Timor Tengah Selatan Terkini

FEATURE: Galeri Alekot Berdayakan Penenun di TTS Siapkan Kain Tenun Jelang Tahun Ajaran Baru

Setiap tahun ajaran baru, Alekot mengajak penenun menyiapkan satu kain ekstra untuk dijual pada bulan Mei–Juni.

POS KUPANG/MARIA VIANEY GUNU GOKOK
GALERI - Sebagian kecil dari koleksi kain tenun yang dipajang di Galeri Alekot, Jalan Soekarno No.24 Kota Soe, Kabupaten TTS. 

POS-KUPANG.COM, SOE - Setiap tahun ajaran baru, Alekot mengajak penenun menyiapkan satu kain ekstra untuk dijual pada bulan Mei–Juni. Keuntungannya digunakan untuk membeli kebutuhan sekolah anak-anak mereka seperti seragam dan sepatu.

GALERI  Alekot bukan sekadar toko kain tenun. Galeri yang berada di Kota Soe, ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) ternyata memiliki misi social di balik deretan produk tenun yang dipajang.

Misi social tersebut adalah upaya untuk memberdayakan para penenun, khususnya perempuan, agar tetap bisa bekerja dan bermartabat tanpa harus meninggalkan kampung halaman mereka.

Pemilik Galeri Alekot, Rensina (42), menjelaskan, tokonya hadir bukan hanya untuk menjual kain, melainkan menjadi mitra pendamping bagi para penenun.  

Baca juga: FEATURE: Febby Nitte Temukan Kekuatan dari Benang dan Jarum

“Salah satu misi kami adalah membuka lapangan pekerjaan bagi perempuan, agar mereka bisa tetap tinggal di kampung dan tetap berpenghasilan,” ujarnya. 

Saat ini, kata Rensina. Galeri Alekot bekerja sama dengan delapan hingga sepuluh kelompok tenun di TTS dan daerah sekitarnya yang melibatkan sekitar 60 penenun. 

Kata Alekot sendiri berasal dari Bahasa Dawan yang berarti bagus atau baik, mencerminkan komitmen mereka menjual produk berkualitas untuk tujuan meningkatkan pendapatan para penenun.

GALERI - Sebagian kecil dari koleksi kain tenun yang dipajang di Galeri Alekot, Jalan Soekarno No.24 Kota Soe, Kabupaten TTS.
GALERI - Sebagian kecil dari koleksi kain tenun yang dipajang di Galeri Alekot, Jalan Soekarno No.24 Kota Soe, Kabupaten TTS. (POS KUPANG/MARIA VIANEY GUNU GOKOK)


Awalnya, pendampingan difokuskan pada pemasaran karena harga kain tenun yang relatif rendah dan akses pasar yang terbatas. 

“Kami mulai dari mencari pasarnya dulu. Penenun bisa membawa hasil tenunan ke toko ini, lalu kami bantu menilai kebutuhan pendampingan mereka agar produk bisa lebih sesuai selera pasar,” jelas Rensina.

Pendampingan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari intensitas menenun, tantangan yang dihadapi, hingga kemampuan teknis penenun.

Mereka juga dilatih soal pemasaran seperti penggunaan media sosial, teknik memotret produk, hingga penentuan harga.

Baca juga: FEATURE: Cerita Difabel Netra di Flores Timur, Bermusik Pakai Insting Bukan Mata

“Yang menarik, sebagian besar biaya pendampingan penenun di Galeri Alekot dialokasikan dari hasil penjualan produk,” ujar Rensina

Namun, Galeri Alekot juga sesekali bekerja sama dengan lembaga atau perusahaan, serta mengajak pembeli berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan lewat skema pembelian berdampak. Meski demikian, tidak ada kewajiban bagi penenun untuk menjual hasil karyanya di toko ini. 

“Kami hanya memfasilitasi dan menjadi mitra pemasaran. Penenun tetap bebas menentukan pilihan,” jelas Rensina.

Salah satu tantangan yang dihadapi adalah kurangnya kemampuan penenun dalam menjelaskan keunggulan produknya. “Bargaining position mereka masih lemah, terutama dalam memahami kebutuhan konsumen.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved