarif. Ini akan melindungi industri lokal Indonesia dari kerugian dan konsumen Indonesia tetap mendapat manfaat dari impor teknologi.
4). Minta akses pasar dan perlindungan non-tarif di AS. Indonesia harus menuntut agar produk ekspornya diberikan akses pasar seluas-luasnya di AS dan dilindungi dari hambatan non-tarif seperti pembatasan kuota, standar teknis yang ketat, atau pajak tersembunyi.
Misalnya produk UMKM, tekstil, furnitur, dan hasil pertanian dari Indonesia bisa masuk pasar AS lebih mudah dan AS memberi kuota khusus atau potongan tarif pada produk ramah lingkungan atau berkelanjutan dari Indonesia.
5). Bentuk komite bersama untuk monitoring dan evaluasi.. Misalnya komite bersama Indonesia-AS untuk mengevaluasi dampak kesepakatan secara berkala (misal tiap 6 bulan atau 1 tahun) dan menyusun langkah korektif jika terjadi ketimpangan.
Tujuannya agar kesepakatan tetap fleksibel dan dapat disesuaikan dengan perkembangan ekonomi kedua negara.Kesepakatan dagang yang hanya menguntungkan satu pihak akan menciptakan ketidakadilan dan ketegangan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, Indonesia harus bersikap proaktif dan tegas dalam menjaga kepentingan nasional, tanpa menutup diri terhadap kerja sama dagang yang sehat dan saling menguntungkan.
Kalimat kunci untuk diplomasi Indonesia dapat menggunakan: "Indonesia siap membuka akses pasar seluas-luasnya bagi produk AS, selama ada kesetaraan akses pasar dan perlakuan yang adil bagi produk Indonesia di Amerika Serikat." (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.