Opini
Opini: Opini WTP vs Realitas Korupsi Pengelolaan Keuangan di NTT
Pada tahun 2017, menempatkan provinsi NTT pada peringkat 9 teratas provinsi yang paling banyak melakukan korupsi.
Di NTT, hal ini tercermin dari tingginya angka opini WTP yang tidak berbanding lurus dengan penurunan kasus korupsi.
Upaya perbaikan tata kelola belum sepenuhnya dijalankan, misalnya data hasil pemantauan tindak lanjut pada Pemda di Provinsi NTT sampai semester II tahun 2023 yang dipublikasi BPK perwakilan provinsi NTT, menemukan 8.159 temuan senilai Rp1,4 Triliun dengan jumlah rekomendasi 18.456, dan baru 69,80 persen rekomendasi yang sudah ditindaklanjuti.
Sedangkan sisanya belum ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Pemda mungkin sangat fokus pada upaya untuk mendapatkan opini WTP dengan memperbaiki sistem administrasi dan pelaporan keuangan, namun tidak memberikan perhatian yang sama pada upaya membangun integritas dan budaya anti-korupsi dalam organisasi.
Akibatnya, meski laporan keuangan tampak wajar, praktik-praktik korupsi tetap berlangsung dalam operasional sehari-hari.
Konsekuensi bagi Pembangunan NTT
Teka-teki pengelolaan keuangan di NTT ini memiliki konsekuensi serius bagi pembangunan daerah.
NTT yang masih dihadapkan pada berbagai tantangan pembangunan, mulai dari kemiskinan, infrastruktur yang belum memadai, hingga akses terhadap layanan dasar membutuhkan pengelolaan keuangan daerah yang tidak hanya tertib secara administratif, tetapi juga berintegritas dan berorientasi pada hasil.
Setiap rupiah yang dikorupsi adalah rupiah yang seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat NTT.
Dan ironisnya, korupsi ini terjadi di tengah gemerlap prestasi opini WTP yang seolah memberikan legitimasi bahwa pengelolaan keuangan di NTT telah berjalan dengan baik.
Strategi Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan persoalan pengelolaan keuangan di NTT, diperlukan langkah-langkah komprehensif yang menyasar ke akar permasalahan:
1. Memperluas cakupan pemeriksaan BPK: BPK perlu memperluas cakupan pemeriksaan tidak hanya pada aspek administratif, tetapi juga pada efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) perlu diperkuat untuk mengidentifikasi potensi praktik korupsi.
2. Membangun sistem deteksi dini: Pemerintah daerah di NTT perlu membangun sistem deteksi dini terhadap potensi penyimpangan anggaran, misalnya melalui analisis data dan penerapan teknologi untuk mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan.
3. Memperkuat sistem pengendalian internal: Inspektorat daerah perlu diperkuat perannya sebagai garda terdepan dalam pencegahan korupsi, bukan sekadar formalitas administratif. Independensi dan profesionalisme aparat pengawas internal perlu ditingkatkan.
4. Meningkatkan transparansi dan partisipasi publik: Pemerintah daerah di NTT perlu membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat untuk mengawasi penggunaan anggaran. Data keuangan daerah perlu dipublikasikan secara detail dan dalam format yang mudah dipahami oleh publik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.