ART Asal Sumba Dianiaya
Majikan Penganiaya ART Asal NTT di Batam Eksploitasi dan Rancang Kekerasan untuk Korban
Satgas kemudian turun dan melakukan advokasi hingga melakukan penanganan terhadap korban, yang diketahui bernama Intan.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Roslina, majikan sekaligus penganiaya, asisten rumah tangga (ART) asal Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) di Batam, Kepulauan Riau turut melakukan eksploitasi terhadap korban.
Roslina juga merancang kekerasan secara terstruktur untuk korban. Akibatnya, korban mengalami luka serius di sekujur tubuhnya.
Ketua DPD Satgas Peduli Kepri Musa Mau yang dihubungi dari Kupang, Senin (23/6/2025) menjelaskan, awalnya Satgas NTT maupun Keluarga Besar Sumba dan Jaringan Safe Migran mendapat informasi dari sosial media.
Satgas kemudian turun dan melakukan advokasi hingga melakukan penanganan terhadap korban, yang diketahui bernama Intan.
Saat ini korban sudah di Rumah Sakit Elisabeth Batam. Paguyuban Sumba di Batam juga sudah membuat laporan ke Polisi dan pelaku Roslina sudah di tahan.
Baca juga: DPR RI Rudi Kabunang Desak Polisi Tangkap Pelaku yang Menganiaya ART asal NTT di Batam
"Beberapa kejadian itu memang dipukul sepupu kandung dibawa tekanan majikan. Jadi akhirnya dibawa tekanan, ketakutan akhirnya membuat kekerasan. Mereka satu majikan. Setiap kali Merlin (sepupu) melakukan kekerasan, majikan memvideokan sehingga dalam keterangan ke Polisi majikan berdalih Merlin yang memukul," katanya.
Penganiayaan itu sudah dilakukan sejak 12 Juni 2025. Kekerasan terus terjadi hingga puncaknya terjadi pada 21 Juni 2025. Korban tidak bisa menghubungi siapapun karena handphone di tahan majikan.
Warga yang melihat korban dalam keadaan babak belur, lalu merekam kondisi korban dan mempublikasikan ke media sosial. Satgas yang mendapat informasi langsung turun ke lokasi.
Roslina pernah meminta ada perpanjangan masa kerja korban selama satu bulan. Kontrak untuk korban selama satu tahun dan harusnya berakhir pada 21 Juni 2025.
Musa menduga, permintaan untuk memperpanjang masa kerja korban adalah upaya oleh Roslina untuk menutupi kejahatan yang dibuat.
"Si majikan ini berusaha menutupi kejadian ini dengan memperpanjang masa kerja Intan. Kemungkinan untuk pemulihan atau dia punya rencana lain," kata Musa.
Musa berkata, penganiayaan yang dialami Intan itu cukup sadis. Korban dipukul hingga dibenturkan ke dinding oleh majikan. Kejadian yang dialami Intan disebut sangat parah dan yang pernah ditangani oleh Satgas Peduli Kepri NTT.
"Itu benar-benar dianiaya. Dipukul pakai sapu, dijambak lalu dibenturkan ke dinding, pukul pakai raket nyamuk untuk korban," katanya.
Selain kekerasan yang dialami Intan, Musa menyebut korban juga dieksploitasi karena tidak menerima upah selama satu bekerja dengan Roslina.
"Jadi selama di rumah, lupa matikan listrik juga dianggap utang, lupa matikan air kran juga dianggap utang karena beban meningkat. Selama satu tahun itu eksploitasi juga, selain penyiksaan," ujarnya.
Satgas maupun paguyuban Sumba di Batam sedang berjuang agar hak-hak korban bisa diperoleh. Ia merasa ngeri dengan kejadian yang dialami oleh Intan. Sebab, majikan tidak memiliki empati terhadap korban.
Dia menyebut, Satgas dan Jaringan Safe Migran berjanji akan mengawal kasus ini hingga pelaku dihukum seberat-beratnya. Itu merupakan komitmen bersama, sekaligus korban mendapat hak-haknya.
Puluhan Kasus
Dalam catatan Satgas Peduli Kepri dan Jaringan Safe Migran, terdapat puluhan kasus eksploitasi terhadap pekerja rumah tangga asal NTT di Batam.
Musa menyebut, sejak Januari hingga Juni 2025 terdapat 35 kasus eksploitasi majikan dan pekerja tidak menerima upah selama bertahun-tahun ketika berada di tempat kerja.
"Namun yang paling parah dan tragis ini si Intan mengalami penganiayaan, disiksa dan harus mengalami perawatan," katanya.
Selama ini, pihaknya selalu melaporkan setiap kejadian ke Polisi. Tapi, penerapan undang-undang KDRT membuat pelaku menjadi jerah. Mestinya, penerapan undang-undang pekerja rumah tangga (PRT) adalah aturan yang paling adil.
Musa mengaku, undang-undang PRT masih dalam tahapan rancangan dan belum disahkan oleh Pemerintah dan DPR RI. Tujuannya agar setiap pelaku bisa mendapatkan hukum setimpal. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.