Opini
Opini: Paus Leo XIV, Harapan Persatuan dan Perdamaian
Konklaf hari kedua, Kamis 8 Mei 2025 membuka lembaran sejarah baru dalam perjalan Gereja Katolik.
Oleh: Jondry Siki, S.Fil
Alumnus Fakultas Filsafat Unwira Kupang, Tinggal di Palangka Raya
POS-KUPANG.COM - Setelah mangkatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025 lalu, Tahkta Suci Gereja Katolik mengalami kekosongan atau sede vacante.
Sebanyak 133 Kardinal yang mempunyai hak pilih dan dipilih dari berbagai negara diundang untuk memulai Konklaf pada Rabu, 7 Mei 2025.
Pada hari pertama asap hitam mengepul lewat cerobong asap Kapela Sistina, tanda belum ada yang terpilih.
Konklaf hari kedua, Kamis 8 Mei 2025 membuka lembaran sejarah baru dalam perjalan Gereja Katolik.
Konklaf dilaksanakan dalam suasana doa dan refleksi sesuai tuntunan Roh Kudus, akhirnya seruan Habemus Papam menggema dari balkon Basilika Santo Petrus hingga ke seantero jagat.
Tempik sorak para peziarah dan umat beriman baik yang menyaksikan secara langsung di alun-alun Basilika St. Petrus maupun melalui livesteaming Youtube, facebook Vaticannews, menambah suasana haru.

Kardinal Robert Francis Prevost, OSA terpilih menjadi pemimpin1,4 miliar umat Katolik di seluruh dunia dengan nama Paus Leo XIV.
Saat pertama kali tampil di hadapan publik, air mata Bapa Suci berlinang haru. Setelah menyapa umat yang hadir, Paus terpilih memberikan berkat Urbi et Orbi - Kota dan Dunia.
Penantian miliaran Orang Katolik akan sosok paus baru akhirnya tiba. Berbagai platform media sosial dibanjiri dengan berita terpilihnya Paus Leo XIV sebagai Paus Gereja Katolik ke-267.
Kardinal kelahiran Chicago, Amerika Serikat 14 September 1955 adalah pribadi yang penuh semangat kesederhanaan sebagaimana yang ia tunjukan saat menjadi imam dan Uskup Chiclayo, Peru.
Selama bertahun-tahun hidup dalam kesederhanaan bersama umatnya ia membangun iman dan pengharapan dalam semangat persatuan. Kini ia menjadi hamba dari segala hamba Allah (Servus Servorum Dei).
Pembangun Jalan Tol Menuju Persatuan
Paus Leo XIV mengambil motto episkopal “In Illo Uno Unum” yang merupakan salah satu kotbah Santo Agustinus yang diambil dari Mazmur 127 yang menjelaskan bahwa “meskipun kita orang Kristiani banyak, di dalam satu Kristus kita adalah satu”.
Motto ini menjadi kompas perjalanan apostolik sebagai gembala Gereja semesta. Dari sini tampak ada upaya untuk hidup dalam persatuan di dalam Kristus meskipun banyak.
Motto episkopal Paus Leo XIV sangat sinkron dengan Bhineka Tunggal Ika di mana meskipun beragam tetap satu juga dan dalam konteks Gereja, meskipun Orang Kristiani banyak, namun tetap hanya satu Kristus yang menjadi pemimpin menuju keselamatan.
Sebagai seorang Agustinian, ia sangat mendalami spiritualitas ordo yang kemudian ia bagikan untuk Gereja lokal di Peru dan kini menjadi kekayaan dan milik Gereja universal.
Kesederhanaan dan ketenangan ada harapan adanya pembangunan jalan tol menuju persatuan bukan hanya dalam lintas Kristen tetapi juga lintas manusia.
Paus Leo XIV bukan sosok asing di lingkup Vatikan. Sebelum terpilih menjadi Sri Paus, ia menjabat sebagai Prefek Dikasteri untuk Uskup dan Presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin.
Pengalamannya memimpin Ordo Augustinian selama 12 tahun (2001–2013) membentuk dirinya sebagai pemimpin yang mengutamakan kebijaksanaan komunitas dan pelayanan secara diam-diam namun berdampak besar.
Kehidupan komunitas merupakan suatu persekuatan dan akar perstuan sehingga menjadi sangat penting untuk kehidupan Gereja dalam mengarungi arus tantangan zaman.
Seruan Damai: Dari Timur Indonesia-Timur Tengah
Sesaat setelah tampil di balkon, dalam pidato perdananya, ada gaung perdamaian yang hendak digapainya. Bahwa perdamaian menjadi kunci agar dunia benar-benar bersatu agar memajukan peradaban tanpa kekerasan.
Nada seruan damai ini dilatarbelakangi oleh banyak hal terutama saat menjabat sebagai pemimpin tertinggi OSA seluruh dunia dan menyaksikan situasi politik di mana ordonya bermisi. Salah satu sorotannya adalah perdamaian di Papua.
Dalam beberapa kali kunjungannya di Papua, ia menyerukan agar perdamaian di Papua ditegakan sehingga tidak terjadi lagi konflik dan pertikaian antarsuku.
Papua merupakan salah satu tempat misi Ordo Santo Agustinus sehingga nama Papua juga terpatri di hati Paus Leo XIV dan menjadi perhatian khusus agar perdamaian benar-benar ditegakan di Bumi Cendrawasih.
Harapan dunia tentang perdamaian ada pada pundak Paus yang baru terpilih ini.
Selain pernah mengunjungi Papua, Paus Leo XIV juga pernah mengunjungi Ketapang Kalimantan Barat untuk berjumpa dengan para Suster OSA.
Kunjungan ini tidak sekadar ada ikatan rohani ordo tetapi juga tentang misi kemanusiaan di pedalaman Kalimantan yang khas dengan adat dan juga beragam agama khusunya sengan kaum Muslim.
Paus Leo XIV diyakini akan melanjutkan misi perdamaian yang telah dimulai Paus Fransiskus.
Sorotan dunia tentang perdamaian masih tertuju ke Timur Tengah semoga denga terpilihnya Paus asal Amerika Serikat ini, bisnis persenjataan di Timur Tengah dihentikan dan kembali membagun perdamaian di Kawasan konflik.
Paus Leo XIV: Jembatan “Dunia Pertama dan Dunia Ketiga”
Selama periode perang dingin ‘Sekutu vs Komunisme’, dunia terbagi ke dalam tiga klasifikasi.
Pertama Amerika Serikat dan Eropa Barat masuk kategori Dunia Pertama di mana seluruh peradaban dan kemajuan di segala bidang menjadi tolak ukur kemajuan. Lalu dunia kedua yakni Eropa Timur dan Uni Soviet.
Dunia kedua dikuasai oleh komunisme sehingga selama perang dingin terjadi perebutan pengaruh dunia pertama dan dunia kedua.
Sedangkan Amerika Latin, Afrika dan Asia masuk dalam kategori dunia ketiga yang dalam segala hal masih tertinggal sehingga selama periode perang dingin, negara-negara di dunia ketiga memilih netral.
Di masa itu fokus utama dunia ketiga adalah perbaikan kesejahteraan dan keadilan sosial sehingga tampil banyak tokoh yang memihak kepada orang-orang miskin.
Sebagai Uskup di Amerika Latin, Paus Leo XIV memahami betul situasi ekonomi dan sosial masyarakat kecil. Sehingga ia menjadi jembatan untuk menghubungkan masyarakat miskin dengan Gereja universal.
Paus Leo XIV selama menjabat sebagai Uskup, rekan-rekan Uskup di Amerika Latin menjulukinya sebagai The Bridge Builder – sang pembangun jembatan.
Ia adalah penghubung antara tradisi dan perubahan, antara Gereja dan generasi muda yang makin kritis terhadap institusi.
Selain sebagai jembatan untuk menghubungkan Gereja dengan generasi muda, Paus Leo XIV juga dikenal dengan kedekatan dengan orang-orang sederhana di pedalaman Peru.
Ini menjadi satu semangat untuk terus melanjutkan misi bagi orang-orang di periferi kehidupan.
Salah satu ungkapan dalam misa pertamanya sebagai Paus, ia menyampaikan pesan penuh makna: “Iman bukanlah pelarian dari luka-luka dunia. Iman adalah keberanian untuk menyentuh luka itu.”
Luka di sini bisa dilihat dari kesenjangan hidup manusia dari dunia pertama dan dunia ketiga.
Paus Leo XIV telah berada di jantung Gereja dan akan menjembatani Dunia Pertama dan Dunia Ketiga sebagai satu kawanan dalam Gereja yang universal. “In Illo Uno Unum: Dalam Dia yang satu Kita Satu”.
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Leo XIV
Sri Paus
Sri Paus Leo XIV
Robert Francis Prevost
Jondry Siki
Opini Pos Kupang
Ordo Santo Agustinus
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.