Berita Viral NTT

Viral NTT,6 Fakta Intan ART asal Sumba Barat Babak Belur Dianiaya di Batam,Emosi Sang Paman Memuncak

Satu per satu fakta pun mulai terungkap saat kondisi Intan yang berprofesi sebagai asisten rumah tangga di Kota Batam terungkap.Wajahnya yang bengap

Editor: Yeni Rahmawati
TRIBUNJAKARTA.COM
DIANIAYA - fakta-fakta tentang Intan wanita asal Sumba Barat Provinsi NTT yang dianiaya majikan di Batam terungkat, Rabu (25/6/2025). 

POS-KUPANG.COM - Sahabat Tribunners berita Viral NTT tentang Intan perempuan asal Kabupaten Sumba Barat Provinsi NTT masih mencuri perhatian.

Satu per satu fakta pun mulai terungkap saat kondisi Intan yang berprofesi sebagai asisten rumah tangga di Kota Batam terungkap.

Wajahnya yang babak belur dianiaya majikannya di Kota Batam memicu emosi keluarga.

Terutama sang Paman yang mengenalkan Intan dengan majikannya yang biasa disapa dengan Ibu Ros di Kota Batam.

Berikut fakta-fakta terkait kasus penganiayaan ART di Batam yang viral

1. Awal mula terungkap

Intan diduga menjadi korban penyiksaan oleh majikannya di kawasan perumahan elite Sukajadi, Blok 10 No. 40 Kota Batam. 

Baca juga: Viral NTT, ART Asal Sumba Barat Disiksa Majikan di Batam, Dipaksa Makan Kotoran Anjing

Ketua Jaringan Safe Migran Batam, Pastor Chrisanctus Paschalis Saturnus yang mewakili keluarga menyebut, peristiwa ini terungkap setelah korban memberanikan diri, untuk meminjam ponsel milik tetangga majikannya.

Saat itu, Intan hanya ingin mengirimkan foto kondisi dirinya yang sudah mengalami lebam di tubuh hingga wajah kepada keluarganya.

"Foto kondisi korban yang diterima keluarga, kemudian diteruskan ke pengurus paguyuban di sini. Mendapatkan informasi ini, mereka lalu menjemput korban ke rumah majikannya," jelas Romo Paschal saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin (23/6/2025).

2. Sudah bekerja satu tahun

Saat didampingi, korban akhirnya mengakui seluruh tindakan penganiayaan yang dialaminya.

Korban sendiri sudah bekerja di rumah tersebut sekitar satu tahun.

Selama bekerja, korban kerap mendapat kekerasan verbal dari majikannya. 

"Jadi selama dia bekerja kerap disalahkan, ngepel salah, nyapu salah, kalau ada air jatuh sikit salah. Lalu dia juga dibilang pencuri kalau ngambil makan, dipanggil anjing, dipanggil babi, dipanggil lonte. Tidak pernah dipanggil nama dia ini. Jadi yang dia kerjakan itu serba salah," jelasnya.

3. Dua bulan alami penyiksaan

Dua bulan ke belakang, korban mulai menerima kekerasan fisik setiap malam.

Bahkan saudari korban juga dipaksa untuk ikut menyiksa korban.

Penyiksaan ini tidak hanya dilakukan menggunakan tangan kosong, namun juga menggunakan alat seperti sapu dan obeng.

Korban bahkan disiksa dan dipaksa untuk memakan kotoran peliharaan majikannya.

"Korban diinjak, dipukul pakai sapu, lalu kemudian diseret ke kamar mandi, disuruh makan tai anjing, disuruh minum air septitank. Dan itu korban makan," ujarnya.

Saat ini penyiksaan yang dialami korban telah dilaporkan secara resmi ke unit Satreskrim Polresta Barelang.

Selain itu, hari ini korban menjalani pemeriksaan di Unit PPA didampingi keluarga dan kuasa hukum korban. 

4. Gaji dipotong

Selama bekerja di rumah majikannya, Intan awalnya diimingi gaji sebesar Rp 2 juta per bulan.

Namun kenyataannya, ia hanya mendapat Rp 1,8 juta.

Itu pun terus-terusan dipotong dengan alasan yang menurutnya tidak masuk akal.

"Kalau ada barang rusak, air atau listrik naik, itu potong dari gaji korban. Majikannya bilang, karena mereka cuma tinggal berdua, pembantu yang harus tanggung semuanya,” ungkap Regina, bibi korban.

Selama setahun bekerja, Intan bercerita kepada bibinya jika tidak pernah benar-benar menerima gaji utuh.

Itu pun menurut Regina terus-terusan dipotong dengan alasan yang menurutnya tidak masuk akal.

"Kalau ada barang rusak, air atau listrik naik, itu potong dari gaji korban. Majikannya bilang, karena mereka cuma tinggal berdua, pembantu yang harus tanggung semuanya,” ungkapnya.

Selama setahun bekerja, Intan bercerita kepada bibinya jika tidak pernah benar-benar menerima gaji utuh.

Majikan memberinya daftar ‘denda’ sejak hari pertama, katanya hanya ancaman supaya disiplin.

Tapi daftar itu kini dijadikan alasan memotong gajinya secara terus menerus.

"Dia kerja dari pukul 4 subuh setiap hari. Disuruh bangun pagi, setrika, masak, bersih-bersih. Tapi kalau sedikit salah langsung dimaki dan dipukul,” tambah Regina. 

Regina mengungkap jika 18 Juni 2025 lalu, kontrak kerja Intan sebagai ART di perumahan elite itu sebenarnya sudah habis.

Namun, sang majikan justru meminta Intan tetap bekerja satu bulan lagi. 

Alasannya, korban dianggap masih punya 'utang' dari denda-denda yang terus dikumpulkan selama setahun.

"Kami pikir kontraknya selesai, dia bisa pulang. Tapi malah dibilang ada utang denda. Padahal itu semua cuma akal-akalan majikan. Gajinya dipotong terus sampai tidak pegang uang sama sekali,” bebernya.

Bahkan beberapa hari sebelum kontrak habis, Regina sempat bertemu majikan Intan yang mengajaknya ngopi. 

Namun saat itu, tak sepatah katapun disampaikan soal kekerasan yang sudah terjadi.

Padahal, menurut pengakuan keponakannya, ia sudah beberapa kali dipukul dan disiksa.

Hingga informasi penganiayaan ART di Batam ini sampai ke telinga komunitas Flobamora dan keluarga sesama perantau asal Nusa Tenggara Timur (NTT) di Batam.

Mereka lalu mendatangi rumah majikan dan membawa Intan keluar dari rumah itu.

Saat didatangi, sang majikan laki-laki kabur.

Namun istrinya berhasil diamankan, begitu juga seorang ART lain yang diduga ikut menyiksa korban atas suruhan majikan.

5. Sosok 'Bu Ros'

Saat ditemui di Polresta Barelang, Yulius mengaku jika Intan yang bekerja di Batam ART dibiayai oleh majikannya yang ia sapa dengan 'Bu Ros'  dari Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menuju Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) untuk bekerja.

Perjanjiannya seluruh biaya akan dkurangi dari gaji selama Intan bekerja.

Yulius juga mengaku mengenal baik sosok Bu Ros, majikan Intan.

Awalnya, ia meminta tolong kepada wanita itu agar keponakannya bisa bekerja di Batam untuk menambah pengalaman keponakannya itu.

"Awalnya saya minta tolong, dan Beliau menyanggupi dan membiayai seluruh akomodasi keberangkatan keponakan saya dari Sumba sampai ke Batam," ucap Yulius, Senin (23/6/2025).

Yulius menceritakan jika keponakannya sudah satu tahun belakangan bekerja di sana.

Hingga satu tahun ia bekerja di rumah 'Bu Ros' itu.

"Hari ini, Senin (23/6/2025) genap satu tahun, karena sesuai perjanjian keponakan saya bekerja satu tahun saja sama Beliau," katanya.

Yulius juga menceritakan jika selama ini mereka sering komunikasi dengan majikan Intan.

Saat berkomunikasi, majikan Intan menurutnya selalu menunjukkan foto yang menunjukkan Intan dalam keadaan baik-baik saja.

Yulius kaget saat mendapat informasi dari kampung mengenai kondisi Intan.

"Selama ini ke kami komunikasi pelaku sangat baik, ternyata faktanya berbeda. Makanya kami langsung mendatangi rumah Rs dan menjemput keponakan saya pada Sabtu (21/6/2025)," bebernya.

6. Emosi sang paman memuncak

Saat melihat kondisi keponakannya babak belur, emosi Yulius langsung mendidih.

Namun karena saat ini mereka ramai-ramai, ia mencoba menahan emosinya.

"Saat melihat keponakan saya, saya sudah hampir gelap mata. Untunglah kami ramai. Jadi emosi saya bisa terkendali," ujarnya.

Menurutnya, jika tidak memikirkan dirinya sebagai Ketua Flobamora, mungkin ceritanya akan lain.

Ia juga bersyukur karena polisi gerak cepat dan menangkap terduga pelaku.

"Kami juga bersyukur, keponakan kami masih bisa diselamatkan. Saat ini sudah dirawat di rumah sakit," pungkasnya.

Majikan jadi tersangka
Polisi telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan terhadap seorang asisten rumah tangga (ART) di Batam.

Korban diketahui bernama Intan (20), asal Loli, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kedua tersangka tersebut di antaranya adalah majikan wanita korban, Rosliana, dan rekan kerja korban sesama ART di Batam, Merlin.

"Dua pelaku sudah kita tetapkan tersangka, R dan M. R merupakan majikan dan M ART," ujar Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP Debby Tri, dalam keterangan persnya pada Senin (23/6/2025), dikutip dari TribunBatam.id.

Penetapan tersangka kepada keduanya juga telah melalui setiap prosedur yang berlaku sejak keduanya diamankan dari salah satu rumah di permukiman mewah Sukajadi, Batam, Kepulauan Riau, Minggu (22/6/2025) pagi.

"Sejak kami mendapat laporan dan ada video yang viral sejak kemarin, kami amankan korban dan seluruh saksi. Kami juga sudah lakukan gelar perkara pagi tadi dan menetapkan status tersangka sore ini," ujarnya.

Selain penganiayaan, korban yang telah bekerja sejak Juni 2024 lalu hingga kini belum menerima gaji dari Rosliana.

Dalam kontrak kerjanya, korban hanya diberikan upah sebesar Rp 1,8 juta per bulan. Namun, upah yang dijanjikan oleh Rosliana tidak pernah diberikan kepada korban.

Korban kerap mendapat denda dari Rosliana dengan unsur kesalahan yang diduga mengada-ada.

"Korban salah potong daging, telat bangun, dan ada kesalahan lain langsung dipotong gaji. Ada buku dosa yang jadi bukti," ucap Debby.

"Korban ini dari awal bekerja tidak pernah sekalipun menerima upah yang dijanjikan Rp 1,8 juta per bulan.Kini, atas perbuatannya, keduanya dikenakan Pasal 44 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, dengan pidana 10 tahun penjara," ujarnya. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved