Renungan Harian Katolik 

Renungan Harian Katolik Minggu 25 Mei 2025: Percaya dan Menuruti FirmanNya

Mengasihi Kristus bukan sekadar perasaan sentimental atau keharuan spiritual sesaat, tetapi suatu sikap eksistensial yang konkret

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
RD. Leo Mali 

Oleh: RD. Leo Mali
Rohaniwan dan Dosen Fakultas Filsafat Unwira Kupang - NTT

POS-KUPANG.COM -  Minggu lalu, kita mendengar sabda Yesus kepada para murid: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”(Yoh. 13:34). 

Kasih adalah identitas yang membedakan para murid-Nya dari yang lain sehingga: “semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jika kamu saling mengasihi.” (Yoh. 13:35). 

Dasar dari kasih ini adalah pengalaman bahwa mereka terlebih dahulu telah dikasihi oleh Kristus. 

Karena telah mengalami kasihsejati itu, para murid dipanggil untuk meneruskannya, hidup di dalamnya, dan menjadikannya wajah nyata dari kemuridan mereka. 

Hari ini, dalam kelanjutan pewartaan-Nya, Yesus menyingkapkan dimensi lebih dalam dari kasih itu. “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku.”(Yoh. 14:23). 

Dalam pernyataan ini Yesus menyatukan dua hal yang tak terpisahkan: kasih dan ketaatan. 

Mengasihi Kristus bukan sekadar perasaan sentimental atau keharuan spiritual sesaat, tetapi suatu sikap eksistensial yang konkret—sebuah komitmen untuk mendengarkan, merenungkan, dan menuruti firman-Nya. 

Firman Tuhan bukan sekadar kata-kata tetapi Kristus sendiri—Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh. 1:14). 

Maka, menuruti firman-Nya berarti mengikatkan hidup pada Pribadi Kristus; membiarkan Ia tinggal dan berakar dalam hati kita. 

Inilah bentuk terdalam dari kasih: sebuah persekutuan sejati antara manusia dan Allah.

Sebelumnya, setelah peristiwa pembasuhan kaki, Yesus mengajarkan bahwa identitas para murid terletak pada kemampuan mereka untuk saling mengasihi. 

Hari ini, Ia menjelaskan bahwa identitas itu hanya akan hidup dan nyata jika para murid menjalin relasi mendalam dengan Allah melalui firman-Nya. Hanya dalam persekutuan itu, daya kasih sejati mengalir. 

Yesus bahkan menjanjikan: “Bapa-Kuakan mengasihi dia, dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-samadengan dia.” (Yoh. 14:23). 

Persekutuan ini bukan sekadar simbolik atau psikologis, melainkan sungguh-sungguh kehadiran Allah Tritunggal dalam hidup setiap murid. 

Ini adalah janji kediaman ilahi: Allah tinggal bersama mereka yang mendengarkan dan menuruti firman-Nya. 

Lebih dari itu, Yesus menjanjikan Roh Kudus—Sang Penghibur—yang akan menyertai para murid sesudah kepergian-Nya. 

“Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” (Yoh. 14:26). 

Roh Kudus bukan hanya penerus tugas pengajaran Yesus, tetapi Pribadi Ilahi yang menghidupkan firman-Nya dalam hati Gereja dan setiap orang percaya sepanjang zaman.

Liturgi hari ini mengajak kita mengikuti kembali jejak perjalanan para murid—napak tilas rohani yang bukan hanya nostalgia iman, tetapi jalan pendewasaan rohani setelah kebangkitan Tuhan. 

Para murid yang dulu lamban mengerti, akhirnya dimurnikan oleh pengalaman akan Tuhan yang bangkit dan oleh kehadiran Roh Kudus. 

Salah satu peristiwa penting dalam sejarah awal Gereja adalah Konsili Yerusalem sekitar tahun 49-50 (Kis. 15:1-29). 

Di sana terjadi perdebatan: apakah orang non-Yahudi harus mengikuti hukum dan tradisi Yahudi, seperti sunat, untuk menjadi pengikut Kristus? 

Keputusan konsili itu menjadi titik tolak penting: menjadi murid Kristus tidak mensyaratkan kepatuhan pada hukum Yahudi, melainkan iman dan ketaatan pada sabda-Nya. 

Sekali lagi ditegaskan, bahwa dasar kemuridanadalah percaya dan menuruti firman-Nya.

Pengalaman para murid menjadi cermin bagi kita. Betapa sering iman kita terjebak dalam formalitas, dogmatisme, dan simbol-simbol religius yang kosong, tetapi melupakan inti sejatinya: perjumpaan pribadi dengan Tuhan yang hidup, serta kesediaan untuk hidup menurut firman-Nya. 

Kita dapat begitu sibuk merawat "bait suci" lahiriah, tetapi lupa bahwa Allah sendirilah Bait Suci sejati (Why. 21:22). 

Kita bisa sibuk mencari terang dari matahari atau bulan, padahal terang itu adalah Allah sendiri (Why. 21:23). 

Sabda Yesus hari ini menjadi ajakan untuk kembali ke jantung iman: mengasihi Kristus dengan segenap hati, dan membiarkan kasih itu terwujud dalam ketaatan penuh kepada sabda-Nya. 

Hanya dalam relasi yang demikian, kita sungguh menjadi murid-Nya. Dan hanya dalam kedalaman relasi itu pula, hidup kita akan dipenuhi oleh kehadiran Allah yang tinggal bersama kita, yang mengajar dan mengingatkan kita melalui Roh Kudus. 

Kiranya sabda Tuhan hari ini menguatkan kita untuk tetap setia dalam kasih dan ketaatan, melampaui dogmatisme iman yang sempit. Agar kehidupan kita menjadi tempat kediaman Allah yang nyata. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved