Erupsi Gunung Lewotobi

Kisah Nakes, Setia Merawat Pasien di Bawah Teror Erupsi Gunung Lewotobi

Fasilitas pelayanan kesehatan yang dekat dengan Gunung Lewotobi Laki-laki itu berjalan dalam teror letusan eksplosif

Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/PAUL KABELEN
LAYANI PASIEN- Sejumlah pasien penyintas korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-kaki saat  mendapatkan pelayanan dari nakes di Puskesmas Boru, Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Selasa, 15 Juli 2025. 

Risiko bahaya selalu membayangi saat mereka melaksanakan tugas. Puskesmas Boru terpaut jarak sekira tujuh kilometer selalu dilanda abu setiap kali erupsi.

Bangunan Puskesmas Boru masih dikepung abu vulkanik sejak awal erupsi 23 Desember 2023 hingga Juli 2025.

Baca juga: Penerbangan Bandara Frans Sales Lega Ruteng Tetap Normal, Meski Erupsi Lewotobi dan Ile Lewotolok

Menjadi nakes di kawasan rawan bencana Gunung Lewotobi Laki-laki bukanlah pekerjaan mudah. Selain diancam letusan eksplosif, para nakes juga rentan terserang penyakit, seperti infeksi saluran pernapasan akut (Ispa).

Saat menderita sakit, beban pekerjaan semakin berat. Nakes juga manusia. Demi menyehatkan masyarakat, mereka tetap menjangkau wilayah yang terisolasi akibat banjir lahar dingin, seperti saat ke Desa Hewa, Desa Pantai Oa, Desa Ojan Detun, dan Desa Waiula.

Kepala Puskesmas (Kapus) Boru, Andrea Maria Andriana Masni, mengatakan paparan vulkanik tebal menyebabkan 170 orang, termasuk para nakes terserang ispa. Mereka dirawat sesama nakes sebagai pasien BPJS, kemudian diijinkan beristirahat hingga pulih.

"Setiap saat mereka bersentuhan dengan abu, baik di rumah hingga puskesmas. Beberapa nakes kami juga kena ispa. Abu erupsi kali ini tebal sekali, orang-orang rentan sakit," katanya.

Nakes yang bertugas di Puskesmas Boru umumnya warga Desa Boru, Desa Pululera, Desa Boru Kedang, dan sekitarnya. Mereka tidak mengungsi karena tempatnya diklaim cukup aman dari lontaran batu dan guguran awan panas.

Baca juga: Wagub NTT Minta Warga Patuhi Imbauan Pemerintah soal Erupsi Lewotobi Laki-laki

Perhatian nakes juga tertuju kepada anak-anak beresiko stunting dan gizi buruk di pos-pos pengungsian terpusat maupun mandiri. Seperti di Pos Lapangan (Poslap) Desa Konga, Poslap Kobasoma, Poslap Bokang Wolomatang, dan hunian sementara (Huntara).

"Untuk masyarakat di sekitar gunung tetapi tidak diungsikan (Pemerintah) juga disiapkan nakes. Pelayanan tetap berjalan maksimal,"ujar Masni.

POS-KUPANG.COM beberapa kali melihat perawat Puskesmas Boru mengunjungi para pengungsi, khususnya saat pemberian asupan makanan bergizi bagi anak-anak stunting agar menunjang tumbuh kembang mereka. Giat di pengungsian itu tidak luput dari pemberitaan.

Puskesmas Boru ke posko pengungsian di Kecamatan Titehena sekitar 18 kilometer dan ditempuh sekitar 20 menit.

Waktu sebenarnya lebih singkat, namun kondisi jalan yang penuh dengan pasir mengharuskan mereka agar tak buru-buru. Namun, ancaman letusan Gunung Lewotobi Laki-laki selama perjalanan membuat nyawa merinding.

Baca juga: Satu Rumah Contoh untuk Tunatetra Korban Erupsi Lewotobi Rampung Dibangun

Di tengah perjalanan, tepatnya Dulipali-Nobo, nakes akan melewati zona merah dengan jarak 3 kilometer dari pusat erupsi. Luncuran awan seringkali mengarah ke Jalan Trans Flores itu. Beberapa dari mereka pernah terjebak erupsi saat hendak pulang ke Puskesmas Boru.

Pasien mengapresiasi kerja keras para nakes Puskesmas Boru yang setia merawat pasien sesama penyintas. Pasien BPJS juga senang karena tanggungan biaya pengobatan gratis hingga mereka sehat kembali.

"Pelayanannya sungguh luar biasa. Berobat di sini gratis, saya tentu bersyukur bisa menjadi peserta BPJS," Ujar Regina Bare (56), penyintas asal Desa Hokeng Jaya.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved