Opini

Opini: Disfungsi Dewan Komisaris dalam Kasus Bank NTT, Sebuah Evaluasi Kritis

Bank NTT, sebagai salah satu bank BUMD tidak lepas dari berbagai sorotan publik dalam waktu belakangan ini. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/GORDI DONOFAN
Wilhelmus Mustari 

Dewan komisaris Bank NTT seharusnya memiliki komite audit dan komite pemantau risiko yang berfungsi sebagai sub-organ pengawasan spesialis yang keberadaanya membantu memperkuat dewan komisaris. 

Komite audit bertanggung jawab mengawasi kualitas pelaporan keuangan dan efektivitas pengendalian internal, sementara komite pemantau risiko bertugas memastikan implementasi kebijakan risiko yang prudent.

Terjadinya kredit fiktif senilai Rp100 miliar menunjukkan kegagalan komite audit dalam mendeteksi anomali dalam portfolio kredit bank. 

Sementara itu, kredit macet cabang Surabaya senilai Rp126,5 miliar mengungkap lemahnya pengawasan komite manajemen risiko terhadap konsentrasi risiko kredit di level cabang.

3. Absennya Early Warning System di Level Komisaris

Meskipun Bank NTT memiliki berbagai aplikasi monitoring risiko, tampaknya tidak ada mekanisme yang efektif untuk menerjemahkan signal dari sistem tersebut menjadi early warning bagi dewan komisaris. 

Hal ini mencerminkan gap komunikasi antara manajemen operasional dengan organ pengawas.

Komisaris yang efektif seharusnya memiliki akses langsung terhadap key risk indicators dan dashboard monitoring yang memungkinkan mereka mengidentifikasi red flags sebelum berkembang menjadi kerugian material. 

Ketiadaan atau ketidakefektifan system ini menunjukkan lemahnya infrastruktur governance di level strategis.

Faktor-Faktor Penyebab Disfungsi

1. Kompetensi dan Kapasitas Komisaris

Kompleksitas instrumen keuangan modern seperti MTN memerlukan pemahaman mendalam tentang struktur risiko, mekanisme pricing, dan faktor-faktor yang mempengaruhi performance instrumen tersebut. 

Kegagalan due diligence dalam kasus PT SNP Finance mengindikasikan kemungkinan keterbatasan kompetensi komisaris dalam memahami instrumen keuangan kompleks.

Selain itu, beban kerja komisaris yang mungkin excessive atau pembagian tanggung jawab yang tidak jelas antar anggota komisaris dapat menyebabkan oversight yang tidak optimal terhadap berbagai aspek operasional bank.

2. Independensi yang Terkompromikan

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved