Opini

Opini: Geothermal, Janji dan Kenyataan Versi Lacanian

Perlu disadari bahwa meskipun geothermal menjadi solusi energi bersih, eksploitasinya di tahun ini menimbulkan sejumlah dampak ekologis. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
ILUSTRASI - Aksi unjuk rasa oleh mahasiswa di Kota Kupang menolak pembangunan geothermal di Poco Leok Kabupaten Manggarai beberapa waktu lalu. 

Oleh: Petrus Selestinus Mite
Dosen Sosiologi FISIP Undana Kupang, Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Indonesia ternyata menyimpan 40 persen potensi panas bumi dunia, mencapai 24 GW, namun baru 10 persen (2,4 GW) yang dimanfaatkan. 

Sumber energi bersih ini tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur ( NTT), dan Sulawesi, dengan keunggulan menghasilkan listrik stabil tanpa emisi karbon, menjadikannya solusi ideal untuk transisi energi nasional. (Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia, 23 April 2024). 

Pemerintah juga kerap menyebut geothermal sebagai "prioritas transisi energi", dan Indonesia sendiri memiliki potensi panas bumi terbesar kedua di dunia (24 GW), namun baru 10 persen yang dimanfaatkan. 

PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) juga sebagai pionir berperan kunci dalam mempercepat pengembangannya untuk menjadikan Indonesia pemimpin energi hijau global. 

PGE mengadopsi teknologi inovatif dan kolaborasi lintas sektor, sambil menekankan pentingnya insentif pemerintah. 

Direktur Utama PGE, Julfi Hadi, meraih penghargaan atas kontribusinya, memperkuat komitmen Indonesia mencapai Net Zero Emission 2060 dan kemandirian energi. (PT. Pertamina Geothermal Energy, 31 Mei 2025).

Di sisi lain, WALHI NTT menyerukan penghentian seluruh proyek geothermal di Flores, NTT, karena berdasarkan riset dan data lapangan bahwa proyek tersebut merusak lingkungan dan mengabaikan hak masyarakat. 

Proyek yang didorong Kementerian ESDM dan PT PLN ini disebut memicu konflik sosial, kekurangan air, serta penurunan hasil pertanian seperti kopi dan vanili. 

WALHI bersama masyarakat memberikan sikap kritisnya bahwa pemerintah pusat bersikap sentralistik, tidak transparan, dan melanggar prinsip otonomi daerah. 

Sementara itu PT PLN diduga memanipulasi data serta memecah-belah masyarakat. 

WALHI dan masyarakat menuntut pencabutan izin proyek, penghormatan terhadap aspirasi lokal, dan beralih ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan sesuai Rencana Umum Energi Daerah NTT. (Wicaksono, Betahita.id, 31 Mei 2025). 

Selain itu, enam uskup dari Provinsi Gerejawi Ende juga menolak tegas proyek geothermal di Flores dan Lembata melalui Surat Gembala Prapaskah, menyatakan proyek ini mengancam ekosistem rapuh, sumber mata air terbatas, dan bertentangan dengan pembangunan berkelanjutan berbasis pariwisata dan pertanian. 

Gubernur NTT, Melkiades Laka Lena, merespons dengan menghentikan sementara proyek setelah audiensi dengan Uskup Agung Ende, sambil menjanjikan kajian ulang bersama pemangku kepentingan. 

Menurut Surya Darma dari ICRES mengakui geothermal lebih ramah lingkungan daripada energi fosil tetapi mengingatkan risiko gempa mikro akibat injeksi fluida, menekankan pentingnya studi geologis yang mendalam. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved