Erupsi Gunung Lewotobi
Kisah Nakes, Setia Merawat Pasien di Bawah Teror Erupsi Gunung Lewotobi
Fasilitas pelayanan kesehatan yang dekat dengan Gunung Lewotobi Laki-laki itu berjalan dalam teror letusan eksplosif
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Paul Kabelen
POS-KUPANG.COM, LARANTUKA- Antrean pasien mengular panjang di Puskesmas Boru, Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, NTT, Senin (7/7/25) pagi.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang dekat dengan Gunung Lewotobi Laki-laki itu berjalan dalam teror letusan eksplosif.
Pasien yang datang mengeluh pusing, mual, demam, gatal-gatal, bahkan muntah-muntah. Sejak erupsi berkepanjangan hampir 2 tahun terakhir, warga lebih rentan terserang penyakit.
Seorang perawat, Maria Theresa Mukin (43), tampak sibuk. Ia dan tenaga kesehatan (nekes) Puskesmas Boru juga penyintas korban erupsi.
Mereka tetap pasang badan demi kesembuhan pasiennya. Ikhtiar ini menunjukkan pelayanan tanpa batas terhadap sesama penyintas.
Baca juga: WNA Asal Belanda Abadikan Erupsi Lewotobi Kapolda Puji Tim Biddokkes Polda NTT
Atap gedung rawat inap Unit Gawat Darurat (UGD) serta sebagian besar ruangan kini rusak akibat erupsi. Akibat kerusakan prasarana, tiga orang pasien akhirnya dipindahkan ke ruangan rawat jalan.
Saat pelayanan sedang berjalan normal, nakes dan pasien dikejutkan dengan dentuman kuat. Lewotobi Laki-kaki kembali murka.
Suasana di Puskesmas Boru seketika mencekam. Letusan pukul 11.05 Wita yang mengguncang disertai gemuruh hebat itu menyemburkan asap hingga 18.000 meter di atas puncak kawah.
Theresa yang panik berusaha tegar. Ia dan rekan-rekannya menenangkan pasien yang ketakutan. Mereka juga mencegah beberapa orang yang nekat keluar ruangan di tengah guyuran material kerikil.
Theresa lalu duduk di samping dua pasien rawat inap yang tak berhenti merintih khawatir. Atap seng dikoyak kerikil. Material seukuran jempol yang terbang dari radius 7 kilometer itu merangsek hingga teras puskesmas. Material abu bahkan melanda hingga ratusan kilometer ke arah barat Pulau Flores.
Baca juga: 24 Penerbangan dari Bandara Ngurah Rai Bali Dibatalkan Imbas Erupsi Lewotobi NTT
"Keadaan jadi gelap, hujan kerikil hantam seng, semua orang panik, kami semua berlindung di dalam ruangan," ujar Theresa, saat ditemui pada Senin (7/7/2025).
Guncangan saat Lewotobi Laki-laki meletus eksplosif sudah lima kali terjadi. Perasaan trauma akan letusan dahsyat pada tanggal 7 November 2024 yang menewaskan 9 warga belum seutuhnya lekang dari ingatan.
Mereka saling menguatkan sembari berdoa memohon perlindungan. Hujan kerikil selama 15 menit akhirnya berhenti. Tidak ada yang terluka. Semuanya selamat dari bencana.
Nakes Terserang Ispa
Risiko bahaya selalu membayangi saat mereka melaksanakan tugas. Puskesmas Boru terpaut jarak sekira tujuh kilometer selalu dilanda abu setiap kali erupsi.
Bangunan Puskesmas Boru masih dikepung abu vulkanik sejak awal erupsi 23 Desember 2023 hingga Juli 2025.
Baca juga: Penerbangan Bandara Frans Sales Lega Ruteng Tetap Normal, Meski Erupsi Lewotobi dan Ile Lewotolok
Menjadi nakes di kawasan rawan bencana Gunung Lewotobi Laki-laki bukanlah pekerjaan mudah. Selain diancam letusan eksplosif, para nakes juga rentan terserang penyakit, seperti infeksi saluran pernapasan akut (Ispa).
Saat menderita sakit, beban pekerjaan semakin berat. Nakes juga manusia. Demi menyehatkan masyarakat, mereka tetap menjangkau wilayah yang terisolasi akibat banjir lahar dingin, seperti saat ke Desa Hewa, Desa Pantai Oa, Desa Ojan Detun, dan Desa Waiula.
Kepala Puskesmas (Kapus) Boru, Andrea Maria Andriana Masni, mengatakan paparan vulkanik tebal menyebabkan 170 orang, termasuk para nakes terserang ispa. Mereka dirawat sesama nakes sebagai pasien BPJS, kemudian diijinkan beristirahat hingga pulih.
"Setiap saat mereka bersentuhan dengan abu, baik di rumah hingga puskesmas. Beberapa nakes kami juga kena ispa. Abu erupsi kali ini tebal sekali, orang-orang rentan sakit," katanya.
Nakes yang bertugas di Puskesmas Boru umumnya warga Desa Boru, Desa Pululera, Desa Boru Kedang, dan sekitarnya. Mereka tidak mengungsi karena tempatnya diklaim cukup aman dari lontaran batu dan guguran awan panas.
Baca juga: Wagub NTT Minta Warga Patuhi Imbauan Pemerintah soal Erupsi Lewotobi Laki-laki
Perhatian nakes juga tertuju kepada anak-anak beresiko stunting dan gizi buruk di pos-pos pengungsian terpusat maupun mandiri. Seperti di Pos Lapangan (Poslap) Desa Konga, Poslap Kobasoma, Poslap Bokang Wolomatang, dan hunian sementara (Huntara).
"Untuk masyarakat di sekitar gunung tetapi tidak diungsikan (Pemerintah) juga disiapkan nakes. Pelayanan tetap berjalan maksimal,"ujar Masni.
POS-KUPANG.COM beberapa kali melihat perawat Puskesmas Boru mengunjungi para pengungsi, khususnya saat pemberian asupan makanan bergizi bagi anak-anak stunting agar menunjang tumbuh kembang mereka. Giat di pengungsian itu tidak luput dari pemberitaan.
Puskesmas Boru ke posko pengungsian di Kecamatan Titehena sekitar 18 kilometer dan ditempuh sekitar 20 menit.
Waktu sebenarnya lebih singkat, namun kondisi jalan yang penuh dengan pasir mengharuskan mereka agar tak buru-buru. Namun, ancaman letusan Gunung Lewotobi Laki-laki selama perjalanan membuat nyawa merinding.
Baca juga: Satu Rumah Contoh untuk Tunatetra Korban Erupsi Lewotobi Rampung Dibangun
Di tengah perjalanan, tepatnya Dulipali-Nobo, nakes akan melewati zona merah dengan jarak 3 kilometer dari pusat erupsi. Luncuran awan seringkali mengarah ke Jalan Trans Flores itu. Beberapa dari mereka pernah terjebak erupsi saat hendak pulang ke Puskesmas Boru.
Pasien mengapresiasi kerja keras para nakes Puskesmas Boru yang setia merawat pasien sesama penyintas. Pasien BPJS juga senang karena tanggungan biaya pengobatan gratis hingga mereka sehat kembali.
"Pelayanannya sungguh luar biasa. Berobat di sini gratis, saya tentu bersyukur bisa menjadi peserta BPJS," Ujar Regina Bare (56), penyintas asal Desa Hokeng Jaya.
Regina adalah salah satu dari 282.830 peserta BPJS di Kabupaten Flores Timur. Dia mengaku dipermudah saat mengakses kesehatan gratis, baik di puskesmas maupun rumah sakit.
"Saya mengakui dedikasi semua tim medis di sana (Puskesmas Boru). Sama-sama korban bencana, tetapi mereka bekerja siang dan malam demi semua pasien," katanya.
Berdasarkan data dari BPJS Maumere, jaminan kesehatan bagi Flores Timur mencapai 97.57 persen. Jumlah ini juga mencapuk penyintas korban erupsi yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, termasuk nakes Puskesmas Boru.
Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Flores Timur, Fredy Moat Aeng, yang mewakili Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, menaruh hormat kepada nakes yang setia merawat pasien di bawah teror erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.
"Mereka orang-orang tangguh, sesama korban bencana yang menjadi garda terdepan dalam melakukan pelayanan bagi pasien, terutama ke sesama penyintas korban erupsi," ucapnya.(CBL)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.