FEATURE: Sanggar Bliran Sina Watublapi Menyebar Pengetahuan dari Timur ke Barat
PERTUNJUKANNYA sungguh menakjubkan. Ini betul betul pengalaman baru, budaya baru bagi saya untuk pertama kalinya.
Seorang penerjemah bernama Yeremias menjelaskan makna simbolik dari setiap tarian yang terkait dengan pranata sosial masyarakat setempat.
Mereka juga mempresentasikan cara membuat lekun, cara menyalakan api dengan menggosok bambu, cara menenun sarung, model-model pakaian adat dan makna di balik motif-motif kain tenun.
Metode transfer pengetahuan semacam ini rupanya membuat para wisatawan terkesan. Seperti yang diutarakan wisatawan asal Kanada, Reice (23) yang memuji ‘kehangatan’ orang Watublapi yang masih merawat nilai-nilai tradisi yang kaya akan pengetahuan.
“Pertunjukannya sungguh menakjubkan. Ini betul betul pengalaman baru, budaya baru bagi saya untuk pertama kalinya,” katanya.
Dia kagum dengan keramahan warga desa menyambut kedatangan mereka dan membiarkan para wisatawan belajar tentang kekayaan tradisi yang ada di Watublapi.
Baca juga: FEATURE: Galeri Alekot Berdayakan Penenun di TTS Siapkan Kain Tenun Jelang Tahun Ajaran Baru
Dia harap ada banyak lagi wisatawan yang datang dan belajar secara langsung di Watublapi.
Wisatawan asal Kanada, Cristine, juga datang ke Watublapi bersama dua orang anak dan beberapa keluarganya. Dia merasa beruntung bisa melihat langsung kekayaan tradisi yang dipertunjukkan Sanggar Bliran Sina.
“Saya akan kembali ke sini. Ini negara yang indah, pulau yang cantik,” pujinya.
Dia sangat senang menyaksikan tarian-tarian yang menawan, mengalami sendiri kebudayaan dan tradisi yang luar biasa.

Tokoh muda Watublapi, Jupri Mude mengatakan, Sanggar Bliran Sina sudah berhasil, setidaknya secara performatif, mematahkan anggapan warisan kolonial bahwa pengetahuan selalu berasal dari Barat (Eropasentris).
Menurut dia, dalam sejarah peradaban, pengetahuan juga datang dari Timur, lalu menyebar ke barat.
Sejarah, pengetahuan dan tradisi yang ada di Watublapi pun mampu menjelaskan realitas/nilai universal, terutama tentang gaya hidup selaras alam yang memancarkan semangat koletivisme, solidaritas dan keugaharian.
Baca juga: FEATURE: Polisi dan Penggalan Litani Kaum Difabel dari Perbatasan
“Jadi yang kita anggap sebagai kearifan lokal itu sebenarnya tidak benar-benar lokal, karena lokalitas itu sebenarnya bisa menjelaskan tentang dunia ini.
Dengan demikian, nilai-nilai itu universal,” pesannya.
Sanggar Bliran Sina berdiri pada tahun 1988 oleh sepasang suami istri bernama Romanus Rego dan Yustina Neing.
Setelah Romanus meninggal pada tahun 1991, sanggar ini dirawat oleh Yustina Neing dan anak mereka Yosep Gervasius.
Sejak tahun 1992, Sanggar Bliran Sina di Kabupaten Sikka menjadi destinasi wajib yang dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara. (llr)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Sanggar Bliran Sina Watublapi
tenun ikat
POS-KUPANG.COM
Kampung Watublapi
Desa Kajowair
Kecamatan Hewokloang
Yosep Gervasius
Siswi SMP Tiara Nusa Borong Ikut Lomba Bertutur di Surabaya, Promosikan Danau Rana Kulan |
![]() |
---|
TERBARU Jadwal Kapal Pelni Sirimau September 2025: Lewat Timika, Agats, Merauke |
![]() |
---|
Jadwal Tol Laut KM Sabuk Nusantara 48, Malam Ini Rute Jagoh - P. Pekajang |
![]() |
---|
Persib Bandung Lolos ke Fase Grup AFC Champions League Usai Libas Manila Digger |
![]() |
---|
BMKG: Waspada Gelombang Tinggi hingga 4 Meter di Perairan Selatan Sumba NTT 13-16 Agustus 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.