Opini

Opini: Wajah Pendidikan yang Retak, Refleksi Filosofis Tentang Pungutan dan Penyelewengan

Fenomena ini, bukanlah hal baru dan menjadi bukti nyata bagaimana moralitas dalam pendidikan telah terdegradasi. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Daniel Tonu 

Contoh konkret dapat dilihat dalam praktik pungutan dan penyelewengan dana di sejumlah sekolah di NTT yang akhir-akhir ini diberitakan oleh media massa, misalnya. 

Orang tua siswa dipaksa membayar biaya tidak resmi demi mendapatkan fasilitas atau status tertentu sehingga anak-anak yang tidak memiliki sumber daya sama sekali terpinggirkan.

Selain pungutan, bentuk lain dari penyelewengan juga sangat merusak wajah pendidikan. 

Penyelewengan ini berupa penyalahgunaan dana BOS, dana komite sekolah dan nepotisme yang merajalela. 

Ketika dana yang semestinya digunakan untuk meningkatkan fasilitas dan kualitas pengajaran disalahgunakan, maka fasilitas belajar mengajar menjadi terbengkalai, guru kehilangan motivasi, dan siswa akhirnya menanggung dampaknya.

Pendidikan yang berkualitas tidak hanya bergantung pada kurikulum atau metode mengajar, tetapi juga pada integritas dan transparansi pengelolaan sumber daya. 

Ketika penyelewengan merajalela, akan terjadi disfungsi sistem pendidikan yang secara konsekuen merugikan generasi penerus bangsa. 

Misalnya, laporan investigasi media menunjukkan korupsi anggaran pendidikan yang mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya, yang mengakibatkan rusaknya infrastruktur sekolah dan minimnya pengadaan buku serta alat belajar yang memadai.

Menyelam ke dalam dimensi pendidikan melalui kacamata filsafat moral dan sosial, retaknya wajah pendidikan akibat praktik pungutan dan penyelewengan menjadi cerminan kegagalan etika kolektif yang mendalam. 

Dalam kerangka pemikiran Immanuel Kant, tindakan moral harus berlandaskan pada prinsip universal yang mampu berlaku konsisten dan tanpa kontradiksi bila diadopsi oleh seluruh umat manusia. 

Oleh karenanya, praktik pungutan liar dan penyelewengan secara gamblang melanggar prinsip-prinsip universal tentang keadilan dan kejujuran, sehingga mencerminkan keruntuhan normatif yang menggerogoti fondasi moral lembaga pendidikan.

Selain itu pendidikan sebagai wahana sosial, memikul tanggung jawab yang bersifat kolektif dalam merawat dan menumbuhkan benih-benih moralitas serta kebajikan di tengah masyarakat. 

Ketika sistem pendidikan kehilangan arah dalam menjalankan peran suci ini, maka terbitlah krisis kepercayaan yang mendalam dari jiwa-jiwa masyarakat. 

Pendidikan pun tidak lagi dijulang sebagai 'kuil pengetahuan' yang sakral dan mencerahkan, melainkan berubah wajah menjadi ladang kelam penuh korupsi dan ketidakadilan, yang pada akhirnya memperkeruh jurang ketimpangan sosial yang ada.

Berbagai kasus nyata mengenai pungutan dan penyalahgunaan dana sekolah di NTT telah menjadi perhatian serius. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved