Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 13 Juli 2025, "Siapakah Sesamaku Manusia?"

Yesus menghadirkan seorang tokoh tak terduga: orang Samaria. Dalam konteks sosial saat itu, Samaria adalah “musuh,” orang luar, tidak murni

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Pater Adrianus Yohanes Mai SVD 

Renungan Harian Katolik, Minggu 13 Juli 2025
Minggu Biasa XV – Tahun C
Bacaan Liturgi:
•    Bacaan I: Ulangan 30:10–14
•    Mazmur: Mzm. 69:14,17,30–31,33–34,36b–37
•    Bacaan II: Kolose 1:15–20
•    Injil: Lukas 10:25–37
Oleh: Pater Adrianus Yohanes Mai, SVD

Siapakah Sesamaku Manusia?

“Firman itu sangat dekat padamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan.” (Ulangan 30:14).

Seorang ahli Taurat bertanya kepada Yesus: “Siapakah sesamaku manusia?” Pertanyaan ini muncul bukan dari ketulusan hati, melainkan dari keinginan membenarkan diri. Tapi Yesus, seperti biasa, tidak menjawab dengan teori.

Ia bercerita. Sebuah kisah yang tidak hanya menjungkirbalikkan logika sosial pada zamannya, tapi juga menantang kita hari ini—kisah tentang kasih yang melampaui batas.

Yesus menghadirkan seorang tokoh tak terduga: orang Samaria. Dalam konteks sosial saat itu, Samaria adalah “musuh,” orang luar, tidak murni secara agama dan budaya.

Namun justru dialah yang berhenti, melihat, tergerak, dan bertindak saat melihat seorang yang terluka di pinggir jalan.

Imam dan orang Lewi, yang secara religius dan sosial memiliki posisi tinggi, justru lewat tanpa berbuat apa-apa. Mereka mungkin takut, sibuk, atau sekadar tidak ingin repot. Tapi kasih yang sejati tidak menghitung biaya; ia hanya bertanya satu hal: “Apa yang bisa aku lakukan untuk dia yang menderita?”

Dunia sekarang juga bergerak sangat cepat. Informasi datang silih berganti, perhatian kita mudah teralihkan. Di tengah kecepatan itu, kita perlahan kehilangan keberanian untuk berhenti, untuk melihat dengan hati, untuk peduli, dan menghadirkan diri.

Maka, pertanyaan tentang siapa sesama kita tidak bisa dijawab dengan mulut saja, melainkan dengan hidup yang berpihak dan bertindak.

Tiga Pokok Permenungan

Pertama,  Kasih sejati melampaui batas identitas. Orang Samaria menjadi simbol bahwa kasih Allah tidak dibatasi oleh garis etnis, agama, atau budaya. Dunia ini terlalu sering membagi manusia dalam kategori: “kita” dan “mereka,” “orang dalam” dan “orang luar.”

Tapi Yesus justru menunjukkan bahwa yang dianggap lain bisa jadi lebih dekat dengan hati Allah daripada mereka yang merasa diri paling benar. Maka kasih sejati adalah kasih yang bebas dari syarat.

Kita dipanggil untuk mengasihi bukan karena kedekatan, melainkan karena kemanusiaan yang sama-sama rapuh dan dikasihi Allah.

Kedua, Pewartaan sejati terjadi dalam tindakan nyata.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved