Opini
Opini: Swasembada Energi dari Desa, Saatnya NTT Menjadi Pelopor
Namun di balik kontroversi geothermal, ada sumber energi lain yang sesungguhnya lebih tenang namun potensial: matahari.
Pelajaran dari Koperasi Kamanggih
Selain BUMDesa, koperasi juga terbukti bisa menjadi pengelola energi yang andal.
Di Desa Kamanggih, Sumba Timur, ada Koperasi Jasa Peduli Kasih (KOPJAS) yang sudah puluhan tahun mengelola PLTMH dan PLTS secara mandiri. Mereka tidak hanya sukses secara teknis, tapi juga punya model bisnis yang berkelanjutan.
Kekuatan KOPJAS ada pada struktur sosialnya. Sebagai lembaga yang dimiliki anggota, koperasi lebih tahan terhadap intervensi politik lokal.
Mereka punya insentif untuk menjaga layanan dan mampu mengembangkan usaha berbasis EBT seperti kopi dan hasil pertanian.
Mengapa Ini Penting untuk NTT?
Pemerintah Provinsi NTT sudah menetapkan target besar dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED): 45,27 persen bauran EBT pada 2050 (target ini sedang dalam proses revisi pada dokumen RUED perubahan 2025-2034) dan rasio elektrifikasi desa mencapai 100 persen.
Tapi target tak akan tercapai jika pendekatan pembangunan masih sentralistik dan top-down.
Model MENTARI menunjukkan jalan lain. Jalan yang lebih partisipatif, inklusif, dan terbukti berhasil. Dengan mendorong BUMDesa dan koperasi sebagai pengelola energi desa, NTT bisa menjadi pelopor swasembada energi dari desa.
Lebih dari itu, langkah ini sejalan dengan semangat UU Desa, Permendesa No. 3 Tahun 2021, dan agenda Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-7: energi bersih dan terjangkau serta sejalan dengan Program Prioritas Nasional “Swasembada Pangan dan Energi” dan Dasa Cita ketujuh “Ayo Bangun NTT” yang menekankan pentingnya ketersediaan dan akses energi ke seluruh wilayah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat NTT.
Saatnya Langkah Nyata dari Pemerintah Daerah
Model sudah ada. Bukti keberhasilan sudah ada. Pertanyaannya: kapan akan didorong secara sistematis? Pemerintah Provinsi NTT perlu mengambil langkah nyata, antara lain:
- Mengeluarkan SK Gubernur yang menetapkan Mata Redi dan Mata Woga sebagai desa percontohan energi.
- Menyusun pedoman model bisnis PLTS desa berbasis BUMDesa atau koperasi, lengkap dengan skema pembiayaan, O&M, dan strategi PUE (productive use of energy).
- Mengalokasikan anggaran pendampingan dan pelatihan dalam APBD secara terencana dan konsisten.
- Membentuk Forum Energi Desa NTT sebagai ruang belajar bersama dan pertukaran praktik baik.
Swasembada Energi Bukan Sekadar Mimpi
NTT bisa menjadi provinsi pertama di Indonesia yang berhasil membangun sistem energi desa yang mandiri, berkelanjutan, dan dikelola oleh rakyatnya sendiri.
Misi ini bukan utopia. Ia mungkin dan sudah terbukti. Tinggal menunggu keberanian politik dan keberpihakan kebijakan.
Kita perlu melihat energi bukan sebagai proyek, tapi sebagai hak dasar dan alat pemberdayaan. Dan dari desa-lah, revolusi energi bersih dan adil bisa benar-benar dimulai. Jika bukan sekarang, kapan lagi? Jika bukan dari NTT, dari mana lagi? (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Welhelmus Poek
energi terbarukan
geothermal Flores
POS-KUPANG. COM
Opini Pos Kupang
Nusa Tenggara Timur
Opini: Sekolah Rakyat, Peluang Meningkatkan Mutu Pendidikan dan Memutus Rantai Kemiskinan |
![]() |
---|
Opini: Janji Manis yang Beracun, Tragedi Makan Gratis di SMPN 8 Kota Kupang |
![]() |
---|
Opini: Tarif Trump, Simfoni Proteksionisme di Tengah Diplomasi yang Gagap |
![]() |
---|
Opini: Hari Anak dan Krisis Kepemimpinan Pendidikan |
![]() |
---|
Opini: Hela Keta, Model Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Relasi Budaya Timor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.