Breaking News

Liputan Khusus

LIPSUS: Anak Pekerja Migran Jadi Korban Kekerasan, Dari Perpas XII Regio Gerejawi Nusra di Larantuka

Pertemuan Pastoral (Perpas) XII Regio Gerejawi Nusra di Larantuka, Flores Timur kali ini fokus membahas masalah pekerja migran.

|
POS-KUPANG.COM/HO
Delegasi keuskupan Atambua dan Keuskupan Weetebula berpose bersama saat tiba di bandara Gewayan Tanah, Larantuka, Flores Timur 

POS-KUPANG.COM, LARANTUKA – Pertemuan Pastoral (Perpas) XII Regio Gerejawi Nusra di Larantuka, Flores Timur kali ini fokus membahas masalah pekerja migran.

Sembilan uskup bersama-sama membahas berbagai persoalan pekerja migran setelah langsung mendengar penuturan dari pekerja migrant purna yang juga dihadirkan.

Ada banyak hal yang terungkap dalam pertemuan ini. Sebut saja anak-anak di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang krisis perhatian dan kasih sayang setelah orangtuanya pergi merantau.

Alih-alih demi merubah hidup keluarganya, justru di sana dimulai kehidupan baru dengan menikah lagi. Selain susah memberi nafkah, anak-anak di kampung kerap menjadi korban kekerasan seksual.

Adalah Aktivis Kawan Pekerja Migran Flores Timur, Benedikta da Silva yang menyoroti fakta tersebut saat ditemui di tenda pameran memeriahkan Perpas XII Regio Gerejawi Nusra di Larantuka, Ibu Kota Flores Timur, Selasa (1/7).

Delegasi keuskupan Atambua dan Keuskupan Weetebula berpose bersama saat tiba di bandara Gewayan Tanah, Larantuka, Flores Timur
Delegasi keuskupan Atambua dan Keuskupan Weetebula berpose bersama saat tiba di bandara Gewayan Tanah, Larantuka, Flores Timur (POS-KUPANG.COM/HO)

"Tingginya kasus kekerasan seksual di Flores Timur juga salah satunya karena anak-anak kurang diperhatikan. Orang tua merantau dan menikah lagi. Kami temukan fakta seperti ini di lapangan," ujar aktivis yang disapa Noben ini.

Noben beberapa kali menemukan fakta yang sama ketika mendampingi kasus kekerasan dengan korban anak perempuan. Banyak dari mereka hidup tanpa pendampingan orangtua lengkap.

Noben mengapresiasi kegiatan Perpas XII yang melibatkan banyak pihak termasuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT untuk membahas soal migran dan perantau.

Dengan keikutsertaan dari pelbagai elemen, harap Noben, masalah ikutan dapat diredam termasuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking.

Menurutnya, gereja sungguh menaruh kepedulian terhadap umatnya di tengah kasus TPPO yang marak terjadi di Bumi Flobamora. "Saya bangga dengan kepedulian gereja, ini menjadi motivasi untuk kita semua," ucapnya.

Kawan Pekerja Migran Flotim menunjukkan beragam gambar di tenda pameran Perpas XII di depan Rusun Unio, tempat sembilan uskup menginap selama rangkaian kegiatan lima hari ke depan, 1-5 Juli 2025.

Gambar-gambar lewat potongan kertas kecil hingga sedang itu ditempelkan pada dinding tenda. Ada gambar pekerja migran Indonesia jalur ilegal yang berhasil digagalkan. Ada pula yang pulang dengan kondisi tak bernyawa.

"Ini menceritakan tentang aktivitas kami selama ini yang sempat kami dokumentasikan," ujar Noben.

Baca juga: Aktivis Noben Minta Polisi Hukum Berat Oknum Pegawai Bank yang Lecehkan Delapan Anak Flotim

Di Kawan Pekerja Migran Flotim, berdiri sederet tenda pameran UMKM yang diisi para migran purna. Mereka menjajakan banyak hasil karya, di antaranya anyaman daun lontar.

Saat pertemuan berlangsung, sejumlah ibu-ibu pekerja migran Indonesia (PMI) purna yang sudah pulang ke Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, sibuk mengayam irisan daun lontar di tenda UMKM.

Tenda yang ramai dengan kerajinan tangan itu berdiri di pelataran depan Patris Corde Rusun Unio Keuskupan Larantuka, tempat menginap delapan uskup dari seantero Nusa Tenggaran (Nusra).

Delegasi keuskupan Atambua dan Keuskupan Weetebula berpose bersama saat tiba di bandara Gewayan Tanah, Larantuka, Flores Timur
Delegasi keuskupan Atambua dan Keuskupan Weetebula berpose bersama saat tiba di bandara Gewayan Tanah, Larantuka, Flores Timur (POS-KUPANG.COM/HO)

Yohana Koten (56), seorang penganyam yang pernah merantau secara ilegal di Malaysia 26 tahun silam, mengaku gembira dengan Perpas XII yang membahas migran dan perantauan.

"Saya merantau tahun 1999, tidak sampai satu tahun saya putuskan pulang. Sekarang ini saya sibuk mengayam di kampung," katanya. 

Yohana dan rekan sejawat tergabung di dalam komunitas bernama KANA. Frasa yang berarti mengayam itu menghimpun kaum perempuan di Desa Wulublolong, Kecamatan Solor Timur, Pulau Solor.

Sedari pagi, cerita Yuliana, buah tangan mereka laku dibeli peserta Perpas XII. Ia juga mengaku senang bisa melihat wajah pemimpin gereja di depan Rusun Unio. Ditemani alunan musik rohani, Yohana tekun merajut irisan lontar menjadi topi, keneka, tas, dan nyiru. Mereka membanderol hasil karyanya mulai dari Rp 50 ribu sampai Rp 150 ribu.

"Kalau keneka itu tempat menyimpan makanan, bisa juga untuk menapis beras," kata Yuliana.

Delapan uskup di Regio Gerejawi Nusa Tenggara (Nusra) bersama delegasi dari masing-masing tiba di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT, Selasa (1/7).

Para uskup bersama delegasi bersiap mengikuti Pertemuan Pastoral (Perpas) XII Nusra di Keuskupan Larantuka mulai 1-5 Juli 2025 atau selama lima hari.

Baca juga: Bupati TTU Pemateri Utama Kuliah Umum Jelang Dies Natalis ke-16 STP St Petrus Keuskupan Atambua

Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maximus Regus dan Uskup Weetebula Mgr. Edmundus Woga bersama delegasi tiba lebih awal pada Senin (30/6) dan langsung menginap di Patris Corde Rusun Unio Keuskupan Larantuka di Lebao Tengah.

Mgr Maximus Regus menggunakan jalan darat dari ujung barat Pulau Flores dan tiba di Larantuka unjung timur Pulau Flores pada Senin, 30 Juni 2025 pukul 14.40. 

Uskup Weetebula Mgr Edmundus Woga menggunakan pesawat turun di Maumere, Kabupaten Sikka dan melanjutkan perjalanan darurat ke Larantuka, tiba pukul 19.20 Wita.  

Kedua uskup bersama delegasi dijemput dan diterima oleh panitia baik di Bandara Gewayan Tanah khusus yang menggunakan pesawat maupun di Waibalun bagi yang menggunakan transportasi darat dan laut.

Sementara Uskup Agung Kupang, Mgr Hironimus Pakaenino, Uskup Denpasar, Mgr Silvester San bersama delegasi dijadwalkan tiba Selasa (1/7/2025) menggunakan pesawat.

Sedangkan Uskup Agung Ende, Mgr Paulus Budi Kleden, Uskup Ruteng, Mgr Siprianus Hormat, Uskup Maumere, Mgr Edwaldus Martinus Sedu dan Uskup Atambua Mgr Dominikus Saku bersama delegasi masing-masing menggunakan jalan darat.

Berdasarkan rundown acara panitia, pembukaan Perpas XII Regio Nusra di Keuskupan Larantuka, Selasa (1/7) diawali perarakan pada pukul 16.30 Wita dan misa pembukaan pada pukul 17.00 Wita. Selanjutnya seremonial pembukaan bertempat di Gereja Katedral Reinha Rosari

Misa pembukaan dihadiri para uskup dengan selebran utama Uskup Larantuka, Mgr Fransiskus Kopong Kung. Sebelum misa pembukaan, para uskup dan delegasi disambut secara resmi di pintu masuk Gereja Katedral Reinha Rosari Larantuka.

Para uskus bersama masing-masing delegasi menginap selama lima hari, yakni 1 5 Juli 2025 di Patris Corde Rusun Unio Keuskupan Larantuka, Kelurahan Puken Tobi Wangibao, Kecamatan Larantuka, Flores Timur.

Dalam rangkaian kegiatan itu, para uskup akan membahas isu migran dan perantauan. Flores Timur adalah salah satu daerah penyumbang migran terbesar dengan sederet persoalannya.

Pada realitas melihat masalah ini, para uskup juga memberikan tanggapan serta mendengar shareing dari tiga keuskupan di Malaysia sebagai wilayah tujuan migran, serta Keuskupan Pangkal Pinang sebagai wilayan transit buruh migran. (cbl)

Baca juga: Ribuan Umat Katolik di Ende Ikut Prosesi Ine Maria dari Istana Keuskupan Agung Ende

Gereja dan Pemprov Cari Cara 

MASALAH pekerja migran dan perantau yang dipicu oleh kemisikinan dan ketiadaan lapangan kerja menjadi perhatian serius gereja dan Pemerintah Provinsi NTT.

Hal ini terungkap dalam Pertemuan Pastoral (Perpas) XII Regio Gerejawi Nusa Tenggara (Nusra) dihadiri sembilan uskup seantero Nusra serta Gubernur NTT, Melki Laka Lena, Rabu (2/7).

Dua lembaga itu bersinergi lewat diskusi untuk bagaimana mencari solusi atas masalah serius para pekerja migran yang kerap menjadi korban eksploitasi, kekerasan, bahkan kematian.

Gereja dan pemerintah diharapkan terlibat aktif dalam kegelisahan umat, khususnya migran dan perantau dengan begitu banyak persoalan yang kompleks. Tidak bisa dipungkiri bahwa wilayah NTT menjadi pemasok pekerja terbesar baik di dalam maupun luar Indonesia.

"Provinsi NTT merupakan salah satu daerah pengirim pekerja migran terbesar. Sejak lama minat masyarakat NTT bekerja di luar negeri, di luar NTT juga sangat tinggi," ungkap Melki Laka Lena.

Melki juga menyoroti kebiasaan masyarakat NTT yang merantau melalui "jalur tikus" alias non prosedural. Pekerja ilegal via calo, ujarnya, menjadi tantangan besar, apalagi masyarakat terbuai dengan iming-iming tanpa tahu fakta saat tiba di perantauan.

"Banyak saudara saudari NTT di seluruh daerah yang dikirim tanpa mekanisme hukum dan persiapan yang benar," ujarnya.

Melki berujar, pihaknya melarang penempatan tenaga kerja yang rawan terhadap eksploitasi, seperti pekerja rumah tangga. Menurutnya, pekerja rawan ini harus diberi pelatihan dan kompetensi.

"Ini menjadi langkah untuk mencegah (praktik) perdagangan orang," tuturnya.

Langkah berikut terkait penguatan layanan terpadu satu atap (LTSA) yang fokus terhadap reaktivasi di setiap kabupaten/kota sehingga mempermudah migrasi legal. Sejauh ini hanya Kota Kupang yang aktif menerapkan cara itu.

"Ada empat LTSA, di Kota Kupang, Kabupaten Kupang Sikka dan Sumba Barat Daya. Hanya satu yang aktif, di tempat lain belum berjalan dengan baik," ucapnya.

Ketua Pengarah Perpas XII, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, mengapresiasi Gubernur NTT dan menyambut baik sinergi antara program pastoral gereja dan rencana pembangunan pemerintah daerah.

Uskup Larantuka itu menegaskan, migrasi dan pastoral bagi para perantau bukanlah hal baru, melainkan kelanjutan dari diskursus panjang yang telah dibahas dalam Perpas sebelumnya.

Baca juga: Ribuan Umat Katolik di Ende Ikut Prosesi Ine Maria dari Istana Keuskupan Agung Ende

"Ini telah menjadi perhatian serius sejak Perpas Nusra X di Mataloko yang menyoroti keluarga para perantau, dilanjutkan dalam Perpas XI di Atambua yang kembali mengangkat persoalan migran," jelas Mgr Kopong Kung.

Namun, menurutnya, realisasi pastoral sempat terhambat pandemi Covid-19. Hal ini menjadi tantangan bagi gereja dalam menindaklanjuti amanat Perpas sebelumnya. Ia mengajak seluruh peserta mengevaluasi seluruh kondisi para migran pascapandemi.

Perpas XII kali ini harus menjadi ruang untuk menemukan solusi pastoral yang praktis dan implementatif. Isu migran akan terus diangkat untuk menandakan pentingnya keberlanjutan pelayanan terhadap komunitas.

Ia juga menekankan pentingnya saling berbagi pengalaman antar-keuskupan sebagai dasar pemetaan persoalan dan pencarian benang merah yang akan memperkaya pendekatan pastoral ke depan. Dari sinilah, para pengamat dan pengambil kebijakan di tubuh Gereja dapat menyusun langkah yang kontekstual dan menyentuh akar persoalan. (cbl)

Perkuat Sistem Migrasi Aman

GUBERNUR NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, menaruh komitmen terhadap isu migran dan perantauan yang kerap menjadi korban eksploitasi bahkan kekerasan.

Saat Pertemuan Pastoral (Perpas) XII Regio Nusra yang dihadiri sembilan uskup, Emanuel Laka Lena menyampaikan komitmennya untuk memperkuat sistem migrasi aman.

"Pemerintah Provinsi (Pemprov NTT) terus berupaya memperkuat sistem migrasi aman," kata Emanuel Melkiades Laka Lena, dalam sambutan di Aula Gedung OMK, Larantuka, Kabupaten Flores Timur.

Emanuel Melkiades Laka Lena menuturkan, pemerintah tidak akan melarang siapa saja yang hendak merantau ke luar daerah atau negara. Akan tetapi, beragam persoalan kerap muncul seperti penipuan dan eksploitasi tenaga kerja.

"Merantau merupakan hak setiap warga untuk memperbaiki kehidupan, namun tak dipungkiri, berbagai persoalan kerap muncul, mulai dari penipuan hingga eksploitasi tenaga kerja," ucap Emanuel Melkiades Laka Lena.

Emanuel Melkiades Laka Lena menekankan tentang pentingnya kehadiran bersama umat sebagai bentuk nyata dukungan terhadap pembangunan gereja di wilayah Nusa Tenggara. 

Baca juga: Ribuan Umat Katolik di Ende Ikut Prosesi Ine Maria dari Istana Keuskupan Agung Ende

Emanuel Melkiades Laka Lena mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersatu dalam menjawab tantangan sosial yang dihadapi masyarakat NTT.

Emanuel Melkiades Laka Lena menyoroti pentingnya pembentukan gugus tugas yang melibatkan para tokoh adat, tokoh masyarakat,dan tokoh agama.

Gugus tugas ini diharapkan menjadi ujung tombak pengawasan dan pendampingan terhadap calon pekerja migran.

"Mari bersama membangun NTT dengan mengembangkan potensi daerah di berbagai sektor. Di titik ini, gereja dan pemerintah punya tanggung jawab yang sama besar dalam membentuk masa depan yang lebih baik bagi generasi masa yang akan datang," tutur Emanuel Melkiades Laka Lena.

Perpas XII Regio Nusra berlangsung selama lima hari, 1-5 Juli 2025, melibatkan sembilan uskup yang di antaranya, Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maximus Regus, Uskup Weetebula, Mgr. Edmundus Woga, Uskup Agung Kupang, Mgr Hironimus Pakaenoni, Uskup Denpasar, Mgr Silvester San.

Kemudian Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat, Uskup Maumere, Mgr. Edwaldus Martinus Sedu, dan Uskup Atambua, Mgr. Dominikus Saku.

Dalam rangkaian kegiatan itu, para uskup dan peserta membahas isu migran dan perantauan. Flores Timur adalah salah satu daerah di NTT yang menyumbang migran terbesar dengan sederet persoalannya.

Pada realitas melihat masalah ini, para uskup juga memberikan tanggapan serta mendengar shareing dari tiga keuskupan di Malaysia sebagai wilayah tujuan migran, serta Keuskupan Pangkal Pinang sebagai wilayan transit buruh migran. (cbl)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

 

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved