Opini

Opini: Totum pro Parte Politik Geotermal di NTT

Rakyat diiming-iming akan segera diterangi dengan kedatangan listrik di desanya tapi belum memikirkan risiko dan bahaya ekologisnya.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
ILUSTRASI - Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu di Kabupaten Manggarai, NTT. 

Oleh: Gabriel Adur
Warga Manggarai, NTT

POS-KUPANG.COM - Geotermal menjadi obyek politik seksi dan kontroversial di Manggarai. 

Di satu sisi: proyek ini diperkirakan menjadi solusi untuk menciptakan energi berkelanjutan bagi kemajuan sosial, ekonomi dan kemakmuran masyarakat. 

Di sisi lain menciptakan kontroversi dan bahkan membawa keresahan bagi masyarakat.

Energi Berkelanjutan

Panas bumi menjadi salah satu sumber energi alam yang berkelanjutan. Dari statistik pemanfaatnya panas bumi menjadi andalan perkembangan dan kemajuan negara. 

IGA ( Identity Governance and Administration ) mencatat dari tahun 2018 hingga 88 negara memproduksi energi dalam skala yang besar.

Selain China dan Amerika Swedia berada pada urutan pertama di Eropa. Di Eropa misalnya energi panas bumi dimanfaatkan untuk pemanas ruangan di musim dingin dan pembangkit tenaga listrik.

Indonesia disebut dalam catatan IGA sebagai salah satu negara di Asia yang memanfaatkan energi panas bumi. 

Sebuah perkembangan yang luar biasa ketika negara kita bisa masuk dalam catatan IGA.

Namun, beberapa negara di Eropa sangat kritis terhadap pengelolaan panas bumi.  Alasan mendasar adalah pengeboran tanah yang bisa saja menyebabkan kerusakan ekologi berkelanjutan dan menciptakan pencemaran sumber air.

Masyarakat Kota Staufen di Breisgau (2007) Jerman misalnya mengalami akibat fatal dari Projek geotermal ini. 

Meskipun disahkan ada studi kelayakannya dan analisa mengenai dampak lingkunganya (AMDAL ) tetap saja membawa petaka. 

Meski dengan teknologi dan dibantu oleh sistem komputer moderen tetap saja terjadi kesalahan yang menyebabkan kerusakan lapisan batuan yang mengandung anhidrit.

Alhasil, ada peningkatan dan penggelembungan tanah yang menyebabkan banyak rumah penduduk rusak karena fondasi  mengalami keretakan. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved