Opini
Opini: Kalau Bangga Bayar Belis, Harus Malu Cucu Otak Setengah
Dalam berbagai komunitas adat di NTT, belis bisa mencapai belasan hingga puluhan ekor sapi sebagai simbol penghormatan dan nilai perempuan.
Oleh: Jermi Haning
Warga Nusa Tenggara Timur, tinggal di Rote Ndao
POS-KUPANG.COM - Di berbagai pelosok Nusa Tenggara Timur ( NTT), stunting - kondisi gagal tumbuh-kembang kronis pada anak—masih belum dianggap persoalan serius.
Padahal, data SSGI 2022 menunjukkan bahwa angka stunting di NTT mencapai 32,0 persen, tertinggi secara nasional, jauh di atas ambang batas 20 persen yang ditetapkan WHO.
Namun karena stunting kerap disamakan dengan "anak pendek", banyak orang menganggapnya wajar: “Nah, kita semua juga pendek, toh bae-bae sa.”
Belis Mahal, Tapi Gizi Murah?
Di sisi lain, masyarakat justru sangat serius soal belis atau maskawin.
Dalam berbagai komunitas adat di NTT, belis bisa mencapai belasan hingga puluhan ekor sapi sebagai simbol penghormatan dan nilai perempuan.
Baca juga: Opini: Stunting Itu Tak Terlihat Tapi Menghancurkan NTT
Tapi kejanggalan muncul saat cucu yang lahir dari perempuan dengan belis puluhan sapi itu justru makan seadanya — bahkan hanya mie instan, tanpa protein hewani, tanpa susu, tanpa perhatian gizi selama kehamilan dan menyusui.
Harga belis mahal, tapi makanan keluarga justru murah. Bangga bayar belis, tapi lupa tanggung jawab setelahnya.
Dari Anak Pendek ke Anak Otak Setengah
Tulisan ini tidak bermaksud merendahkan adat atau menolak tradisi. Justru sebaliknya, belis semestinya dimaknai sebagai komitmen sosial jangka panjang, bukan hanya kebanggaan sesaat.
Sebab stunting bukan hanya soal tubuh pendek. WHO menyebut bahwa anak stunting mengalami penyusutan volume otak hingga 20–30 persen, yang berdampak langsung pada rendahnya kemampuan berpikir, belajar, dan produktivitas.
Di Timor dan sebagian wilayah NTT, orang biasa menyindir dengan istilah “otak setengah” bagi mereka yang dianggap kurang cerdas.
Ironisnya, kini kita tahu itu bukan sekadar ejekan, tapi fakta medis.
Kalau bangga bayar belis belasan sapi, maka harus malu kalau cucu tumbuh jadi anak stunting berotak setengah.
Opini: Mohon Tenang Sedang Pemilihan Rektor Undana |
![]() |
---|
Opini: Kasus Eks Kapolres Ngada Cacat Hukum atau Cacat Nurani? |
![]() |
---|
Opini: Menolak Normalisasi Eksploitasi Anak Dalam Kasus Mantan Kapolres Ngada |
![]() |
---|
Opini: Mauponggo Terendam, Bencana Banjir di Luar Musim Hujan |
![]() |
---|
Opini: Didik Anak Bukan untuk Nilai Tapi untuk Hidup |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.