Opini

Opini: Du'a Ngga'e Sebagai Wujud Tertinggi Dalam Keyakinan Masyarakat Ende Lio  NTT

Keyakinan akan adanya wujud tertinggi tersebut diungkapkan dalam berbagai bentuk seperti ritus, doa, nyanyian, tarian, simbol, dan lain-lain. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Boy Waro 

Allah yang tidak memisahkan diri dari segala persoalan yang dihadapi oleh manusia. 

Meskipun berwujud Roh, Allah memiliki energi atau sifatsifat manusiawi, seperti lemah lembut, berbelaskasihan, baik, adil dan juga menghukum mereka yang berbuat jahat. 

Pemahaman akan sifat-sifat Allah itu kemudian melahirkan ritual-ritual adat. Salah satu contoh ritual adat tersebut terdapat dalam upacara Nggua Bapu. 

Upacara panen raya tersebut merupakan bentuk pengucapan syukur atas segala keberhasilan dalam bercocok tanam. 

Masyarakat Ende-Lio percaya bahwa segala keberhasilan yang diperoleh merupakan berkat campur tangan Allah Yang Maha Kuasa, yaitu Du’a Ngga’e.


Masyarakat Ende-Lio percaya bahwa bumi dan segala isinya dibentuk dan dikendalikan oleh Du'a Ngga’e. 

Maka nama Du’a Ngga'e selalu disebutkan dalam ritual atau upacara adat suku Ende-Lio. 

Du’a Ngga’e memang tidak berwujud, namun kekuatannya nyata dalam kehidupan Masyarakat Ende-Lio. 

Oleh karena itu masyarakat Ende-Lio membuat tempat khusus yang disakralkan bagi Du’a Ngga’e yang disebut kanga. 

Di tempat inilah para mosalaki (kepala adat/suku) melakukan pemujaan dan penyembahan kepada Du’a Ngga’e. Kanga itu sendiri biasanya terletak di tengah-tengah perkampungan suku Ende-Lio.

Kanga menjadi tempat bagi orang Ende-Lio melakukan acara panen raya atau pesta adat sebagai tanda ucapan syukur kepada Du’a Ngga’e. 

Hal yang sama pun terjadi jika musim kering yang berkepanjangan tiba; Kanga menjadi tempat di mana para mosalaki berkeluh kesah. 

Namun, tidak semua orang bisa melakukan “sembahyang” kepada Du’a Ngga’e di Kanga sebab hanya mosalaki yang memiliki hak dan wewenang untuk tugas tersebut. 

Kanga merupakan tempat yang sangat dihormati oleh orang Ende-Lio karena menjadi tempat bersemayam Yang Mahakudus. Orang dilarang berbicara keras atau berjalan tidak sopan ketika melewati Kanga. 

Jika Kanga mulai rusak dan memerlukan perbaikan, maka hanya mosalaki atau tua-tua adat saja yang apat memperbaikinya. Artinya, tidak semua orang diizinkan untuk membersihkan dan memperbaiki tempat tersebut.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved