NTT Terkini

FEATURE: Polisi dan Penggalan Litani Kaum Difabel dari Perbatasan

Waktu menunjukkan pukul 15.25 WITA. Hari itu, Jumat, 27 Juni 2025. Tangan Gaudensiana Leu sibuk menapis beras dengan alat tapis tradisional dari daun

POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON 
LETMAFO TIMUR - Bhabinkamtibmas Desa Letmafo Timur, Brigpol Antonius T. Bosko, S. Ip saat menyerahkan kado menjelang HUT Bhayangkara kepada penyandang disabilitas di Desa Letmafo Timur, Jumat, 27 Juni 2025. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon 

POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Waktu menunjukkan pukul 15.25 WITA. Hari itu, Jumat, 27 Juni 2025. Tangan Gaudensiana Leu sibuk menapis beras dengan alat tapis tradisional dari daun lontar yang dianyam sendiri.

Ibu dua anak ini merupakan seorang penyandang disabilitas dengan keterbelakangan mental. Ia menetap di rumah sederhana bersama dua orang anaknya dan kedua orang tuanya. 

Mereka berdomisili di RT/RW, 002/001, Desa Letmafo Timur, Kecamatan Insana Tengah, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Wilayah Kabupaten TTU berbatasan langsung dengan Distrik Oecusse. Sebuah wilayah enklave dari Negara Demokratik Timor Leste. Distrik Oecusse berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten TTU dan Kabupaten Kupang.

Gaudensiana lahir dari buah cinta Yosep Onmae dan Modesta Mau. Ia adalah anak ketiga dari 4 bersaudara. 2 orang saudarinya telah berkeluarga dan berdomisili di wilayah lain. Sedangkan 1 orang saudara laki-laki belum berkeluarga dan sedang bekerja di luar kota.

Rumah yang ditempati merupakan peninggalan ayah dan ibu dari Yosep Onmae. Yosep merupakan seorang petani tulen. Puluhan tahun rumah usang ini menjadi saksi perjalanan kehidupan mereka yang pelik.

Perempuan kelahiran 1996 ini merupakan single parent. Salah satu kesulitan yang dihadapinya saat ini yakni menanggung biaya hidup dan pendidikan anak-anak.


Keluarga ini menetap di rumah sederhana berukuran 6×6.Atap seng rumah ini sudah usang dan bocor di makan waktu. Dinding yang terbuat dari bebak (pelepah daun gewang) menyiratkan kepedihan mendalam. Beberapa titik dinding tersebut sudah copot dan terlihat isi dalam dua kamar tidur.

Bekerja Serabutan Biayai Pendidikan Anak-anak 

Gaudensiana tidak menuntaskan pendidikannya di tingkat Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu, demi mencukupi kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anak ia rela bekerja serabutan.

Setiap hari ia mencuci pakaian, menimba air dan mencari kayu bakar untuk warga sekitar. Sekali mencuci pakaian dibayar Rp. 15.000, sedangkan untuk pekerjaan menimba air dan mencarinya kayu bakar dibayar Rp. 10.000 sekali bekerja.

Selain itu, ia juga bekerja memberi minum sapi milik warga. Pekerjaan memberi minum sapi warga ini tidak dilaksanakan setiap hari. Sekali memberi minum sapi warga, ia dibayar Rp. 15.000.

Semua biaya hasil bekerja serabutan ini dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan pendidikan anak-anak. Meskipun uang yang diterima tidak dalam jumlah besar namun, cukup untuk membiayai kebutuhan hidup mereka.

Setiap hari, ia juga mencari kayu bakar untuk memasak sopi (minuman tradisional khas Pulau Timor yang disuling dari air Pohon Lontar). Pasalnya, ayahnya adalah seorang penyuling minuman tradisional jenis sopi.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved