Opini
Opini: Filsafat Ulang Tahun di Era Instan, Antara Lilin dan Kesadaran Eksistensial
Ulang tahun telah menjadi ritual yang nyaris otomatis dalam budaya modern—sebuah kebiasaan yang terus dilakukan tanpa jeda reflektif.
Oleh: Bernabas Unab
Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang
POS-KUPANG.COM - Setiap tahun, manusia merayakan hari ulang tahunnya. Lilin dinyalakan, kue dipotong, ucapan berdatangan, dan foto-foto tersebar di media sosial.
Semua tampak meriah, penuh suka cita, seolah hidup sedang benar-benar dirayakan.
Namun di balik keriuhan itu, muncul satu pertanyaan sunyi yang kerap luput dari perhatian: apa yang sebenarnya sedang dirayakan?
Ulang tahun telah menjadi ritual yang nyaris otomatis dalam budaya modern—sebuah kebiasaan yang terus dilakukan tanpa jeda reflektif.
Dalam dunia yang serba cepat dan instan, perayaan inipun terjebak dalam kedangkalan simbolik: kita sibuk merancang pesta, memikirkan dekorasi dan unggahan terbaik, namun lupa untuk hadir secara sadar dalam diri kita sendiri.
Kita hidup di era di mana kecepatan mengalahkan kedalaman, dan instan mengaburkan makna.

Maka tidak mengherankan jika ulang tahun, yang sejatinya bisa menjadi momen eksistensial, justru tergelincir menjadi simulasi kebahagiaan.
Lilin yang seharusnya menyala sebagai tanda kesadaran hidup, berubah menjadi aksesori yang wajib hadir demi estetika foto.
Di sinilah filsafat perlu kembali berbicara. Ulang tahun bukan hanya peristiwa sosial, tetapi juga peristiwa eksistensial.
Ia menyentuh dimensi terdalam dari keberadaan: waktu, kesadaran, makna, dan kematian.
Esai ini hendak menggali ulang tahun bukan sekadar sebagai perayaan usia, tetapi sebagai ruang renung di mana manusia diajak untuk bertanya secara jujur kepada dirinya sendiri: Sudahkah aku sungguh hidup?
Ulang Tahun sebagai Ritus Kosong di Era Instan
Di era yang ditandai oleh kecepatan, efisiensi, dan kepuasan instan, ulang tahun telah mengalami pergeseran makna yang signifikan.
Dari yang semula merupakan momen kontemplatif akan keberadaan—sebuah titik dalam lingkaran waktu di mana manusia diajak untuk menyadari kefanaannya—ulang tahun kini lebih menyerupai sebuah ritus kosong.
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.