Opini

Opini: Filsafat Ulang Tahun di Era Instan, Antara Lilin dan Kesadaran Eksistensial

Ulang tahun telah menjadi ritual yang nyaris otomatis dalam budaya modern—sebuah kebiasaan yang terus dilakukan tanpa jeda reflektif. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-FOTO BUATAN AI
ILUSTRASI 

Ia tetap dijalankan, bahkan dirayakan dengan gegap gempita, tetapi kehilangan daya reflektif yang dahulu menyertainya.

Dalam masyarakat kontemporer, ulang tahun menjadi ritual sosial yang terstandarisasi. 

Ada pola yang diulang terus-menerus: dekorasi, ucapan, pesta kejutan, unggahan media sosial, hingga “throwback” digital. 

Semua tampak meriah di permukaan, namun ketika ditelisik lebih dalam, sering kali tak menyisakan ruang untuk keheningan dan kesadaran eksistensial. 

Ulang tahun menjadi penanda waktu tanpa kesadaran waktu. Ia menjadi pertunjukan, bukan permenungan.

Jean Baudrillard, dalam Simulacra and Simulation (1981), menyatakan bahwa masyarakat pascamodern hidup dalam dunia simulakra—sebuah tatanan realitas buatan yang menggantikan realitas itu sendiri. 

Ia menulis, “We live in a world where there is more and more information, and less and less meaning.” 

Dalam konteks ulang tahun, ini berarti bahwa perayaan semakin kaya secara visual dan simbolik, namun semakin miskin makna. 

Kita merayakan bukan karena menyadari pentingnya eksistensi, tetapi karena budaya menuntut kita untuk tampil merayakan.

Media sosial memperparah kondisi ini. Ucapan ulang tahun yang dulu ditulis dengan tangan dan penuh perenungan, kini berganti menjadi template instan atau story 15 detik. 

Kita mengirim dan menerima ucapan karena “sudah waktunya”, bukan karena sungguh terhubung secara batin.

Bahkan perayaan ulang tahun sendiri menjadi konten: kita menyiapkannya bukan untuk mengalami momen itu, tetapi untuk membagikannya. 

Seperti kata Guy Debord dalam The Society of the Spectacle, kita hidup dalam masyarakat di mana representasi telah menggantikan pengalaman.

Kehidupan berubah menjadi tontonan, dan ulang tahun adalah salah satu panggung utamanya.

Lebih dari itu, budaya instan telah membentuk kesadaran baru yang cenderung menghindari kedalaman. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved