Wina Armada Berpulang
In Memoriam Wina Armada: Hoax dan Kematian Kebenaran
Tiga hari sebelum ia wafat, saya mengirim pesan resmi ke enam WAG Satupena, mengajak semua mendoakan kesembuhannya.
Hasilnya: dalam 100 hari, 800.000 jiwa tewas. Semua bermula dari siaran-siaran yang menyalakan amarah dan menghapus kemanusiaan.
Kata-kata bisa menjadi peluru. Hoax bisa membunuh, tak hanya karakter, tapi juga tubuh.
***
Mengapa gagasan Wina perlu kita dukung?
Pertama, karena pers adalah pilar terakhir kebenaran. Jika mereka yang seharusnya menjadi penjaga justru ikut menyebar dusta, kepada siapa publik bisa percaya?
Kedua, karena tanpa etika, profesi ini akan kehilangan legitimasi. Keistimewaan pers datang dari publik. Jika publik kecewa, pers tak lagi punya taji moral.
Ketiga, karena sanksi bukan hanya hukuman, ia juga peringatan. Ketika ada harga yang harus dibayar, maka akan lahir kehati-hatian. Tak ada lagi ruang bagi mereka yang menjual kebohongan demi klik.
Wina juga mengusulkan didirikannya pusat informasi anti-hoax yang independen, bebas dari kendali pemerintah. Ia membayangkan lembaga yang tak bekerja dengan sensor, tapi dengan data.
Tempat kebenaran diverifikasi, dan kebohongan dilucuti, bukan dengan kemarahan, tapi dengan kejelasan.
***
Kita hidup di zaman ketika informasi mengalir deras seperti hujan. Di tengah hujan itu, kata Wina, kita tak butuh ember hoax. Kita butuh payung etik.
Jika kita gagal membedakan keduanya, kebenaran tak akan mati karena dibunuh, tapi karena dibiarkan.
Selamat jalan, Wina Armada.
Selamat jalan, sahabatku.
Jakarta, 3 Juli 2025 (*)
Sumber: FaceBook Denny JA’s World
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.